Dan terjadi lagi.
Ini sudah keempat kalinya dalam dua tahun terakhir.
"Senyum, Raecikal, kamu ini pagar ayu!"
Menoleh, Rae menemukan ibunya yang kelihatannya tidak sedikitpun menurunkan kewaspadaan.
"Pegel, Bu. Sudah dua jam ini senyum terus. Takutnya otot pipi Rae ga balik lagi ke bentuk semula, kan repot ya."
Jawaban yang membuat ibunya melotot dan spontan mencubit pinggang putri semata wayang yang suka seenaknya sendiri itu.
"Aduh, ibu, apa-apaan sih pakai cubit-cubit segala."
"Nih, nanti malam kasih di bawah bantal."
Rae mendengkus ketika melihat kembang kanthil yang diselipkan ke tangannya.
Aaah, mitos itu lagi.
"Ibu masih percaya?"
Ibunya kembali melotot. Wanita setengah baya itu kembali mencubit pinggangnya.
"Iih Ibu, sakit, tahu."
"Ngeyel ya cubit aja."
"Lho, yang ngeyel itu ya siapa? Aku cuma nanya."
"Yang ini pasti manjur. Udah ibu doakan dengan sungguh-sungguh."
"Berarti yang kemarin-kemarin ga ibu doakan dengan sungguh-sungguh?"
Melihat ibunya melotot lagi, Rae segera menggeser tubuhnya ke jarak aman, menghindari cubitan.
"Aiish, punya anak kok Cuma pinter menjawab bukannya pinter nyari suami! Senyum! Siapa tahu itu salah satu pagar bagusnya ada yang nyantol sama kamu"
Rae mencibir ketika mendengar gerutuan ibunya. Dipandangi punggung wanita yang berjalan menjauh itu.
Pagar bagusnya masih bocah-bocah berstatus mahasiswa gitu, mana mau kecantol sama tante-tante macam aku.
Namun alih-alih kesal, ada rasa bersalah menyusup ke dadanya. Rae bukannya menutup mata dengan tekanan yang dihadapi ibunya. Sebagai orang tua tunggal, wanita itu menanggung beban yang berat untuk memastikan anaknya bahagia. Dan konsep bahagia di kepala ibunya dan sebagian besar ibu-ibu lain di seantero Indonesia Raya tercinta adalah memiliki pasangan dan membangun rumah tangga. Rae bukannya tidak tahu omongan ibu-ibu tetangga tentang dirinya, wanita 32 tahun yang masih melajang.
"Disuruh senyum malah melamun."
Tanpa menolehpun Rae tahu siapa yang menyapanya. Hanya Ningrum, sepupunya, yang memiliki suara seperti itu, serak-serak binal.
"Lelaki, rentang usia 30-40 tahun, ga harus kaya, mapan cukuplah. Ga ganteng-ganteng amat juga gapapa, yang penting baik dan jujur. Ada ga kenalan lelakimu yang kayak gitu?" tanya Rae masih tanpa menoleh.
"Banyak, asal kamu mau jadi istri muda."
Rae mendesah lelah. Ningrum juga. Dari daftar sepupu, tinggal mereka berdua yang masuk dalam usia menikah, lebih malah. Sisa sepupu yang belum menikah semuanya masih usia sekolah.
"Kamu dapet ga?" tanya Ningrum seraya membuka telapak tangan dan menunjukkan kembang kanthil.
Tanpa menjawab, Rae membuka genggaman tangannya.
"Kunyah saja kembang kanthilnya, biar manjur...biar kremus, kremus, kremus..." celoteh Rae sembarangan yang nyatanya diikuti oleh Ningrum.
"Rum, woii, kamu bener-bener ..."
"Iya, biar manjur. Muak aku ditanyain kapan kawin. Malah kata Ibuk, percuma punya badan semok dan suara seksi kalau ga ada yang mau ngajak njot-njotan di kasur. Hah! Ntar aku njot-njotan beneran terus tekdung, baru Ibuk tahu rasa."
"Ngomong doang kamu, ah! Kayak tahu aja caranya njot-njotan sampai tekdung."
"Emang kamu tahu, Ra?"
"Tahulah. Hari gini kok masih aja polos kamu ini. The power of film biru, Ningrum."
"Ckckckck, nyebut Ra, nyebut. Berbohong itu termasuk dosa berat juga. Baca Timeless-nya Yavianti yang adegan di kamar mandi itu aja kamu udah gerah kok gaya-gayaan mau lihat film biru. Noh, TV rusak noh, layarnya biru, itu film biru kamu!"
Kedua terdiam, lalu membuang napas lagi.
"Ini kenapa ya kita ini...maling nggak, zina apalagi, tapi kok rasanya jadi bahan omongan aja di mana-mana. Gini banget yak hidup jadi lajang di usia 30-an," cetus Rae.
"Iya...iya. Apa kita jual diri aja sekalian? Lumayan kan kalau bisa dapet 80 juta semalam? Sekalian aja jadi omongan."
"Hussh, nyebut Rum, nyebut! Kalau ngomong jangan tinggi-tinggi, gawat kalau ada pesawat lewat, congormu bisa kesabet baling-balingnya. Wong dicium di bibir aja belom pernah kok mau jual diri. Apanya yang laku semalam 80 juta! Mimpi ya mimpi tapi ya jangan gitu banget!"
Lagi-lagi keduanya terdiam dan kemudian membuang napas.
"Pokoknya tahun depan harus aku yang nikah! Harus!" cetus Raecikal tiba-tiba seraya mengepalkan tangan dan kemudian memasukkan bunga kanthil ke mulut.
"Nikah ya nikah, masalahnya sama siapa?" jawab Ningrum, skeptis.
"Harus yakin dulu, Rum...yikes, ini kembang kanthil ga enak banget rasanya. Sialan kamu, Rum, kok kamu tadi kayak enak yang pas ngunyah?"
"Telan! Mana semangatmu, Nyi sanak? Masak kalah sama kembang kanthil?" jawab Ningrum sembarangan ketika melihat wajah Rae yang mau muntah.
"Pokoknya, kita harus nikah tahun depan, Rum," ucap Rae setelah meneguk segelas air sirup, "Kan ndak lucu kalau kita juga dilangkahi sama...Tasya?"
Pandangan keduanya spontan tertuju kepada gadis molek, yang juga menjadi pagar ayu, yang sekarang sedang asyik berswafoto sambil memiring-miringkan kepalanya.
"Iya...Ya ampun, jangan sampai deh... astaga, ini juga ngapain sih si Tasya cepet banget jadi gede? Perasaan baru kemarin dia joget-joget sambil nyanyi anak gembala dengan muka penuh ingus," celoteh Ningrum seraya menatap nelangsa si Tasya yang berusia 15 tahun.
"Nah kan! Ini beneran makin terdengar serius dan mengerikan, menyangkut harga diri kita," gumam Rae.
Ningrum kembali mengamati Tasya kemudian begidik. Dia tidak akan sanggup hidup lagi kalau dilangkahi juga oleh mantan penggemar lagu anak gembala itu.
"Besok malam kamu nginep ke tempatku. Kita susun strategi."
"Yup! Kita namakan misi kita Bucinlicious!"
"Heh? Emang kita bucin?"
"Menurut Ngana? Kita ini bucin taraf akut, Rum! Udah ga usah sok-sokan ngelak, langkah awal untuk mencapai kemenangan adalah mengakui dan menerima segala keadaan kita."
~*~
BOGOR, 8-10-10
Yuhuuu, mari kita sambut heroine baru di lapak Yavianti, wanita lajang berusia 32 tahun, yang hal paling penting dalam hidupnya saat ini adalah menemukan pasangan hidup. Raecikal Lestari. Bersama sepupunya yang bersuara serak-serak binal, Ningrum Puji Astuti, dia akan membuktikan bahwa di mana ada alfamart, di situ pasti ada indomaret...di mana ada kemauan, di situ ada jalan.
Enjoy!
xoxo
Vita
KAMU SEDANG MEMBACA
BUCINLICIOUS
Fiksi UmumMari berkenalana dengan Raecikal Lestari. Wanita lajang berusia 32 tahun. Bersama dengan sepupunya, Ningrum Pujiastuti, dia kemudian membuat tekad : menikah segera! Ternyata memang benar kata pepatah, di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Setelah...