NON-FIKSI | Homo homini socius. Manusia sebagai kawan bagi sesamanya.
•••
Katanya manusia adalah makhluk sosial. Artinya, manusia merupakan makhluk bermasyarakat yang mematuhi nilai-nilai, norma, budaya, dan menjunjung tinggi kerja sama. Salah satu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
•••
Judul Buku : KIAI HOLOGRAM
Pengarang : Emha Ainun Najib
Penerbit : Bentang Pustaka Tahun Terbit : 2018 Jumlah Halaman : 285 Genre : Non Fiksi Rating : 4.9/5
•••
Blurb :
Mudah mengagumi, mudah menjatuhkan. Cepat mencintai dan dengan segera membenci. Viral secara instan, lalu menghilang dengan tiba-tiba. Entah mengapa, menebak isi hati manusia belakangan ini begitu sulit. Padahal, orang-orang dengan gegap gempita membagikan cerita kesehariannya pada ruang-ruang publik. Semua yang kita kira transparan dan nyata, bisa jadi semu belaka. Begitu sebaliknya.
Keputusasaan manusia dalam menemukan apa yang sesungguhnya nyata di dunia mendorong Emha Ainun Nadjib menuliskan esai-esai dalam buku ini. Bahwa meskipun manusia gemar membongkar kepalsuan-kepalsuan, sejatinya ia sendiri tengah menutupi hatinya dengan kepalsuan yang lain.
•••
Komentar :
Emha Ainun Nadjib atau yang kerap disapa Cak Nun menggiring opini beliau dalam kumpulan esai yang mengangkat berbagai tema seperti religiusitas, politik, sosial, dan budaya.
Oiya, buku ini juga sudah pernah di-review oleh kontradiksi di karyanya yang berjudul "Kapan-kapan Kita Berpikir Kritis".
Buku ini adalah buku pertama di rak politik yang saya baca dan sangat membuka wawasan bagi saya.
Saya mencintai gaya kepenulisan Cak Nun yang menurut saya "Indonesia banget". Buku ini bisa membuat saya mencintai Indonesia, Islam di Indonesia, serta budaya Indonesia sendiri.
Buku ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu :
1. Bagian 1 : Hulu Cinta Bab ini menjelaskan bahwa manusia hidup sebagai khilafah di bumi. Bab ini juga menjelaskan bahwa Allah adalah pengasuh bagi manusia yang sangat dermawan, care, dan penuh kasih sayang.
"Hidup bukanlah mencapai apa di dunia, melainkan dibukakan pintu rida atau tidak oleh Sang Maha Pencipta."
2. Bagian 2 : Di Kenduri Cinta Di bagian dua ini, ada bab yang paling saya sukai, ialah bab "Tampar Mukaku, Ludahi Mulutku".
Mengapa? Ada kalimat yang membuat saya jleb. Begini :
Hidup adalah pengelolaan cinta dan teknologi tali-temali kasih sayang. Usia adalah rentang kerinduan. "Kalau kalian memang rindu untuk berjumpa dengan-Ku, maka berbuatlah baik dan beramal saleh di dunia." Allah mengumumkan. Muhammad juga Dia perintah untuk menyampaikan, "Katakan kepada manusia: Kalau memang kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, Allah menanti kalian dengan cinta-Nya dan berjanji membereskan urusan kalian di dunia."
Allah menantikan para kekasih-Nya di kampung halaman asal-usul kita. Kita bukan penduduk bumi yang mendambakan surga. Kita adalah penghuni surga yang diuji sejenak di bumi. Kita bukan makhluk jasad yang berjuang me-rohani. Kita bukan makhluk biologis yang menempuh perjalanan spiritual. Kita adalah makhluk spiritual yang merendah sejenak di padatan materiel dunia. Bumi hanya tempat transit, minum sejenak di rest area. Kita bagian dari Maharuh Sejati. Tak ada ruang dan waktu, kecuali berhimpun kembali kepada-Nya.
Alangkah kerdilnya dunia. Alangkah kecilnya Indonesia. Tapi, selama aku bertugas di wilayahmu, kucintai engkau sepenuh jiwa. Sebab, aku tak mau mengecewakan-Nya ketika nanti dalam "liqooun 'adzim", perjumpaan agung. Dia bertanya meskipun sudah Mahatahu jawabannya. "Apa saja yang engkau lakukan untuk mewujudkan cintamu kepada Indonesia, Tanah Air yang Ku-amanatkan kepadamu untuk engkau tanami cinta?"
3. Bagian 3 : Memuasai Indonesia Bab ini temanya lebih menjerumus di Indonesia. Ada juga kalimat yang saya sukai, di bab "Pertapaan Ramadhan". Begini :
Indonesia adalah wahana segala energi kehidupan yang serba-melebihi ukuran. Indonesia adalah ruang segala yang gaib-gaib dan segala yang serba-berlebihan. Komplikasi masalahnya melebihi ukuran ilmu pasien dan dokternya. Ketahanannya melawan sakit dan penyakit juga melebihi ukuran mahkluk normal siapa pun dan apa pun di bumi. Kehebatannya berlebihan, sehingga mengancam dirinya sendiri. Kepandaiannya berlebihan sehingga serabutan tempat dan aplikasinya.
Kamu tadi bilang Indonesia adalah ruang segala yang gaib-gaib. Maksudnya apa itu? Santet atau tenung selama Pilkada? Hantu sakti sejak BLBI, saham Papa, hingga E-KTP? Mobilitas segala komponen 2017—2018 yang dikonsentrasikan untuk perebutan 2019?
Kok, indikasinya klenik begitu. Mohon tidak mendramatisasi. Yang saya maksud dengan gaib itu semacam turunnya azab dari langit berupa suatu jenis kegelapan yang membuat pikiran menjadi buta, ilmu jadi lumpuh, dan pengetahuan hilang arah. Indonesia berjalan dengan cacat. Salah meletakkan orang di kursi. Lapangannya kehilangan gawang. Shalatnya salah kiblat. Orang-orang makan tinja karena packagingnya mirip roti...
4. Bagian 4 : Masyarakat Tahlil Ah, Cak Nun. Esai beliau sungguh-sungguh mantap. Saya bingung harus berkomentar apalagi. Ini saya beri foto sekilas bab "Andalan dan Harapan Rakyat" di bagian 4.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
5. Bagian 5 : Menjadi Kekasih-Mu Bagian ini menyentuh hati personal manusia karena Cak Nun mengingatkan kita semua untuk senantiasa beramar ma'ruf nahi munkar di bumi.
•••
"Yang aku lakukan adalah kemesraan cinta, melakukan apa yang sebelumnya dilakukan oleh orang yang aku cintai dan mencintaiku, yakni Muhammad yang Nur-nya menjadi senior segala makhluk, kakak sulung siapa dan apa saja, termasuk para malaikat dan Iblis."
–Emha Ainun Nadjib
•••
Ah, aku berharap bisa menjadi manusia seperti Cak Nun...