Rantai Luka

28 11 0
                                    

Mengapa orang yang patah identik dengan lemah?
Mereka pikir mengakhiri hidup adalah pilihan terakhir yang tidak salah
Aku marah
Mereka yang patah, mengapa justru aku yang berdarah?
Mereka yang kehilangan arah, mengapa aku yang hampir gila?
Aku terombang-ambing di samudra
Dimana rantai tak kasat mata menyeretku ke dunia antah berantah
Rantai yang menghubungkan aku dengan mereka
Aku tercekik
Namun semesta justru terkikik

Mengapa aku tak sempat menggapai tangan mereka?
Aku tahu aku tak bisa menyelam di samudra
Tak mampu pula menceburkan diri demi hal yang serupa
Aku hanya bisa menengadah meminta pada Yang Kuasa
Sedang tangan mereka mulai putus asa
Aku tetap bergeming tanpa suara;
Lagi-lagi menengadah meminta sudahi saja

Semesta hening
Sayup suara minta tolong menjadi semakin sering
Mulut mereka memang tidak berbicara
Tapi malaikat kanan-kiri meminta supaya menyelamatkan mereka

Sudah, jangan ada lagi
Jangan lagi nekat untuk melenyapkan diri
Berhentilah membuat iblis semakin menari ketika melihat kau mati

Selayaknya Tuhan memberi logika dan hati
Maka pintar-pintarlah memperdaya diri













Sajak ini khusus untuk mereka yang mencoba untuk mengakhiri hidup alias mencoba melakukan percobaan bunuh diri. Termasuk yang suka kebiasaan melukai diri sendiri ketika tidak tahan dengan cobaan-cobaan.

Juga, untuk kalian yang suka membanding-bandingkan luka, maka coba renungkanlah. Tiap orang punya luka yang berbeda. Jangan samakan lukamu dengan lukanya meski masih dalam konteks yang sama.

Tiap orang mengekspresikan luka dengan cara berbeda. Maka, menulis aksara adalah cara  saya untuk meluapkan semuanya. Jadi jangan merasa kalian adalah orang yang paling banyak menerima luka, sebab di luar sana banyak yang jauh lebih parah.










22 Feb 20

Jurnal SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang