Part 1

49 10 10
                                    


asing
sendiri?
jangan tanyakan itu kepadaku
karena itu bagian dari hidupku.

sepi?
jangan tanyakan itu kepadaku
karena itu suasana dari hidupku.

hening?
jangan tanyakan itu kepadaku
karena itu yang selalu aku rasakan.

Jingga P. O. V

"kringgg," alarm pun berdering yang menunjukkan pukul 05.30. Aku langsung bergegas pergi ke kamar mandi, meletakkan Tasku di kursi lalu hampiri Bunda. Itu adalah kebiasaan yang sering aku lakukan. Karena, aku berharap di setiap pagi yang cerah aku bisa melihat senyuman dari Bunda, aku berharap seperti itu.

" selamat pagi bundaaaa," apa yang aku ucapkan untuk bunda seraya tersenyum.

Aku melihat Bunda yang selalu menyiapkan sarapan untuk kita sambil mendengarkan lagu klasik, apapun itu yang terpenting klasik.

"pagi juga sayang," jawab Bunda Seraya tersenyum membalas Senyumanku.

Satu kecupan manis yang selalu aku dapatkan di setiap pagi dari bunda. Menurutku Bunda adalah Wanita berhati lembut, memiliki senyuman manis, tanah yang memiliki keistimewaan tdulundiri. Bunda selalu mendukung apapun yang akan aku lakukan selama itu baik dan benar.

Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Namaku Jingga Metta Mahesa, panggil saja aku Jingga. Bunda pernah bilang bahwa Jingga itu melambangkan sebuah keceriaan dan Bunda juga pernah bilang bahwa aku harus tetap ceria kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun nanti.

Lalu aku simpulkan bahwa seperti apapun yang akan aku lalui nanti atau apapun yang akan menimpa aku nanti biarkan orang lain melihat mu sebagai orang yang selalu ceria, bukan orang yang memiliki banyak masalah lalu mengumbar kepada orang lain di luar sana.

"pagi semuanyaaa," sahut Abang menjerit dari jauh sambil berlari. mungkin karena abang berlari karena gelisah dan seketika.

"Brukkk," Abang terjatuh karena menginjak mainan yang sedang dimainkan Adik. Sontak Aku dan Bunda terdiam karena terkejut dengan menahan tawa.

"hahahaha," Kita tak kuat menahan tawa dan akhirnya tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Abang yang lucu karena terlihat dari raut wajahnya kalau Abang sedang menahan emosi.

"makannya jangan lari di dalam rumah noh di halaman depan sono tempatnya luas dan hambatannya lebih sedikit hahaha," sahutku mengejek Abang.

Lalu aku mengambil bekal yang sudah dibuatkan oleh Bunda untukku dan Abang. Setelah itu aku menghampiri Abang yang masih duduk tergeletak di lantai dan menarik Abang untuk segera berdiri karena jam sudah menunjukkan pukul 06.05.

Abang masih merasa kesakitan tetapi aku terus memaksa Abang untuk berdiri karena aku hampir terlambat ke sekolah. Akhirnya abang pun berdiri dan kita langsung menuju ke mobil dengan Abang yang berjalan sambil menahan rasa sakit.

"Buuundaaa kita berangkat dulu yaaa," sahutku pada Bunda.

" iya nak hati-hati," jawab Bunda.

.
.
.

Sesampainya kita di depan gerbang sekolahku. Aku pun keluar dari mobil sambil mengucapkan.

AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang