Part 2

26 4 2
                                    

"Sholat dulu, Abang tunggu di ruang makan oke?," seruanku kepada Jingga dengan ku ulurkan tangan seraya meminta tos kepada Jingga. Lalu aku keluar dari kamar Jingga dan menuju ke ruang makan.

Saat aku berjalan menyusuri tangga aku mendengar suara bel. Bibi menghampiriku dan memberi tahu siapa yang sedang bertamu. Setelah itu Aku bergegas menuju ke ruang tamu.

.
.
.

Saat baru sampai di ruang tamu, "hadehh.... kalian ngapain kesini siang-siang bolong gini?," seruanku seraya duduk di sofa.

"Arsyah... Arsyah lo lupa hari ini kita ada janji buat ngomongin acara ke Puncak lusa?," sahut Gerie seraya berpindah tempat duduk mendekati sofa di mana aku duduk dengan nada meremehkan.

"Oh iya, sorry sorry bro gue lupa," dengan spontan Aku menepuk dahi ku sambil menjawab sahutan dari Gerie.

"It's oke,"  jawab Gerie.

"Jadi kita muncak kemana? Berhubung weekend nih gue suntup di rumah mulu,"  sahut Rio yang fokus dengan HP nya.

Aroma dan suara langkahan kaki yang familiar, suara itu. Geraian rambut panjang, kalimat tanya dan seruan yang memenuhi telingaku. Sikap polos nan manja, senyuman senang nan takjub yang akhirnya meloloskan sebuah pertanyaan demi pertanyaan.

"Bang Arsyah, Jingga makan dulu ya?," tanya Jingga menghampiriku dengan memainkan hp yang ada di genggamnya, dengan sekejap raut wajah Jingga berubah terkejut dan memerah karena adanya teman-temanku yang tidak di ketahui Jingga.

"Iya, Jingga makan dulu Abang nanti aja oke?," Jawabku menoleh melihat Jingga.

"Ini adek lo Syah? Buset daahh cantik bener," sahut Jidan kagum akan kecantikan Jingga dengan gaya Jidan yang berhasil membuat wajah Jingga semakin memerah.

Jidan mendekat dan menggoda Jingga. Akan tetapi, Jingga tidak menggubris karena lagi-lagi Jingga di posisi seperti ini, posisi dimana Jingga tidak dapat mengeluarkan sepatah kata dari mulutnya karena rasa malu yang menyelimutinya saat ini.

"Ehem, kenalin aku Kevin Jidan Arayya kamu bisa panggil aku Jidan, aku juga cowok tertampan diantara mereka," dengan gagahnya jidan menyodorkan tangannya seraya tersenyum manis di hadapan Jingga.

"J... Ji... Jingga," jawab singkat Jingga yang ditatap lekat mata Jingga oleh Jindan, tatapan yang membuat keduanya terdiam. Wajah memerah Jingga masih terpancarkan,  senyuman manis Jidan seakan-akan menggambarkan rasa gembira.

Pada akhirnya tatapan itu buyar oleh suara dehemanku "ehem," yang membuat Jingga terkejut dan menundukkan kepalanya.

"Sorry sorry, apa maksud lo?," seruan Jidan yang langsung di sahut oleh Gerie.

"Syah lo kok kagak pernah cerita sama kita-kita kalo lo punya adek cewek?," sahut Gerie.

"Buat apa gue cerita sama kalian," jawabku

"Sorry, gue keluar bentar," sahut Reza seraya pergi keluar.

"Eemmm oh oke oke," jawabku disertai Jingga yang masuk ke dalam untuk makan. Setelah itu kita melanjutkan pembahasan semula.

Jingga P. O. V

Kamar tidur.

"Hufft... Enaknya ngapain ya?," ucapku seraya bangkit dari tempat tidur dan membuka gorden.

"Emmm cuacanya pas banget deh buat jalan-jalan."

Aku pun bersiap-siap menuju ke lantai bawah dan meminta izin sama Abang yang dimana sepertinya mereka masih bercakap-cakap.

Membawa tas kecil yang didalamnya berisi buku diaryku, alat tulis, ikat rambut, handset, dan hp. Memakai baju berwarna baby pink dengan rambut yang dibiarkan tergerai. Aku pun kebawah dan berjalan-jalan.

"Abang Jingga keluar bentar ya?," tanya ku.

"Eh Jingga mau keluar ya, mau di temenin nggak?," sahut kak Jidan.

"Emmm nggak usah Jingga bisa sendiri,  makasih," Jawabku.

"Ya udah deh sana pergi hati-hati yah,  kalo ada apa-apa langsung kabarin Abang," Ucap Abang.

"Jingga pergi dulu ya, Assalamu'alaikum?."

"Wa'alaikumsalam," Ucap Abang dan teman-temannya.

.
.
.

Akupun keluar dari rumah dan saat di gerbang "brukkk," aku menabrak seseorang karena berjalan dengan memainkan hp.

"Maaf maaf," Ucapku meminta maaf kepada orang yang kutabrak.

"It's oke," Jawabnya.

"duluan ya,  maaf sekali lagi untuk yang tadi," ucapku seraya pergi meninggalkannya dengan kepalaku yang terdunduk melihat bawah.

Aku berjalan-jalan disekitar komplek dengan mendengarkan lagu. Cuaca yang tak panas dan ditambah dengan hembusan angin yang membuat suasanya menjadi lebih sejuk.

Melihat anak kecil yang sedang bermain dengan teman-temannya. Dengan senyuman yang seakan aku melihat sebuah ketulusan dan tawa yang mereka pancarkan tanpa memikirkan apa yang sedang terjadi disekitar mereka.

Kehidupan itu memang sulit untuk diartikan dan kitapun harus tetap berjalan bukan berhenti atau berlari karena hidup itu sebuah perjalanan bukan pelarian.

Kududuk di sebuah kursi taman dan menikmati susana ini dengan lebih nyaman lagi. Kupejamkan mata dan merasakan hembusan angin yang seakan-akan ingin berbicara kepadaku. Dedaunan yang terbang seakan-akan ingin mengajak ku pergi. Kicauan burung yang seakan-akan ingin mengajakku terbang untuk melihat dunia. 25.01.

Itu adalah diary yang ku tulis. Susana yang berhasil membuatku untuk membuka buku itu kembali dan menuliskan sebuah rasa.

AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang