15 : August Rain

1.7K 193 42
                                    

"Sudah masuk semua?"

Teriakan seseorang dari luar menyadarkan lamunan Chaeryeong. Gadis itu duduk menatap jalanan dari jendela kamarnya. Malam ini adalah malam terakhir Chaeryeong berada di rumah karena besok pagi-pagi sekali ia akan melakukan penerbangan ke Jepang untuk menetap disana.

Ibu dan supir pribadinya tengah sibuk membereskan semua kebutuhan Caheryeong dan yang gadis itu lakukan hanyalah menunggu sambil terus melamun.

Seminggu berlalu dan Chaeryeong masih tidak merasa baik-baik saja.

Ia mengeratkan mantelnya, berjalan keluar kamar dengan langkah yang hati-hati. Tubuhnya berhenti bergerak ketika ibunya tepat berada di hadapannya, menatapnya heran dengan tangan yang langsung terangkat merapikan rambut gadis itu.

"Mau pergi keluar?"

Chaeryeong mengangguk. Sedetik kemudian ia merasakan usapan lembut pada rambutnya, gadis itu tersenyum.

"Mau ditemani?" Chaeryeong kembali mengangguk untuk kedua kalinya. Lalu keduanya pergi menelusuri jalanan yang basah. Hujan deras baru saja berhenti dan angin dingin terasa sangat menusuk kulit. Banyak cerita yang mereka lontarkan satu sama lain, mulai dari bagaimana Chaeryeong yang tidak menangis ketika ia dilahirkan sampai hal-hal kecil yang terjadi beberapa hari silam.

Ibunya mengatakan bahwa Chaeryeong adalah satu-satunya yang wanita itu punya dan hal itu membuat Chaeryeong memaki dirinya sendiri atas semua hal buruk yang ia lakukan, termasuk semua waktunya bersama Ryujin.

Chaeryeong menatap langkah kakinya, angin lembab menerpa kulit wajahnya dan Chaeryeong yakin ia akan merindukan ini semua ketika ia tidak ada lagi di tempat ini. Garis bibirnya terangkat sedikit. Ia ingin sekali tersenyum namun sesuatu yang menyakitkan dari dalam lubuk hatinya seakan menahannya melakukan hal itu.

Ia teringat akan Ryujin.

Gadis itu duduk di bangku halte, menunggu ibunya membeli minuman hangat di seberang jalan sana. Matanya menerawang ke arah jalanan yang sepi, musim hujan sudah tiba dan udara di sekitar terasa semakin dingin hari ke-hari. Lagi, Chaeryeong mengeratkan mantelnya, menatap ujung sepatunya yang basah terkena genangan air.

Halte ini memiliki sebuah kenangan tersendiri untuknya. Di halte ini, ia dan Ryujin bertemu.

Kurang lebih satu tahun yang lalu, dan Chaeryeong masih ingat betul tatapan dingin dari gadis nakal yang meminta korek api padanya dengan agak memaksa. Ia tidak bisa lupa, dan tidak akan pernah bisa.

"C-chaer..."

Angin berhembus kencang dan suara kendaraan yang lalu lalang berhasil memenuhi atmosfer malam itu, namun Chaeryeong masih dapat mendengar suara serak yang memanggil namanya dari samping. Gadis itu menoleh, sedikit terkejut ketika mendapati orang yang tidak lagi asing baginya berdiri disana sambil menatapnya dengan harap.

"Ryujin?"

Pandangan mereka bertemu. Setelah lebih dari satu minggu, Ryujin tampak sangat berantakan dengan mata yang sembab dan rambut yang berantakan. Pertemuan yang cukup mendadak karena tidak ada satupun dari mereka yang menyiapkan sepatah katapun. Keduanya saling diam dan hanyut dalam pikiran mereka masing-masing.

Ryujin mengambil duduk agak jauh dari sisi Chaeryeong, mengeluarkan sebuah korek api dari saku dan menyalakannya. Chaeryeong memperhatikan bagaimana api itu menari-nari di tangan gadis itu. Ryujin juga sedang memperhatikan nyala api itu, namun kali ini dengan tatapan yang kosong. Ia sangat merindukan Chaeryeong. Namun ia sendiri tidak tahu apakah gadis itu menyadarinya atau tidak.

"Kapan kau akan pergi?"

Chaeryeong beralih dari tatapannya, menatap Ryujin lebih lama hanya akan menimbulkan keinginan untuk tidak pergi.

August Rain ; itzy [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang