3-Ini gila!

17 4 3
                                    

Ini gila! Batinku setelah turun dari mobil.

Bagaimana tidak terkejut,jika hal yang pertama kali aku lihat adalah barisan anak SMK yang berada di tengah kerumunan demo!?

"Oke,karena ternyata kita terlambat,kita langsung bergerak saja. Ingat tugas yang sudah dibagi sejak awal." ujar Kak Tanaya yang dibalas anggukan kami bertiga.

Dion mengangkat tangan untuk bersalaman denganku. Aku menyambut dan memberi semangat untuknya. Setelah itu,Kak Tanaya segera menarik Dion ke belakang barisan untuk menjalankan tugas kali ini.

"Batrai ponselmu penuh,Dek?" tanya Kak Nusa.

"Ya,98 persen. Kupikir cukup buat ambil beberapa insert." jawabku sambil melangkah ke arahnya.

"Nanti kalau low bat bilang sama kakak,pakai ponsel kakak."

Aku mengangguk sambil tersenyum tulus. Kak Nusa selalu menerimaku selayaknya adik. Aku nyaman dengannya,sungguh.

Setelah itu kami berlari kecil ke tengah kerumunan demo. Orasi-orasi tak berhenti dilontarkan oleh mereka. Percayalah,aku benci keramaian.

Berdesak-desakan bukan hal yang susah buatku mengingat aku hanya membawa sling bag berisi ponsel dan uang saku saja,ditambah postur tubuhku yang tingginya 172 sentimeter. Bukankah cukup tinggi? Tapi yang kukhawatirkan adalah Kak Nusa. Dia memang lebih tinggi dariku,tapi dia membawa tripod dan kamera yang jika dibawa bersamaan akan lumayan berat.

Akhirnya kami sampai di depan barisan demo. Sedang Kak Nusa menyiapkan tripodnya,aku menepuk bahunya dua kali sebagai izin bahwa aku akan melaksanakan tugas. Apa itu sopan? Ya,menurut anak media itu hal wajar. Apalagi di keramaian yang 3000 kali lebih berisik dari suara kita saat mengomel.

Aku langsung mengambil ponsel dan mengambil beberapa video singkat. Tentu tidak lupa mengambil potret Kak Nusa.

".....close up,.......... Beres!" seruku setelah memeriksa kelengkapan video insert-ku setelah beberapa menit memisahkan siri.

Rupanya ada pesan yang masuk di grup whatsapp.

Tanaya (Media)

Kamera master ambil 30 menit aja

Andita S A

Oke.

Akupun menghampiri Kak Nusa untuk memberikan inormasi tersebut. Tapi hanya ada tripod yang ada disana. Aku tremor parah sekarang. Keramaian bukan sesuatu yang kusukai.

Sial!

Aku celingak-celinguk saja,tapi hanya ada wartawan dari berbagai media lain. Setelah memikirkan kemungkinan-kemungkinan terbaik,aku mengemasi tripod dan berjalan menerobos demi sampai di depan panggung orasi.

Tepat! Kak Nusa sedang ikut berkerumun untuk mewawancarai seseorang. Tapi,eh-belum? Aku lihat tangannya bergetar. Ini fatal! Aku langsung melangkah lebih cepat,membiarkan tubuhku dihantam siku orang-orang yang tengah berdemo. Setelah sampai,aku langsung memasang tripod,entah Kak Nusa sadar atau tidak akan keberadaanku.

"Kak,master 30 menit." ujarku di telinganya.

Kak Nusa mengangguk dan memasang kamera. Sementara itu aku langsung menarik salah seorang pendemo untuk diwawancarai. Setelah bersedia,aku mengajaknya ke depan kamera. Aku menyentakkan dagu ke arah pendemo,Kak Nusa paham,dan kami bertukar posisi.

Dan saat aku di belakang kamera-lah aku terkena panic attack.

Mic-nya dimana?!

Beruntunglah menyadari pelototanku,Kak Nusa mengeluarkan mic dari sakunya. Tolong jangan bertanya bagaimana bisa muat karena aku pun tak tahu.

Tiga,dua,satu...

-------

"Akhirnya." ujar Kak Tanaya sembari menyandarkan tubuhnya di bagian belakang mobil. Aku tersenyum kecil padanya.

"Mau langsung base camp atau makan diluar dulu? Kita belum makan sedari pagi," Kak Nusa melirik arlojinya,"sekarang baru jam setengah tiga. Gila sih,dari depan Polres ke gedung DPRD lumayan juga." lanjutnya kemudian terkekeh.

"Bentar deh,gue mau napas banyak-banyak dulu. Pegel juga pundak gue." keluh Dion.

"Iya sih,sama. Capek,pegel,gerah. Pengalaman paling never thought ya ini." aku ikut menimbrung.

Kak Nusa tersenyum kemudian duduk selonjoran sembari bersandar di pintu mobil. Akupun ikut duduk disebelahnya.

"Lo tadi ambil insert close up gak,Sat?" tanya Dion. Ia tetap berdiri seperti sebelumnya.

"Ambil kok,tenang aja. Kenapa emang?" sahutku.

"Tadi gue ngejar-ngejar target bidik,sumpah tulang rusuk gue serasa mau retak pas nerobos demo-wan demo-wati," sungutnya.

Aku tertawa lumayan keras. Memangnya siapa yang menemukan istilah demo-wan demo-wati sebelum Dion? Tentu tidak ada,karena hanya Dion yang menurutku selalu hyper dalam berimajinasi. "Sa ae lo,kutil anoa!"

"Udah udah,yuk,kita cari makan!" ajak Kak Tanaya. Ia langsung masuk dan duduk di kursi samping kemudi.

Sialan. Sok bossy banget,sih!

Walaupun sedikit kesal,aku masih setia dengan tampang datarku. Kalau aku kalap,pasti aku akan meledak. Selalu berpikir positif saja,mungkin hanya karena aku dan dia belum kenal dekat,kan?

Aku bangkit,masuk dan duduk di kursi belakang,tentunya bersama Dion. Sesaat setelah Kak Nusa menyalakan mesin mobil,Dion langsung menaruh kepalanya di atas tas yang kupangku. Dasar,Dion!

727 words.

Life On 50%Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang