2

35 5 4
                                    

18.45

"Kami pulang dulu, terimakasih Adam" kata Vallen pamit setelah menghabiskan banyak waktu di cafe.

"Hari ini paman Prime ulang tahun ya?" tanya Miya saat mereka sudah di luar cafe.

"Iya. Tadi pagi kami memberinya kejutan" jawab Vallen riang mengingat kejadian tadi pagi.

"Sayang sekali aku tak di sana, kamu seharusnya bilang padaku jika ingin membuat kejutan" keluh Miya kesal merasa tak dianggap padahal dia dikenal sebagai gadis pesta.

"Hehe maaf aku sibuk hingga lupa memberitahumu" jawab Vallen sambil tersenyum sampai gigi rapihnya terlihat.

Vallen dan Miya berdiri di halte menunggu bus umum menjemput mereka. Sebuah bus besar berwarna biru berhenti tepat di depan mereka dengan pintu terbuka dan dinding virtual terlihat seperti batas antara baru bagian dalam bus dan bagian luar. Dinding pelindung orang-orang yang masuk ke bus menghilang saat mereka ada di dalam bus begitu juga orang-orang yang keluar akan di ditutupi dinding yang sama saat mereka keluar bus. Miya sudah siap dan langsung masuk bus namun Vallen masih berdiri di halte sambil mengaduk seluruh isi tasnya.

"Apa yang lakukan? Bus tak akan menunggu!" tanya Miya saat sudah ada di dalam bus.

"Kartu transportasiku tertinggal di loker, kamu pulang duluan saja" jawab Vallen pasrah dengan keadaannya.

Tak lama pintu bus pun tertutup dan meninggalkan gadis itu sendirian di halte. Terlihat Miya terus memperhatikan Vallen saat bus itu melaju. Dengan hati kesal, Vallen menjatuhkan dirinya ke kursi halte dan memaki dirinya yang sangat pelupa berharap akan ada keajaiban yang akan menjemputnya pulang.

Sebuah mobil berwarna hitam parkir di samping halte, kaca mobil terbuka dan memperlihatkan pengemudi yang sedang duduk santai di belakang stir.

"Ayah!" seru Vallen menghampiri ayahnya yang sudah pulang kerja.

"Hai manis kenapa kamu tidak naik bus yang tadi?" tanya Alex dengan senyum ramahnya meski terlihat sangat lelah.

Tanpa minta izin terlebih dahulu, Vallen masuk dan duduk tepat di samping ayahnya lalu secara otomatis sit belt terpasang di tubuh rampingnya.

"Tadi aku lupa membawa kartu transportasi yang kusimpan di loker" jelasnya.

Mengerti dengan jawaban putrinya, Alex memajukan mobilnya dan menyetir dengan kecepatan sedang ke rumah.

🍃

Alex, Theo, dan Vallen sedang makan bersama di restauran untuk merayakan kesuksesan perusahaan tempat Alex bekerja. Musik yang mengiringi makan malam mereka semakin menambah suasana hangat mereka.

"Oh my gosh!" seru pelan Theo saat santapannya jatuh dan mengenai setelan hitamnya.

"Anak ini di manapun selalu membuat ulah" keluh Vallen sambil mengelap noda yang ada di jas bagian bawah Theo.

"Haha, melihat kalian di sini membuatku merasa lengkap" kata Alex dengan senyum bahagia, kerutan matanya seakan menambah senyuman manisnya.

"Ayah. Kenapa kita di sini, maksudku apa tak terlalu mewah?" tanya Vallen berbisik.

"Ini acara perusahaan ayah, anggap saja sebagai perayaan ulang tahun ayah" jawab Alex sedikit tertawa.

"Kalau begitu aku bebas memakan kudapan sebanyak apapun yang bisa ditampung perutku. Alex tertawa pelan mendengar kata putranya yang masih kekanak-kanakan, Vallen hanya menghembuskan nafas.

Saat mereka sedang makan, sekelompok berseragam hitam putih dengan senjata lengkap memasuki restauran dan membuat kepanikan. Orang-orang berseragam itu memakai helm oksigen dan terlihat sangat garang. Seorang diantara mereka memiliki tubuh tinggi besar berjalan ke depan dengan megafon di depan mulutnya.

"Mohon untuk seluruh pegawai dan penyunjung untuk tak meninggalkan tempat ini sampai pemeriksaan usai!" seru orang itu yang memiliki tanda kepala serigala merah di lengan kirinya.

"Ayah mungkin seharusnya kita-" kata Vallen sambil berbisik namun terpotong saat menyadari Alex dan Theo tak lagi di tempat.

Psstt

Terdengar suara dari ujung ruangan yang seakan memanggil Vallen. Vallen menengok ke arah suara itu dan melihat Theo melambaikan jarinya sebagai tanda kalau dia memanggilnya. Dengan langkah pelan, Vallen berjalan ke ujung ruangan dan melihat Theo dan Alex sedang bersembunyi di balik dinding.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Vallen saat menemukan keberadaan mereka.

"Sembunyi, emang apa lagi" jawab Theo.

"Kita harus pergi dari sini" kata Alex cepat.

"Tapi bagaimana? Ayah tau sendiri sulit untuk kabur dari para Seekers itu!" seru pelan Vallen dengan berbisik.

"Aku tau tapi kita harus keluar tanpa tertangkap oleh mereka"

Mereka terus memperhatikan Seeker yang sibuk memeriksa para pengunjung dan pegawai satu persatu. Setelah Seeker itu mulai bosan dengan kegiatan memeriksa, mereka berjalan pelan menuju pintu belakang untuk lari. Tepat saat mereka akan berbelok ke kanan, seorang Seeker berlogo kepala serigala dengan dua garis merah di bawahnya menghalangi jalan mereka dan menggiring mereka ke tempat pemeriksaan.

"Komandan mereka yang terakhir" kata Seeker yang menggiring mereka. Seeker itu mendorong paksa Vallen ke komandannya. Sebuah alat pendeteksi mengeluarkan sinar biru yang menyinari ujung kepala sampai ujung kaki Vallen berubah menjadi merah.

"Nerves detected, one hundred percent defective"

Mendadak semua orang panik dan berusaha melindungi diri sendiri sedangkan para Seeker menodongkan senjata mereka. Komandan Seeker menempekan sesuatu pada leher Vallen yang membuatnya serasa tersetrum. Diluar dugaan, Theo menembakkan senjata seorang Seeker ke segala arah membuat semua orang termasuk Seeker berlindung. Dengan cepat Alex menuntun Vallen berlari ke luar restauran diikuti Theo dengan senjata Seeker-nya.

Dinding pelindung di pintu restauran terpaksa dirusak Theo karena sistem keamanan tempat itu telah dikuasai Seeker. Tanpa pikir panjang, mereka berlari menerobos udara yang dipenuhi karbon monoksida. Tak lama setelah mereka berlari, Alex terjatuh dan terlihat sulit bernafas.

"Ayah ada apa?" tanya Vallen panik.

"Aku- aku baik-baik saja"

"Tidak, ayah tak baik-baik saja. Ayo kita kembali" belum sempat Vallen berlari, tangan berkeriput Alex menahannya.

"Tidak. Jangan. Kita tak akan selamat" kata Alex terengah engah.

"Apa maksud ayah?" tanya Vallen frustasi dengan air mata mengalir.

Jari panjang keriput Alex menyentuh pelan wajah mulus Vallen dan sedikit memainkan rambut panjang pirangnya. "Kamu sangat mirip ibumu" katanya lemah.

"Vallen kita harus pergi!" seru Theo menghampiri mereka dan menarik lengan kakak perempuannya.

"Tidak-"

"Pergilah, aku akan baik-baik saja"

"Tapi-"

"Tak apa Vallen"

Dengan berat hati, Vallen memeluk Alex untuk terakhir kalinya. Sebelum mereka pergi, Alex memberikan sebuah kalung seperti kristal berwarna biru lalu Theo menarik paksa Vallen menjauh dari para Seeker yang mengejar mereka. Dari kejauhan, Vallen dapat melihat para Seeker itu apa memberi ayahnya alat pernafasan dan membawanya dengan tandu ke mobil khusus mereka yang seperti tank perang berwarna hitam putih.

🍃

CONVALESCE: Get A Cure For The EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang