6

15 4 0
                                    

21.55

Pria berseragam itu berjalan dengan tergesa-gesa menembus koridor yang dipenuhi orang-orang berseragam. Seakan takut dimakan waktu, Xavion berjalan sangat cepat dan tak sengaja menabrak seorang wanita yang membawa tumpukan kertas. Hanya bermodal kata 'maaf', Xavion kembali melanjutkan jalan cepatnya.

Sebuah pintu metalik sebening cermin berdiri kokoh di depan Xavion. Pantulan dirinya di pintu membuatnya menghela nafas dan menempelkan telapak tangan kanannya ke alat detektor sidik jari dan melangkah mantap saat pintu bergeser memberinya ruang untuk masuk. Seorang pria berjas hitam berdiri membelakanginya dan berbalik setelah suara langkah kaki Xavion berhenti.

"Kau terlambat" kata pria itu dengan tatapan dinginnya.

"Sorry, sir. Tadi ada sebuah kekacauan" jawab Xavion mengingat saat dia menabrak seseorang di koridor.

"Jangan banyak alasan Xavion, bukan begini caraku mendidikmu!" seru pria itu maju dan menopang tubuhnya dengan kedua tangan menempel di meja.

"Maaf" kata Xavion menunduk.

Pria berjas itu membuang muka dan berteriak frustasi. Sebuah papan nama dimeja bertuliskan Lieutenant berkilau di mata Xavion. Pria berjas itu melempar dua buah laporan dengan keras ke mejanya.

"Apa ini. Apa ini!" serunya. "Sudah dua kali timmu melaporkan kegagalan, apa sulit untuk menangkap mereka?! Sekecil apa dua ekor tikus sampai lepas dari cakar serigala!"

Xavion membisu dan menambah frustasi ptia bernama Carl itu. Dengan kasar, Carl menarik rambutnya sendiri dan duduk bersandar di kursi hitamnya berusaha menenangkan diri.

"Presiden menelfon" suara Carl terdengar sangat serak membuat Xavion mengangkat wajahnya tertarik. "Dia bilang hanya 2 minggu lagi waktu yang tersisa"

"Apa?! Bukannya batas waktunya tinggal tiga bulan lagi?"

Carl mengeleng. "Tidak. Pria keras kepala itu mempercepat waktu dan memperpendek usaha kita menangkap Defect"

"Tidak. Tidak mungkin kami menangkap semua Defect di kota ini dalam waktu sesingkat itu!"

"Aku tak peduli dengan kalian yang penting tikus-tikus itu sudah masuk ke kandang mereka sebelum aku yang akan menangkap mereka dengan lem tikus di rumahku!" seru Carl.

Xavion berbalik dan menghentakkan kedua kakinya meninggalkan Carl dengan emosi yang siap memuntahkan semua lahar panas seperti gunung berapi.

"Xavion" panggil Carl memberi jeda menunggu pria muda itu berhenti.

"Aku tak memilihmu karena aku berhutang pada ayahmu" katanya namun Xavion tak berbalik sedikitpun mendengar seseorang yang telah meninggalkan dirinya disebut.

"Jangan pernah menyebut orang itu lagi" kata Xavion memperlihatkan tatapan sinisnya dan pergi dengan menjatuhkan gantungan baju di dekat pintu.

"Anak itu" kata Carl menghela nafas dan menopang wajahnya dengan jari.

Lagi, Xavion berjalan cepat namun dengan langkah menghentak seakan bersiap memenangkan pertandingan tinju.

Tony dan beberapa orang yang sedang beristirahat mulai merebahkan masing-masing diri mereka di kasur menunggu fajar membangunkan mereka lagi.

Xavion dengan langkah menghentaknya masuk ke barak dan menyambar kasar tablet dari tangan seorang prajurit yang sedang menghibur diri dengan bermain game.

"Hey. Ada apa kawan?" tanya Tony tanpa basa basi.

"Ada masalah" jawab Xavion singkat dengan jari telunjuknya yang sibuk menari di layar tablet.

"Semua orang juga pasti punya masalah nanti juga ketemu jalan keluarnya" kata Tony sambil berbaring di kasur Xavion tanpa ijin dan meletakkan bantal di atas wajahnya.

"Ini masalah yang sulit mencari jalan keluarnya. Presiden hanya memberi batas waktu selama dua minggu"

Tony langsung terduduk sampai bantal di wajahnya jatuh tepat ke kaki Xavion lalu dilempar dengan keras ke wajah Tony sampai meringis kesakitan.

"Aww, ini gila! Seenaknya saja dia memutuskan sesuatu. Emang mudah menyelesaikan sebuah tugas" keluh Tony sambil mengusap hidungnya terasa berdenyut.

"Tugas ini lebih mudah daripada menyelesaikan satu soal matematika beranak sepuluh"

"Kenapa kau membandingkan tugas kita dengan soal matematika"

"Diamlah"

Tony terdiam cemberut memperhatikan temannya yang sibuk dengan tablet. "Sepenting apa sih masalah yang kau maksud sanpai mengabaikan temanmu ini"

Xavion masih diam mengabaikan Tony. "Hey. Ada masalah?" tanya Tony tak lelah membuat temannya kesal.

Masih tak menjawab Tony, Xavion langsung pergi terburu-buru dan mengembalikan tablet itu ke pemiliknya.

"Ada apa?" tanya Ryan yang duduk di kasur sebelah.

"Tidak ada" jawab Tony cepat lalu berdiri ingin menyusul Xavion.

"Kurasa ada masalah" celetuk Ansel sukses membuat kaki Tony mengerem.

"Apa maksudmu?" tanya Tony mulai penasaran.

"Maksudku ini" Ansel memutar tabletnya yang menunjukkan layar radar dengan sebuah titik yang berkedap kedip.

"Itu hanya radar keberadaan Defect" jawab Tony.

"Bukan titik ini tapi waktunya" kata Ansel menunjuk sebuah penunjuk waktu dengan jarinya.

Mata Tony membesar tanpa disadarinya. "Ini tidak mungkin" kata Tony lalu berlari mencari Xavion.

🍃

Vallen meletakkan botol air mineral ke lima nya dan membuang wajah ke jendela. Sudah lama Vallen duduk di kursi cafe dan membuat pelayan kebingungan karena hanya memesan air mineral.

Seketika muncul rasa sakit di lehernya seperti rasa terbakar. Rasa sakitnya terus bertambah sampai seorang pelayan datang dan membantunya.

"Bagaimana? Sudah baikan?" tanya pelayan itu.

"Sudah, terimakasih. Maaf merepotkan" jawab Vallen malu.

Pelayan yang bernama Lia itu mengkompres leher Vallen dan sesekali mengoleskan salep.

"Jangan khawatir, rasa sakitnya akan hilang setelah seminggu" kata Lia.

"Dari mana kamu tau?" tanya Vallen namun Lia sudah menghilang dan Theo sudah duduk di depannya.

"Apa yang kau lihat?" tanya Theo sambil meneguk minuman bersoda.

"Tidak ada" jawab Vallen singkat.

🍃

Halo!
Maaf aku absen sebulan soalnya lagi sibuk sama pas ini juga harusnya belajar tapi biasa penyakit para siswa mulai kambuh. Doain aja semoga nilainya bagus.

Rencananya aku mau absen dulu tapi kasian kalo cerita ini terbengkai, jadi tolong komen ya biar author semangat sama jangan lupa tinggalin jejak dengan vote, jangan pelit ya kan gratis.

Oke👌👌👌

CONVALESCE: Get A Cure For The EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang