8

21 3 0
                                    

18.15

Malam ini rumah Adam sangat ribut karena mereka berempat main dan menginap. Vallen dan Miya memasak sedangkan Theo dan Adam sibuk bertarung melawan di game online, sesekali mereka berteriak kesal saat tokoh yang mereka mainkan mati atau berseru senang saat berhasil mendapatkan sesuatu dari game.

"Mereka berisik sekali" keluh Miya yang sedang memasak saus keju untuk spageti. "Di sekolah ribut di sini apalagi, kenapa dimana mana telingaku selalu sakit"

"Sudahlah cacing di perutku sudah tauran minta jatah" kata Vallen yang sedang menyiapkan meja makan.

Tak lama aroma makan menggoda para pria yang masih sibuk dengan pacar kotak tipis mereka, sekoat tenaga mereka menahan hafsu untuk tak mendatangi sumber bau yang mengundang cacing perut mereka minta jatah demi menyelesaikan game namun segala sesuatu yang berurusan dengan perut tak bisa ditunda.

"Gila! Banyak banget masakannya!" seru Adam melihat makanan yang memenuhi meja lalu duduk di sebelah Miya dan makan dengan lahap, berbeda sekali dengan Theo yang kurang bersemangat mengunyah makanan di mulutnya.

"Siapa yang masak daging panggang ini?" tanya Theo lalu menatap Vallen yang sedang mengunyah daging panggang dan menunjuk dirinya sendiri sebagai jawaban. "Oh kakak, pantas saja dagingnya gosong"

Kata-kata Theo mendapat sambutan tawa dari Adam dan Miya ditambah sang adik ikut tertawa karena virus tawa yang membuat hati Vallen terasa panas dan mencoba menghentikan tawa mereka namun tak ada yang berhenti karena memang benar jika daging yang dipanggangnya sedikit gosong tapi karena tak terima mendengar pengakuan jujur adiknya, Vallen meneguk segelas air mineralnya dan menyemburkannya tepat ke wajah Theo sebagai balasan.

Ruang makan yang ribut dengan suara tawa itupun hening dan tergantikan ekspresi bingung dari sepasang kekasaih yang menatap takut pada pasangan kakak beradik yang saling menatap marah seakan siap mengejar satu sama lain seperti tom & jery. "Kenapa-" kata Theo di beri jeda untu bernafas. "Kenapa?!" tanyanya dengan tatapan menakutkan khasnya.

"Karena kamu jelek jadi aku sembur siapa tau jadi ganteng" ejek Vallen lalu kabur melihat adiknya berubah seperti tom yang kelaparan dan ingin memakan jery.

🍃

Malam semakin larut dan menyisakan Vallen yang sedang melamun di balkon sedangkan ya sudah terjun ke alam mimpi. Angin malam yang dingin mulai menampar wajahnya bersamaan dengan paru-parunya yang menghisap udara namun tak lama dada Vallen terasa sakit akibat terlalu lama menghisap udara bebas. Suara pintu balkon yang digeser terdengar dan tiba-tiba saja sebuah helm oksigen menutupi kepalanya diikut kemunculan seorang pria yang tak lain adalah Theo.

"Apa yang kakak lakukan di sini? Apa kau lupa balkon tak dilengkapi dengan sistem pelindung radiasi?" tanya Theo yang sekarang sedang bersandar di pagar balkon.

"Aku tak lupa, hanya ingin merasakan udara bebas" kata Vallen tanpa menatap sedikitpun pada adiknya.

"Iya tapi kita harus tetap waspada jika ada yang melihat kita dan lagi tak selamanya kita tahan dengan udara yang penuh radiasi dan racun ini" kata Theo mengingatkan namun tak tanggapi kakaknya.

"Ngomong-ngomong, apa pria yang tadi..itu..emm..pacarmu mungkin?" tanya Theo dengan merendahkan kata terakhirnya lalu mendapatkan tatapan maut dari kakaknya. "Kan aku bilang mungkin, jangan masukin ke hati dong" kata Theo membela diri namun malah ciut saat Vallen semakin menunjukkan mata galaknya.

"Bukan!" jawab Vallen ketus lalu melihat adiknya menghembuskan nafas lega mendengar pengakuan sang kakak.

"Yakin gak bohong..." pancing Theo menggelitik pinggang Vallen sampe tertawa tapi malah berakhir dengan adu tangan dan teriakan Vallen yang meminta adiknya berhenti. "Benerankan gak bohong.." kata Theo memeluk Vallen.

"Ih Theo!" seru Vallen memukul dada Theo ingin lepas. "Ihhh lepasin gak..lepasin gak!" serunya lagi ditengah malam saat drone polisi tiba-tiba terbang ke arah mereka. Kedua kakak beradik itu kembali masuk dan bersembunyi di balik tirai pintu geser balkon hingga sinar drone hilang.

"Tuh kan.. gara-gara kamu jadinya didatengin drone" kata Vallen menyalahkan setelah membuang nafas lega.

"Ih ko nyalahin, lagian itu drone emang cuma patroli bukan dateng gara-gara tadi" balas Theo lalu berjalan menuju kamar tamu diikuti Vallen yang menuju kamar utama karena dia dan Miya akan tidur di sana.

Saat Vallen masuk, Adam dan Miya sedang tidur sambil berpelukan di atas ranjang. Suara pintu yang terbuka membangunkan pasangan kekasih itu dan mengejutkan mereka bertiga.

Adam langsung berdiri dan mempersilahkan Vallen masuk. "Silahkan kamu ingin tidurkan?" katanya sambil melangkah keluar.

"Oh gak. Cuma mau ambil hp aja, bye" jawab Vallen lalu menutup pintu meninggalkan pasangan kekasih itu di kamar utama.

Vallen duduk di sofa ruang masih bergidik ngeri melihat apa yang mereka lakukan untungnya hanya sebatas tidur bukan bikin anak tapi gak tau juga nantinya gimana, intinya Vallen harus tidur dan sekarang sedang berbaring menghadap televisi.

Tapi sebesar apapun usaha Vallen untuk memejamkan mata, dia tak bisa terjun ke alam mimpi dan tak tau lagi sudah berapa kali dia mengubah posisi tidurnya. Fajar akan terbit beberapa jam lagi dan Vallen masih terjaga lalu suara pintu terbuka memunculkan seseorang yang tak asing baginya.

"Susah tidurkan sana ke kamar biar aku yang tidur di sini" kata Theo tanpa penolakan sedikitpun dari Vallen namun dia tak tega adiknya tidur di ruang yang dingin itu. "Cepet sana mau tidur nih ngantuk" kata Theo yang sudah nyaman berbaring di sofa.

Vallen masih berdiri di ambang pintupun meluncur ke kasur yang sudah menyambutnya dengan selimut dan bantal guling yang hampit seukuran tubuhnya namun kasur itu pun tak membuat tertidur, sinar bulan yang masuk melalui celah jendela menyinari kalung kristal berwarna biru pemberian Alex memancing air mata Vallen mengalir membasahi pipinya.

Isakan demi isakan ditahannya agar tak menimbulkan suara yang akan membangunkan Theo yang memiliki pendengaran sangat tajam sebagai kelebihannya menjadi defect lalu memeluk bantal guling sambil bergumam."Ayah..aku kangen" ucapnya melepaskan air mata dan mencoba tertidur.

🍃

Diluar sana seorang suffer terduduk lemas tak kuasa menahan radiasi yang semakin meracuni tubuhnya, helm oksigen masih setia berada di kepalanya dan terdengar suara teriakan anak laki-laki yang histeris melihatnya. "Ibu! Ibu..kenapa?" tanya anak itu tanpa helm oksigen dan terjatuh terbatuk batuk. Wanita yang dipanggil ibu itu segera berlari sekuat tenaga menuju anak laki-laki yang kesulitan bernafas.


Terlihat seorang anak perempuan juga berlari mendekati mereka lalu membantu anak laki-laki itu namun usahanya tak membuahkan hasil hingga sang ibu melepas helm oksigennya. "Ibu jangan!" seru anak perempuan itu namun terjatuh karena didorong ibunya saat ingin mencegah ibunya melepas helm.

Helm oksigen itu menempel di kepala anak laki-laki yang sekarang duduk dan memberikan helmnya lagi namun kunci helm itu dirusak ibunya. "Lia bawa adikmu pergi"

"Tapi ibu.." kata-kata Lia dipotong ibunya sebelum selesai bicara.

"Jangan pedulikan aku cepat bawa adikmu pergi". Lia menatap adiknya yang sedang menangis dan tak ingin meninggalkan ibunya namun Lia menyadari waktu untuk ibunya tak lama lagi dan dia tak bisa melakukan apapun hanya bisa menyeret adiknya yang meronta ronta dilepaskan.

"Xavion kembali!" seru Lia namun tak dipedulikan Xavion yang sekarang memeluk tubih ibunya yang lemas.

"Ibu..hiks..hiks..ayo pulang" kata Xavion mencoba menahan tangis namun air mata selalu lolos dari matanya. Wanita yang terbaring lemah itu tersenyum tipis mengusap punggung tangan anak laki-lakinya.

"Xavion..sayang" wanita itu memberi jeda. "Ingatlah kata-kataku, jadilah kuat dan lindungilah apa yang berharga bagimu" katanya lalu perlahan tertidur.

"Ibu?" panggil Xavion. "Ibu bangun" panggilnya lagi namun tak ada jawaban. "Ibu..hiks..ayo pulang..ayo bu..ibukan janji akan main dengaku". Kali ini Xavion tak bisa menahan tangis.

"Ibu!"

CONVALESCE: Get A Cure For The EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang