Not the One-Prologue

1.7K 199 20
                                    

“Ayo bercerai.”

Kalimat singkat itu menggema, menghancurkan hening diantara mereka. Seperti suara sound speaker yang memekik telinga saat kau nyalakan dengan keadaan volume paling tinggi. Mengagetkan, hingga jantungmu rasanya ingin keluar dari tulang rusuk. Tapi dengan cara yang menyakitkan untuk situasi yang seperti ini.

“Kenapa?” suara lembutnya masih terasa, seolah kesabaran di dada memanglah hal biasa, pula dengan kata perpisahan yang sekira tak lagi sebuah penyakitan di relung jiwa. Ia hanya ingin sebuah jawaban, agar melepas mungkin lebih baik daripada bertahan dengan kehambaran.

“Kau benar, aku tak bisa memaafkan. Aku merasa membohongi diriku dengan terus bertahan, tapi setiap hari hatiku sakit untuk mengingat luka. Aku bahkan tak bisa lagi menatapmu seperti dulu.” Makan malam ini memang mengerikan. Kesunyian yang merayap, diamnya merambat, serta hati yang kosong menambah suasana getir diantara kedua. Li tak suka, mungkin memang baiknya ia menyelesaikan semua ini, demi kebaikan.

“Kalau kesalahanku merubah sikapmu tentang kita, itu berarti aku tak cukup menjadi orang yang mengisi hatimu. Kau tak cukup mencintaiku untuk melupakan kesalahan.

Tapi kalau kau memang sudah berpikir sebuah perpisahan, mungkin aku bukan sebuah pilihan.” Rosie meletakkan kembali garpu dan sendok, seketika tak berselera. Meski pernyataan begitu tenang, namun hati diam-diam tersayat. Menahan mata untuk tak runtuhkan tetes air di dalamnya. Ayolah, ia sudah menebak luka, akan membawa mereka pada sebuah ujung masalah. Dan inilah akhirnya.

“Besok aku akan mengajukan perceraian kita. Ini semua membutuhkan waktu yang panjang, tapi aku akan menyerahkan rumah ini untukmu. Besok aku juga akan mulai mencari apartement sendiri.” Seperti esok akan kiamat saja, Li kelihatan terburu, nada bicaranya tergesa, dengan gerak tangan mainkan garpu dan sendok bersamaan, lelaki tampan itu makan secepat yang dia bisa. Seolah duduk dalam situasi seperti ini sudah amat memuakkan.

Hanya dentingan suara antara garpu, sendok dan piring beradu. Namun semua itu hilang antara lima menit kemudian. Lelaki yang biasanya tampak penuh senyum semringah setelah merasa kenyang dengan masakan yang memuaskan, hanya pakai muka datar, beranjak dari tempatnya duduk. Dan pergi meninggalkan sang Istri yang sebulan lagi akan menjadi seorang mantan.

Cinta seketika hanya berupa sebuah ulasan. Kau merangkai cerita sebegitu besar dan berhasrat, disertai kasih yang lekat seperti perekat. Tapi semua menjadi sebuah asa yang tak bisa dipertahankan hati. Dosa yang membuat semua untaian indah menjadi sebuah remahan roti. Tak ada harganya saat ini. Rosie menatap dengan senyum pedih, hampir tertawa memeluk luka.

Ruang makan dengan warna ceria hanya membawa duka. Gelap tak bernuansa. Bahkan rembulan padam tak ingin menyela diantara gulita rumah. Remang di atas tangga menjadi sebuah gema yang tak bersahaja, ketika ia harus menyaksikan suaminya dengan kemeja favorit dan celana hitam yang tampak gagah. Melangkah ke atas untuk mengambil kunci mobil, membawa jiwa itu pergi. Menjauh dari seluruh yang ada di rumah ini.

Random ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang