Not the One-Part 1

1.7K 200 28
                                    


Li tergila-gila pada Rosie. Itu sebabnya ia ingin segera mengikat janji, memiliki Rosie lebih dari pasangan kekasih. Yaitu, membuat bahtera sehidup semati—begitu sumpah keduanya dihadapan Tuhan, saksi, keluarga, hingga teman dan tamu undangan pernikahan.

Kecantikan istrinya, Roseanne Park yang kini jadi Roseanne Manoban, begitu membutakan. Apa yang ada dalam istrinya selalu hal indah ; tawa kecil, senyuman manis, sentuhan halus, suara lembut serta kecerdasan yang membuat seksi itu sangat menguar. Li kadangkala tidak kuat, pada segala yang dipunya Rosie adalah sebuah kelemahannya.

Li tak pernah jadi orang yang mudah lelah, ia selalu punya tenaga besar untuk menjalani hidup yang terjal. Kesuksesan yang melambung, pakaian bagus, rumah, kendaraan. Semua yang dia punya adalah pembuktian bagaimana ia selalu berjuang. Sekali niat tetap niat, begitupun saat ia ingin mendapatkan hati sang pujaan jiwa.

Namun entah mengapa, lelah datang seketika, saat ini, menatap sang istri yang kini tengah mengoles body lotion pada sekitaran paha. Baju piyama yang kelewat menggoda, paha yang seluruhnya terbuka, bahu cantik terpampang membuat pesona, serta jatuh rambut indah, membuat pemandangan yang sungguh Li tak kuasa diam saja.

“Bisakah kau berhenti?”

Ada gusar dalam nada, yang membuat Rosie langsung hentikan gerak tangan demi menatap sang suami tampannya. Heran jelas di mata, ia miringkan kepala penuh tanda tanya. “Apa ada yang salah?” tanyanya seketika, padahal Li selalu tahu rutinitas malamnya akan selalu seperti ini sebelum mereka tidur. Ia akan membersihkan wajah lebih lama, merapihkan rambut, untuk diakhiri mengolesi lotion pada tubuh agar kulitnya tetap menjaga kelembaban di musim gugur ini.

“Apa kau tidak lelah?” Li mengernyitkan kedua alis dengan ekspresi tidak suka. Ada hela napas lelah, serta tatapan yang rasanya ingin membuat sebuah amarah.

“Lelah? Maksudmu?” kenapa dengan suaminya ini? Dia bersikap rancu, apakah hari ini kesibukannya yang membuat dia jadi begitu? Tapi dia tengah bertanya padaku? Aku lelah apa memang? Kerjaanku di kantor hanya memeriksa hasil foto-foto yang dilakukan kemarin untuk edisi majalah minggu depan. Tak ada yang begitu melelahkan, selebihnya hanya bergosip bersama rekan sebelum ia pulang.

“Kenapa kau harus selalu tampil secantik ini? Semenggoda ini? Dan terus membuatku jatuh cinta, apakah kau tak lelah melakukannya?”


“Kenapa kau harus selalu tampil secantik ini? Semenggoda ini? Dan terus membuatku jatuh cinta, apakah kau tak lelah melakukannya?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mohon kuatkan mata, hati, tubuh, serta iman untuk ikut serta menikmati indahnya Rosie😭😭😍😍😘😘😘😋😋


Ada jeda detik kosong menengahi pembicaraan. Mulut Rosie ketika itu juga hanya menganga heran, namun selanjutnya hanya tawa kecil yang ramaikan ruangan. Serasa suara bidadari yang tengah membuat gema, tawa itu sontak buat Li semringah. Tubuh otomatis beranjak mendekat hanya untuk angkat sang istri dari duduk nyaman di kursi meja riasnya.

Tak hiraukan pekikan kaget dari yang tercinta. Ia hanya tersenyum lebar ketika Rosie pada akhirnya akan meletakkan tangan di lehernya. Menatap dengan cinta, serta hati yang berbunga.

“Aku belum selesai dengan kaki lainnya, Sayang.” Rosie hendak mengeluh, tapi membiarkan Li menaruhnya di atas tempat tidur, tubuhnya serta tak menolak ketika Li menindih dirinya dari atas, memberi kecupan hangat di sekitaran pundak serta leher yang terbuka.

“Kakimu yang lainnya tak akan berubah warna hanya karena sehari tidak mengolesi krim yang membuat pertunjukkan menggoda itu.” Li meraba paha Rosie yang sedari tadi sudah merayu manja, menekan gemas lantas naik hingga ke atas. Mencari yang ia sukai, sentuhan yang buat kalah sang istri.
Piyama seperti ini yang paling Li sukai, sebab ia tak perlu bersusah payah melepas celana. Rok dan gaun adalah favoritnya, karena bisa melakukan aksi langsung pada celana dalamnya.

“Iya, aku tahu Li Baby. Tapi—“ suaranya terhambat, tergantikan oleh sebuah desah halus ketika tangan nakal sang suami masuk ke celana dalam, membuat tarian antara jemari dan tengah selangkangan. Ia jadi tak pedulikan, bagaimana satu kakinya nanti kering esok harinya. Yang penting ia harus meladeni lelaki ini, karena saat ini Rosie telah kehilangan fokus diri. Terlebih sesaat kemudian kain tipis yang di bawah sana sudah main dilepas saja.

“Sweety,” Li mengelus pipi Rosie yang kemerahan, entah karena hawa panas sedang membara ataukah hasrat telah di atas kepala. Yang jelas, Li sangat suka. Ekpresi kenikmatan, suara desah, serta tubuh candu yang seringkali buat ia lupa berada di atas bumi.

“Lakukan saja.” Rosie tersenyum lembut memberi izin, menyaksikan sang suami yang kini dengan semangat melepas pakaiannya sendiri, mematikan lampu terlalu benderang—hanya meninggalkan sebuah cahaya remang dari lampu kecil dekat tempat tidur—lalu melompat ke atas tubuhnya hingga kasur bergetar menggerakkan manusia di atas sana. Ada pekikan kecil, namun tawa manis kemudian hiasi, menatap Li dengan gagahnya tampilkan tubuh berlekuk-lekuk kencang, serta apa yang tengah tegak di selangkangan sana. Dasar mesum. Senyum Rosie hiasi, melihat penampakkan indah sang suami. Namun dalam hati tak keberatan sama sekali.

“Karena aku sudah menahannya sejak kau selesai mandi satu jam yang lalu, jadi jangan heran jika aku akan bermain tidak pelan.” Li bukan tipe beringasan, tapi saat hasrat sudah di ujung derita, ia tak segan, maka itu jangan heran ketika kedua tangan kekar mencoba membelah gaun malam Rosie dengan penuh kekuatan. Namun pekikan dan pukulan kecil sang Istri langsung menghalangi niat. Ekspresi tak sabarannya jadi sebuah kebingungan.

“Tidak, Sayang, tolong jangan mencoba merobek bajuku lagi. Aku mengampunimu malam itu karena kau terlalu mabuk untuk sadar apa yang telah kau lakukan pada gaunku. Jadi jangan lakukan juga dalam keadaan sadar.” Rosie tampakkan wajah memelas, mengerutkan mata imut serta bibir sedikit cemberut. Meski Li bisa membeli banyak baju baru lagi untuk dirinya pakai, tapi ia tak bisa sembarang relakan pakaian yang sudah nyaman ditubuh. Apalagi gaun malam ini adalah salah satu yang ia sukai, kenangan saat malam pertama dengan Li. Jadi mohon dimengerti.

Cukup ketika Li pulang dari pesta kantor dalam keadaan mabuk lalu membuka lemari pakaiannya, mengambil salah satu gaun seksi lantas hanya untuk di sobek dengan mudah. Apalagi si Pelaku langsung tertidur setelah melakukan kejahatan, dan hanya bangun dengan wajah pesakitan, sebab sakit kepala yang tak bisa ditahan.

“Oh, maaf Sweety.” Li beri cengiran lucu, akhirnya menyibak gaun itu untuk lepas dari tubuh indah Rosie, melemparnya ke lantai tak peduli, sebab yang ia cari adalah ini; menampilkan bra warna pastel yang sungguh seksi. Tak perlu repot melepas, hanya menyingkap ke atas, untuk kemudian mulut menangkap apa yang ada di dalam sana. Membuat desah lembut sang Istri kembali menggema, hiasi suasana remang kamar yang kelihatan seperti ruangan seksi untuk bercinta.

Sementara korban suamilah yang pada akhirnya mesti melepas bra, melempar benda yang biasanya membuat pelengkap pakaian dalam, kini hanya sebuah kain penganggu diantara aktifitas panas mereka.

Menikmati mulut lihai lelaki itu mengulum setiap kulit diantara dada sampai leher, tiap napasnya membuat remang bulu halus, buat Rosie jadi tak tahan, ia makin terangsang. Terlebih Li kini dengan sengaja memainkan yang ditengah sana tanpa berniat memasukkan, yang membuat gerak tubuh jadi kian tak sabar.

“Sayang,” Rosie menangkup rahang kuat suami, mencari segala perhatian mata saat ini. Sebab tubuh sudah tak kuasa untuk menerima segala serangan sana-sini dari tangan dan mulut sang ahli. “Kau sebenarnya ingin bercinta denganku sekarang atau tidak? Jangan membuat istrimu yang sudah pasrah ini jadi orang tak sabaran.”

Ada tawa keras keluar, sesaat Li memberi senyum dan tatapan jahil. Mendengar keluhan Istri membuat ia makin ingin mengerjai, namun belum apa-apa tangan lembut itu telah meraih yang jadi kelemahanannya. Li menggeram sebagai reaksi, melirik tajam Rosie, yang saat ini beri senyuman nakal sebagai bentuk godaan.

“Kau membuatku ingin balas dendam, Sayang.” Li melepas tangan Rosie dari cengkeraman lembut pada pusat hasratnya, menggenggam erat kedua tangan kurus Rosie naik ke atas kepala agar tak bertingkah. Karena ini saatnya ia melakukan aksi sesungguhnya. Menyatukan dua dari perpisahan, geram dan desah jadi satu kesatuan. Pertanda permainan telah dimulai.

Li membuat gerak halus seperti ombak menabrak pasir di pantai. Decit ranjang jadi suatu suara peraduan yang buktikan bahwa panas yang dibawah, telah merambat sampai atas kepala. Keringat mulai membuah, otot kian mengerat keluar ke permukaan.

Desahan kenikmatan sang Istri jelas jadi sebuah benang penarik bagi Li, memancing gerak tubuh makin terburu. Ia menggeram hingga tempat tidur seolah hampir mematahkan pondasinya. Perut mulai menekan otot, panggul membentur keras, dan sakit-nikmat itu bertemu dengan sebuah pencapaian. Li mencengkeram tubuh sang istri dengan sebuah pelukan hangat, saat semua hasrat berhasil ia satukan menjadi sisa keringat. Panas membuta kini jadi sebuah napas lega. Li tersenyum sambil kecup mesra, katakan cinta dan makin peluk erat tubuhnya.









I knowwww~
It's been really long time since I wrote smut.. so don't complain if it was bad🥺🥺

Random ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang