Not the One part 4

855 147 7
                                    

No edit, gue mau lanjut nulis soalnya.




“Umma dan Appa, serta Mommy dan Daddy kamu, Chaeyoung-ah. Jelas tidak mendukung keputusan semacam ini. Kalian bahkan belum punya anak tapi sudah ingin bercerai saja? Apakah cinta semudah itu pudar diantara kalian?” Umma mendesah berat, memandang anak dan mantu perempuannya yang tak ingin saling tatap muka, mereka bahkan memberi jarak diantara duduknya, yang muat diisi untuk dua orang ditengah mereka.

“Mommy pikir kalian harus pikirkan semua ini baik-baik dulu sebelum memutuskan untuk benar-benar berpisah. Bicarakan, utarakan secara jujur. Mommy ingin kalian terbuka satu sama lain agar masalah yang membuat keretakan ini sedikit merapat.” Mommy Park jelas merasa sedih, apalagi memandang putri kesayangannya pasang raut wajah lesu seolah gairah dalam hidupnya telah ditelan oleh waktu. Belum lagi penampilan kuyu Limario dengan janggut dan kumis tipis tumbuh di muka, sangat bukan mencerminkan penampilan kesehariannya yang selalu terlihat rapi.

“Kami akan menunggu lagi, setelah kalian benar-benar yakin.” Kedua wanita paruh baya itu beranjak bersamaan, memutuskan segera pulang, meninggalkan kedua manusia yang masih berstatus suami-istri diruang tamu dengan kecanggungan mengundang sepi mencekam.

“Kau harus maklumi, mereka sudah pasti akan punya reaksi seperti itu, segitu belum Daddy-Appa yang datang.” Rosie menenangi Li yang senderkan kepala dengan pejaman mata yang seolah isyaratkan rasa frustasinya. Menenangkan lelaki itu seolah ia tak butuh juga, seolah ia juga bukan orang yang tersakiti, seolah ia juga tidak ambil dalam masalah ini, seolah semuanya bukan dunia yang ia hadapi saat ini.

“Apa kau tidur dengan lelaki itu?” Li tegakkan kepala menatap Rosie, wajah datar seolah ia bukanlah manusia melainkan robot yang tengah bicara. Kaku, tidak ada eskpresi.

“Aku tidak melakukannya. Kau adalah satu-satunya lelaki yang meniduriku selama ini.” Begitu pun Rosie, mungkin tangisan telah berada pada ujung lelah. Ia merasa pasrah dan jiwanya entah berada dimana. Ia hanya merasa, mungkin melepas adalah sebuah kebaikan bagi keduanya.

Li menatap cukup lama, menciptakan hening tanpa kata. Hanya memandang Rosie dengan segala kecantikan, yang jelas masih ia kagumi hingga detik napas ini. Tapi rasanya, hancur telah meremukkan akal sehat. Ia tak ingin bersama lagi. Li terlalu mencintai tapi semua ini jadi sebuah pesakitan baginya.

“Chaeyoung-ah,” Li tersedak air mata yang entah sejak kapan menbanjiri pipinya. Tangisan tiba-tiba itu bahkan membuat Rosie sontak mendekat hanya untuk memegang bahunya yang kini bergetar hebat. “Lepaskan aku, Sayang. Aku mohon.” Akhirnya inilah yang akan jadi kata terakhir ia meminta. Tangisan yang kini terpendam pun pecah juga. Dan pelukan Rosie akan jadi sebuah salam perpisahan saat ini.

Random ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang