Meet Stranger?

55 7 1
                                    

Sudah sekitar dua hari penuh, pria yang memakai pakaian compang camping dengan rambut hitam hampir memenuhi sebagian dahinya itu terlihat berjalan dengan lunglai tanpa arah.

Matanya menelisik ke sembarang orang, seakan meminta bantuan dengan siapa saja yang ia temui kala itu.

"oh God, please help me. I'm so hungry. Oh no no, I'm so thirsty." lenguhnya.

"bring back my money, bitch ! Damn it !" gerutunya sedikit keras membuat siapa saja yang berada disekitarnya langsung menoleh mendengar suaranya.

"haha, saya sudah tidak waras rupanya." ucapnya bermonolog.

Tak lagi menghiraukan tatapan aneh semua orang, ia memutuskan untuk berhenti di depan sebuah toko yang sudah tidak berfungsi. Sebuah bangku panjang yang sudah agak lapuk itu ia gunakan untuk beristirahat.

Ia kembali menerawang masa lalunya beberapa hari terakhir sebelum kejadian ini menimpanya.

"haha, tidak seharusnya aku ikut acara itu." gumamnya.

Ia teringat, ketika dirinya bersikeras untuk ikut lomba dance di negaranya, Thailand. Dengan imbalan berlibur ke Korea Selatan dan hadiah uang senilai berjuta juta bath. Siapa yang tidak tergiur?

Apalagi, kemampuan dancenya sudah tidak diragukan dan memang ia ingin sekali datang ke negara yang sudah ia beri julukan negara "sial" mulai sekarang ini.

Liburan yang ia kira akan menyenangkan, pergi ke Namsan Tower, berfoto dan berbelanja disana, memakai 'Hanbok', mencicipi aneka cemilan di pasar Seoul, nyatanya hanya mimpinya belaka setelah dua orang berbadan kekar memaksanya untuk memberikan seluruh barang dan uang miliknya.

Kebahagiaannya hilang dalam sekejap.

"so cruel, haha. Lalu buat apa aku tetap hidup. Lebih baik mati kelaparan di negara orang. I'm stranger." ia bermonolog lagi, sebelum akhirnya memutuskan untuk menutup matanya.

Berharap ada seseorang yang berbaik hati menolongnya ah atau bahkan... Tidak sama sekali.



🐑



"permisi?"

Mata pria itu terbuka, mengernyit menatap sinar matahari sore yang menusuk matanya.

"bangun, kak. Jangan tidur disini."

Ia mencoba mengambil nyawanya yang masih belum utuh itu untuk segera bangkit duduk, menerka siapa yang telah menganggu waktu tidurnya.

"who?" tanyanya.

Didepannya kini nampak seorang pemuda beralis tebal, bermata tajam, berambut cokelat kehitam hitaman, tengah duduk sembari menatapnya iba.

"oh? Are you foreigner?" tanya pemuda tersebut dan dibalas anggukan olehnya penuh curiga.

"yes, I'm foreigner, oh no no no. I'm stranger. And don't look at me like that." jawabnya.

Pemuda itu tersenyum.

"so, where are you from?"

"oh I'm from Thailand. I just came here cause I won a dance competition. And--

"you got a prize to holiday in here, right?" potong pemuda tersebut.

"then, yeah, everything has gone now."

"my name is Xiao Dejun, you can call me Xiaojun or Dejun, as can as you can, okay?" tiba tiba pemuda didepannya ini memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangannya seraya tersenyum tulus.

"oh and I'm stranger, my name is Chittaphon Leechaiyapornkul." balasnya menjabat tangan pemuda itu.

"it's so hard to spell your name. Your nickname please?"

"Ten."

Pemuda bernama Xiaojun itu langsung menganggukkan kepalanya seraya mengeluarkan sesuatu dari tas setelah melepas jabatan tangannya dengan orang yang menyebut dirinya sendiri 'stranger'.

"wear this, and put on your ear." ucapnya seraya menyerahkan sepasang benda kecil berwarna abu abu.

"what is it?" tanya pemuda bernama Ten itu.

"pakai saja. Itu akan berguna untukmu nanti."

"translator, right?" tebak Ten setelah memakai benda kecil tersebut.

Sangat menarik.

"kau sangat membutuhkannya kan? Dulu saat aku pertama kali datang kesini, seseorang memberiku benda itu." jelas Xiaojun.

Mata Ten terbelalak kagum. Ia dapat memahami ucapan Xiaojun.

"woah, are you foreigner too? Like me?"

"yes, I'm from China. Aku sudah sejak kecil pindah kesini bersama orang tuaku." Xiaojun membalasnya dengan tawa kecil.

Entah kenapa orang didepannya ini terlihat menggemaskan saat terkejut akan suatu hal.

"oh iya, lalu kau tinggal dimana sekarang?"

Butuh jeda waktu sedikit lama untuk membalas pertanyaan Xiaojun yang masih saja tertawa gemas melihat Ten memicing micingkan matanya kebingungan mendengar benda tersebut menerjemahkan ucapannya.

"ah sorry, I understand now. Uhm, I don't have anything, especially home?"

"ke rumahku saja? Mau?" tawar Xiaojun.

Ten mengangguk sebelum menggeleng dan mengangguk lagi.

"then what about your parents? they can surprised to see you with a stranger like me." tanyanya.

"i'm alone now. My parents was gone, about three years ago, accident maybe." jawab Xiaojun yang terdengar biasa saja namun terdengar mengerikan bagi Ten.

"oh sorry, I don't now."

"jadi, bagaimana?" tawar Xiaojun sekali lagi.

"okay, If I don't bother you."

Xiaojun menggeleng, "tentu saja tidak."

"oh wait, what's your reason for being too kind with me? I'm stranger." Ten tiba tiba menatap penuh curiga ke arah Xiaojun.

"mau tau? Ikuti aku."

Tiba tiba saja hawa menjadi sangat aneh ditambah dengan senyuman licik Xiaojun membuat Ten bergidik ngeri.

"ayo ikut !" seru Xiaojun yang langsung menarik tangan Ten untuk segera menyebrang jalan.

"what the fuck is that ! Oh shit ! Take it off, Xiao Dejun !" pekiknya yang terus meronta ronta agar dilepaskan.

Tapi tetap saja, tenaga Ten yang memang tidak lebih besar dari Xiaojun, memaksanya untuk mengikuti langkah lelaki didepannya ini.

'yasudah, jika memang ini jadi takdirku. Lebih baik mati ditangan orang ini kan daripada mati membusuk tidak ada yang tahu?'







October, 2019

See The Vision - WayVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang