Prolog

7 0 0
                                    

Bagi mereka, hari itu merupakan hari yang tergolong biasa saja. Tidak ada sesuatu yang spesial dan menonjol, kecuali sebuah pertemuan kecil yang mereka anggap tidak penting.

Tahun ajaran baru menyapa. Kelas baru, buku baru, teman baru, guru baru, tempat duduk baru... Selalu seperti itu setiap tahun. Dan setiap tahun pula, ketika tahun ajaran berganti, itu merupakan awal dari hal-hal yang akan menjadi berbeda nantinya. Setidaknya hal ini berlaku bagi mereka. Namun, hingga jam istirahat pertama di hari pertama menginjak kelas 6 SD, mereka belum mengalami sesuatu yang menjadi pertanda adanya perubahan signifikan dalam satu tahun ke depan.

Pagi itu, tepat pukul 9.00, bel tanda istirahat pertama berbunyi nyaring. Hampir seluruh murid di kelas mana pun berhamburan pergi ke kantin bersama teman-temannya. Hanya segelintir murid yang memiliki kepentingan khusus harus menunda jam makan paginya.

Hal yang berbeda terjadi di kelas 6D. Bila dilihat sekilas melalui celah pintu oleh guru piket, kelas tersebut sudah kosong. Nyatanya, masih ada dua murid di dalam yang sebenarnya bisa dan boleh ke kantin saat itu juga, tetapi keduanya sengaja mengulur waktu makan pagi mereka.

Setelah dua menit sama-sama terdiam tanpa sepatah kata pun, yang laki-laki berjalan ke arah perempuan yang sedang berdiri melamun sambil menatap ke luar jendela. Si cowok menepuk bahunya, membuatnya menoleh. Saat itulah mata mereka bertemu, saling melempar tatapan yang sulit dimengerti. Selama satu menit penuh keduanya enggan melepas diri dari tatapan intens itu.

Dalam diam, tanpa kata-kata, hanya melalui tatapan, mereka saling menyapa, "Hai."

Senyuman tersungging dari keduanya. Mereka mencoba kata lain, namun tak bisa. Akhirnya tawa kecil mereka berderai.

"Hai," ucap mereka di waktu yang bersamaan, dengan suara dari mulut yang terasa merdu.

Yang perempuan tersenyum. "Baru kali ini aku liat kamu," ucapnya.

Lawan bicaranya ikut tersenyum. "Aku juga."

Di antara mereka tidak ada yang membahas tentang sapaan tadi. Mungkin mereka tidak mengerti, atau mungkin mereka tidak sadar bahwa sapaan tersebut keluar alami dari lubuk hati.

"Mau ke kantin?" ajak si cowok, lalu dibalas dengan anggukkan.

Mereka berjalan keluar kelas berdampingan menuju kantin. Suasana koridor sekolah yang didominasi tembok bercat kuning gading itu sudah sepi. Untuk yang pertama kalinya, kesepian tersebut memberi ketenangan dan kehangatan tersendiri bagi keduanya.

Sesampainya di kantin, mereka duduk berhadapan tanpa memesan makanan atau minuman apa pun. Mereka hanya berbicara satu sama lain, menatap manik mata satu sama lain, dan sama-sama menikmati ramainya suasana kantin pagi itu.

Saat itu mereka tidak menyadari, bahwa mereka tidak pernah berkenalan. Bahwa mereka sudah mengetahui nama satu sama lain entah darimana.

Rio & RiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang