Sooyoung cuma mampu terdiam dengan mulut menganga lebar, sementara bulatan bakso ukuran besar yang belum sempat di kunyahnya masih bertengger di atas lidah. Membuat Jennie yang duduk di depan Sooyoung memukul punggung tangannya.Membuat sendok besi yang Sooyoung pegang tanpa sengaja membentur bibirnya dengan keras. "AKH JENONG! SAKIT TAU!!!"
Sooyoung memang belum menurunkan sendoknya dari depan bibir, ngomong-ngomong. Dan Jennie juga tidak sengaja, niatnya cuma menyadarkan Sooyoung yang terlalu terpesona pada sosok adam yang baru saja memasuki warung bakso kaki lima di seberang kantor tempat mereka bekerja.
"Kunyah dulu itu baksonya, hampir aja ngglinding keluar mulut."
Sooyoung mencebik, namun juga menuruti ucapan Jennie pada akhirnya. Setelah itu kembali berhenti mengunyah karena merasakan perih luar biasa pada bibir bawahnya dan meringis pelan.
"Kok perih ya Jen?" Tanyanya membuat Jennie kembali mendongak. Memperhatikan bibir Sooyoung yang agak membengkak. "Perih banget Jen, sumpah. Berdarah nggak?"
Jennie menggeleng, "nggak kok, cuma bengkak." Katanya lalu meraih tangan Sooyoung. "Maaf ya, gue nggak maksud."
Sooyoung cuma mengangguk, dia juga tahu kok kalau Jennie tidak bermaksud menyakitinya. "Pinjem hape dong, hape gue di dalem."
Jennie menunduk, mengambil ponselnya dan memberikan pada Sooyoung yang langsung meraihnya dan menyalakan fitur kamera.
"Yah.... Jelek banget Jen." Kata Sooyoung sambil meraba bibirnya. "Kayak abis di sengat lebah."
Sooyoung tertawa pelan. Menertawai bibirnya yang terlihat lucu di depan kamera. Jennie cuma diam, masih merasa bersalah atas bengkaknya bibir Sooyoung. Sampai sudut matanya menangkap sesuatu di ujung sana yang menatap lurus ke arahnya. Membuat Jennie lantas menoleh sempurna menghadap sosok itu.
Oh bukan! Ke arah sahabatnya!
"Masih perih?" Tanya Jennie ke Sooyoung. Tapi matanya masih terus melirik ke sudut sana. "Masih dikit, kenapa?"
"Ntar beli salep aja sebelum balik kantor." Sooyoung cuma mengangguk. "Sekarang, coba noleh belakang!"
Sooyoung awalnya bingung, tapi menurut juga setelah Jennie melotot. Mata Jennie seolah memaksa Sooyoung untuk menoleh sekarang juga, membuat Sooyoung akhirnya menurut.
"Tuh kan!" Heboh Jennie setelah Sooyoung menoleh.
Sooyoung hanya menipiskan bibir begitu melihat objek yang Jennie tunjuk justru melengos. Jadi sibuk dengan dunianya sendiri. "Apasih?!" Sahut Sooyoung kesal.
Jadi melampiaskan pada Jennie yang terus heboh 'tuh kan! tuh kan!' terus. Kuping Sooyoung jadi panas. Bibir perih, kuping panas. Berasa penyakitan.
"Taeyong. Daritadi ngelihatin lo mulu. Kode tuh! Kali aja ternyata lo nggak bertepuk sebelah tangan."
Sooyoung cuma bisa diam mendengar celotehan Jennie. Bukan tidak percaya, cuma tidak mau berharap. Kalau ternyata harapannya tidak berharap balik kan sakit. Lagipula, bayangan Taeyong yang terus menatapnya itu sempat tertangkap kamera ponsel Jennie yang tadi dia gunakan.
Tapi sekali lagi, Sooyoung cuma tidak mau berharap.
"Kak, ini punya siapa?"
Sooyoung menunjukkan benda kecil di tangannya ke arah Wendy. Menanyakan siapa pemilik benda itu dan kenapa meletakannya di meja kerja Sooyoung. Tapi respon Wendy hanya gelengan pelan. Dan Sooyoung menyerah, hanya mengedikkan bahu acuh.
Memilih duduk sebentar sambil memainkan ponselnya. Menghabiskan sisa waktu delapan menit sebelum jam istirahatnya usai.
Tangan Sooyoung bergerak lincah scrolling pada layar ponselnya. Sampai pada salah satu postingan seseorang, jarinya terhenti. Mengetuk ikon di atas postingan sebuah foto estetik itu, sampai terpampang lebih banyak lagi foto estetik dari pemilik akun yang sama.
"Eh? Dia nyantumin nomor telepon?"
Iseng, Sooyoung mengetuk tulisan biru sebelah kiri di bawah bio sang pemilik akun yang berdampingan dengan tulisan e-mail di sebelah kanannya.
Mata Sooyoung membelalak kemudian. Masih tidak percaya kalau nomor itu adalah benar, Sooyoung menyimpannya.
"Taeyong." Eja Sooyoung saat menuliskan nama pemilik nomor.
Setelah tersimpan, Sooyoung lantas mencoba mengecek dengan aplikasi berlogo telepon hijau. Lagi-lagi mata Sooyoung membelalak. Nomor asli, dan si ceroboh Taeyong itu mencantumkannya di bio medsosnya?
Biar apa? Daftar kontaknya berubah jadi asrama putri?
"Cih!"
Mood Sooyoung mendadak turun begitu saja. Padahal tadi begitu tahu kalau nomor Taeyong adalah asli, Sooyoung senang bukan main. Tapi begitu menyadari pemikirannya mungkin saja benar, Sooyoung jadi emosi.
Sekarang, bukan saja bibirnya yang perih. Hati Sooyoung juga mendadak terasa perih.
Pada akhirnya, Sooyoung tidak jadi menghabiskan waktunya untuk bersantai. Gadis itu jadi memilih menyalakan komputernya, mengerjakan pekerjaannya lebih awal biar cepat selesai lalu pulang.
Sooyoung rindu kasur. Mau mengistrihatkan hatinya yang kembali sakit oleh senior baik hati yang menolongnya semasa SMA dulu.
"Soo, hapenya bunyi dari tadi. Kok nggak di angkat?"
"Hah? Iya? Oh---iya kak Wen. Hehe...."
Sooyoung meringis kikuk kearah Wendy sementara tangannya meraih ponselnya yang masih berbunyi. Dan.....
"Hah?! Taeyong!!!"
Terkejut dengan suaranya sendiri, tangan Sooyoung secara reflek mengangkat panggilan dari Taeyong itu. Tapi pada akhirnya malah jadi panik sendiri nyaris melempar ponselnya saat Taeyong bersuara.
"Sooyoung?"
"I-i-i....." Sooyoung menarik nafas. "Iya, ini Sooyoung. Kenapa ya?"
Sumpah! Sooyoung gemetar sekujur badan.
"Salepnya di pake biar besok bengkaknya langsung hilang."
"Iya."
"Jangan cemberut cemberut, ntar kerjaannya berantakan di marahi atasan."
"Iya."
"Fokus juga kerjanya, jangan teriak-teriak. Malu di lihatin."
Muka Sooyoung memerah tanpa sadar. Sumpah! Sooyoung malu. Baru sadar juga kalau ternyata di jadi pusat perhatian satu ruangan. Mau protes juga, tapi lagi-lagi yang keluar malah: "Iya."
"Nanti pulangnya sama saya."
Dahi Sooyoung mengerut, ingin bertanya tapi lagi-lagi cuma "Iya." Yang keluar sebagai jawaban.
"Nikahnya juga nanti sama saya."
Sooyoung yang lama-lama jengah sendiri akhirnya mendengus. Menghela nafas sebelum menjawab. "Iya...."
Dan akhirnya tersadar.
"EH---IYA????"
Aduh, apa Sooyoung salah bicara?
publish satu dulu, ngantri. hehe