Yang terlintas di pikiran Renjun saat pertama kali membuka mata adalah, pertanyaan soal dimana dia berada sekarang. Dan kenapa pipi bagian atasnya terasa perih dan agak dingin.Seperti ada sesuatu yang mengalir disana.
Juga kenapa bisa dia lupa menyalakan lampu kamarnya saat hari sudah petang dan di luar sedang badai? Seingat dirinya sendiri, Renjun bukanlah orang yang pelupa juga pemalas.
Sangat bukan Huang Renjun sekali.
Sampai pada akhirnya, mendadak sebuah pemikiran di luar logikanya yang kadang masih seperti bocah menariknya menuju fantasi soal film thriller yang tempo hari dia tonton. Apa Renjun di culik oleh seseorang yang memilik kelainan pada kejiwaannya?
Nah, Siapa yang tahu kan? Terlebih lagi sekarang kaki dan tangannya seolah mati rasa karena terlilit sesuatu. Wah! Bahkan Renjun baru sadar soal itu.
Jadi benar ya Renjun di culik.
"Berhenti berpikir aneh, Renjun. Kamu bisa di tertawakan Jisung kalau dia dengar isi pikiranmu." Gumamnya lirih.
Mencoba berpikir logis meskipun sebenarnya logikanya sudah menguap sejak membuka mata barusan. Ya, pikiran soal culik-menculik sudah terlintas di otaknya sejak kegelapan menyapanya saat membuka mata.
"Teruslah berpikir aneh, Renjun. Kamu makin terlihat menawan saat melakukan itu."
Tubuh Renjun tersentak, tubuhnya gemetaran saat menoleh ke samping. Bertepatan dengan kilat yang membuat bayangan seseorang terlihat duduk di sofa ujung tepi ruangan sana.
Suara tawa lembut mendadak mengalun indah menyapa telinga Renjun, "aku manusia, Renjun."
Ah, leganya. Jujur saja, Renjun baru saja berpikir yang menyeramkan soal wanita itu. Ya begitulah Renjun dan segala pikiran anehnya. Walaupun sebagian besar dari pemikirannya adalah kebenaran.
Klack!
Merasa cahaya yang mendadak menembus matanya, mata Renjun terpejam. Mengedip berkali-kali di detik selanjutnya, menyesuaikan pandangan saat merasa seseorang duduk di sekitarnya.
"Loh? Kak Sooyoung?"
Senyum Sooyoung merekah, begitu pula Renjun yang melihat ternyata Sooyoung-lah yang bersamanya. Atasannya di tempat Renjun bekerja paruh waktu.
Sooyoung wanita baik. Pasti Sooyoung yang menyelamatkannya dari tindakan (mungkin) kriminal yang baru saja dia alami. Melihat bagaimana lembutnya perilaku Sooyoung saat melepas ikatan di tangan dan kakinya.
"Kamu baik?" Tanya Sooyoung dengan mematri senyum manis. Yang di tanggapi dengan hal yang sama oleh Renjun. "Aman, kak!" Sahutnya semangat.
Mengangguk berkali-kali dengan mata berbinar. Sangat lucu, "tapi pipi aku kok perih ya kak? Tangan kaki juga mati rasa."
Sooyoung lagi-lagi menanggapinya dengan senyuman. Tanpa kata tangannya membuka kotak obat yang entah sejak kapan ada di pangkuannya.
Pertama, meraih salep dan mengoleskannya ke pergelangan tangan juga kaki Renjun yang berubah warna menjadi merah ke-unguan. Kontras dengan kulit putih bersih milik pemuda itu.
Selanjutnya masih dalam diam, Sooyoung meneteskan antiseptik ke sebuah kapas putih sampai agak lembap. Lalu menempelkannya pelan-pelan ke pipi atas Renjun yang di hiasi darah kering serta goresan lumayan panjang.
Diamnya Sooyoung membuat Renjun juga ikut diam. Tidak mengeluarkan suara selain ringisan berkali-kali saat rasa perih melanda pipinya yang ternyata tergores dan berdarah.
Tapi akan sangat tidak sopan bagi Renjun jika terus diam, "makasih ya kak, kakak baik dan selalu baik sama aku."
Maka itu, Renjun akhirnya angkat suara begitu semangkuk bubur dari Sooyoung sudah tandas di lahapnya.
Sooyoung tersenyum, membalas senyum Renjun yang makin melebar saat melihat Sooyoung juga tersenyum. "Nanti aku janji deh, bakal makin rajin kerjanya. Tepat waktu dan jarang bolos. Oh iya, nanti kalau aku pulang, aku bawain kak Sooyoung bekal hotpot deh ke café."
"Kenapa nggak bikin di sini aja?"
Renjun nyengir begitu di ajukan pertanyaan itu oleh Sooyoung, "di rumah masih ada bahan sisa bikin hotpot kak, jadi irit nggak usah beli lagi."
"Sayangnya, kamu nggak bisa pulang Renjun. Nggak bisa sampai kapanpun."
"Eh? Kok gitu kak?"
Sooyoung membalas kerlingan bingun Renjun dengan senyum. Lagi dan lagi. Tapi kali ini bukan senyum seperti sebelumnya. Senyum aneh yang membuat Renjun ikut berpikir aneh kembali. Mengikuti alur pemikirannya yang memang selalu aneh dan di luar logika.
Apalagi saat Sooyoung justru berdiri sambil terus mematri senyum itu. Berbalik melangkah ke arah pintu dengan sekujur tubuh meremang saat Sooyoung membalas pertanyaannya. Terdengar jelas di telinga Renjun, meski saat ini mata dan kepalanya justru terasa semakin memberat.
"Karena kamu, boneka aku."
Bertepatan dengan itu, Renjun yang kembali ambruk di atas ranjang milik Sooyoung. Dan masih dengan mematri seringai, jemari lentik Sooyoung meraih gagang pintu, menariknya dan menutup pintu sewarna kayu itu dengan pelan.
"Kamu punya aku, Renjun."
hao! aku balik nih!
hehe makasih banget pokoknya buat comeback-nya red velvet tadi sore sama ke -uwu- an renjun yang bikin aku pengen ngantongin anak virtualku itu huhutapi btw ya, aku kok mikir aneh sama mv psycho yg part-scene wendy ya?
wkwkwk masa aku mikirnya kalo lagu itu tuh kayak buat cinta sesama jenis nggak sih? hahaha ngawur banget akutuh :"
soalnya tuh ya gimana? pas liat english translatenya jadi mikir gitu apalagi pas itu ada scene joy narik wendy hahahagila banget aku dan segala pemikiran anehku tuh :"(((
dan padahal ya, candy tuh harusnya buat story-story sweet ending. eh malah gini.
maafkan aku kawans!
dan ternyata, aku punya dua draft buat candy yang belum di publish. publish sekarang atau nanti aja kalau mendadak aku ngilang lagi? hehe