Mungkin, kalau yang namanya tatapan mata bisa mencokel mata lawan, itu pasti sudah terjadi dengan lelaki yang duduk tenang seolah tidak terjadi apapun di depan Sooyoung ini. Bersedekap sambil sesekali menyesap kopi dari cangkirnya yang masih terlihat mengepulkan asap.Abai dengan tatapan Sooyoung yang kelewat tajam.
Dan akhirnya Sooyoung berdecak keras, meniup poni dan mendengus layaknya banteng. "Langsung aja kenapasih?!"
Lalu di hadiahi sebelah alis yang naik tinggi-tinggi, "apanya? Nikahnya? Oh, boleh. Bagus malah."
"Anj-----" astaga, Sooyoung hampir terlepas mengumpat. "Oke, sabar Sooyoung.... sabar.... orang sabar jodohnya Park Seo Joon."
"Salah, orang sabar jodohnya saya."
Mengalah, Sooyoung memutar bola mata. Sudah capek menghadapi oknum manusia tidak tahu diri bernama Minhyun ini. Kelewat jengah Sooyoung tuh, Minhyun terlalu santai padahal Sooyoung sudah mencak-mencak dari tadi.
"Ngapain sih dari tadi diam aja? Ngomong!"
Meletakkan cangkir di meja, Minhyun bertopang dagu. Masih dengan gaya santai, menatap Sooyoung tepat di matanya, "Ngomongin apa? Pernikahan kita? Kan udah pasti tanggalnya."
"Saya kan nggak bilang mau!"
"Kenapa? Kamu punya pacar? Setahu saya kerjaan kamu kan ndekem di kamar. Mana ada yang mau sama kamu?"
Wah! Memang sialan manusia satu ini. Kalau Sooyoung tidak ingat dia sebelumnya menjatuhkan harga diri untuk menghubungi Minhyun lebih dulu mengajaknya bertemu, sudah Sooyoung tendang mukanya sekarang juga. Sayangnya, pengorbanan Sooyoung bakalan sia-sia kalau di tendang sekarang sementara mereka belum mencapai kesepakatan.
"Ya situ mau sama saya."
Minhyun berdehem, mengalihkan pandangan dengan muka merah. Ah, apa Sooyoung yang salah lihat?
"Terpaksa."
Sahutan itu membuat Sooyoung bertepuk tangan sekali dengan semangat, "nah bagus itu!"
"Bagus apanya?" Tanya Minhyun, kembali menoleh dengan bingung pada Sooyoung yang mengangkat bahu acuh, "batalin!" Sahutnya santai.
"Nggak!"
"Kenapa enggak? Katanya terpaksa?"
"Sekali nggak ya tetap nggak!"
Sooyoung kembali mendengus keras. Tangannya meraih garpu kecil bekas cheesecake-nya di atas meja. Mengarahkannya tepat di depan hidung Minhyun. "Mau lo apasih?! Colok juga nih mata lo!"
"Cih," meski sempat kaget, Minhyun akhirnya mendecih pelan. Balik menatap Sooyoung, "bar-bar!"
"EMANG BAR-BAR! MAKANYA BATALIN!!!"
Sooyoung terengah setelah mengamuk. Mengabaikan keterkejutan pelanggan lain akan teriakan serta bantingan garpunya yang mengenai piring cheesecake di meja.
"Gue tuh bar-bar lo kalem, gue pengangguran lo pengusaha, gue jelek dan lo ganteng, banget malahan! Kita bertolak belakang, kayak langit dan bumi. Makanya batalin! Gue nggak mau nikah sama lo!"
Minhyun diam untuk beberapa saat. Cukup terkejut dengan Sooyoung yang tiba-tiba mengamuk mengeluarkan semua unek-unek yang mengganjal di hatinya. Yang sedikit banyak juga ikut melukai hati Minhyun.
Mereka memang di jodohkan. Minhyun juga tidak suka awalnya, apasih? Kolot! Begitu pikirnya. Tapi kalau mendengar alasan Sooyoung yang berdasarkan ke-minderan Sooyoung terhadap dirinya, maka hal itu tidak bisa di terima Minhyun begitu saja.
"Bukannya bagus? Saling melengkapi." Minhyun tersenyum. Cukup mengejutkan Sooyoung karena senyumnya kali ini tulus, tidak seperti sebelumnya yang seperti ejekan dan senyuman jenaka yang tersirat main-main.
Dan makin terkejut saat Minhyun tiba-tiba meraih tangannya di atas meja. Menggenggam dan mengelusnya dengan lembut, "saya nggak peduli kamu siapa, status kamu apa, dan apa kerjaan kamu."
"Kamu cantik, pantas untuk saya yang kata kamu tampan."
Muka Sooyoung memerah parah mendengarnya, apalagi saat Minhyun megarahkan telapak tangan Sooyoung ke depan bibir untuk di cium. Duh juga, tatapan itu loh..... boleh mimisan tidak sih?!
"Gimana bisa saya batalin? Kalau nikahin kamu itu adalah takdir yang di gariskan Tuhan untuk kita? Nggak bisa. Paten! Kamu takdir aku, aku takdir kamu. Udah titik!"
Udahlah Sooyoung mau pingsan aja.