"Kita memang saling bertatap setiap kali berjumpa, walau pada kenyataannya hati kita saling terluka dengan luka yang tidak akan pernah bisa sembuh"
-Lntng05-
Mulutnya berkali-kali terbuka-tertutup, terbuka dan tertutup. Ya seperti itulah yang ia lakukan saat ini. Perkataan yang ingin ia katakan seolah hilang dimakan lamunan dan kekecewaan.
Sedang Nadewa hanya bisa merunduk dalam, tak berani menatap manik mata hitam yang kini hanya dapat melihat ke arahnya dengan tatapan tajam namun terlihat penuh luka.
"Huft.....gua gak tau harus ngomong dari--"
"Tuh udah ngomong, jadi gak perlu bingung buat ngomong darimana"
Menatap tajam, Liana membalas "Bisa diem gak? Lu udah tau salah, gak usah banyak ngomong! Diem sama dengerin apa yang gua omongin. Ngerti?!" Mengangguk patah-patah, ia langsung menjadi anak penurut.
"Maaf"
Di hirupnya oksigen dengan penuh kekuatan, kemudian ia mengeluarkannya dengan penuh rasa malas "Capek gua, dew! Kenapa Tuhan harus mempertemukan kita dalam situasi kayak gini?"
Nadewa menggeleng samar "Aku gak t--"
"DIEM!"
Mulutnya terbungkam tanpa membuka sekecil pun, seakan-akan tidak membiarkan udara sedikit saja masuk "Lu tuli atau gimana?! Udah jelas-jelas salah! Gak usah ngejawab"
Ia bersidekap dada, kakinya memutar 180° hingga mata yang tadinya menatap, kini jadi beralih memunggungi "Gua kecewa sama lu, dew"
Tak ada yang membalas ucapannya, mungkin yang perduli padanya Angin dan pergerakan pohon saja.
"Yang gua kenal dari lu, meski kita baru ketemu tapi gua paham apa sifat lu dan apa yang bukan sifat lu! Sebelum ke sekolah! Lu makan apaan?!" Di balikkan lagi badannya, ia jadi bebas menatap mata Nadewa.
Mengernyit bingung, dia menggeleng tidak paham "Kenapa cuman geleng-geleng aja?! Jawab!" Bentakan Liana membuatnya membungkam mulut rapat-rapat.
Tadi siapa yang menyuruhnya untuk tidak banyak bicara? Memang sepertinya kaum Cowok selalu wrong.
"Siapa yang nyuruh aku diem? Kamu kan?! Terus kenapa jadi marah-marah?!"
Indra pendengarannya mendengar nada Sewot dari mulut seorang Nadewa. Eits, dia tidak bisa diginikan. Maksudnya dia tidak bisa di sewoti oleh siapapun.
"Ya lu nya gak usah sewot juga, goblok! Emangnya gua ngapain elu, hah?" Tangan Nadewa menutup ke dua lubang hidungnya, ia menatap Liana dengan tatapan geli.
"Gak usah hah-hah-hah-hah sama aku! Mulut kamu bau terasi!"
Kakinya beranjak dari pijakan yang ia pijak sebelumnya, memijak tempat baru yang berada dekat dengan Liana berdiri.
"Aku tau kenapa kamu kecewa sama aku, pasti gara-gara sifat aku kayak cewek kan?" Liana menengok ke samping kirinya, di tatapnya mata Nadewa sebelum ia kembali melengos sedih.
Dia menggeleng "Bukan itu maksud gua! Pokoknua gua kecewa berat sama lu!"
"Sifat Nadewa yang gua kenal kayaknya bukan kayak begini deh! Dia itu kayak cewek, lemah lembut kayak banci, pemberani tapi boong, pinter tapi mustahil, dan kayak cowok tapi itu cuman khayalan semu!" Lanjutnya dengan wajah muram.
Nadewa terdiam seribu bayangan, maksudnya bahasa. Di raihnya tangan Liana namun segera di tepis kasar oleh gadis itu "Jangan jadi kayak cowok brengsek! Cukup jadi banci dan pertemanan kita bakal lancar lahir batin!"
"Lah tadi katanya aku kayak cowok tapi cuman khayalan semu! Sekarang giliran udah jadi cowok--"
"YA TAPI ITU BEDA!!!" Teriakaannya mengundang seluruh penghuni yang menempati halaman belakang. Bukan penghuni dalam arti kata makhluk gaib, tetapi manusia.
"Ya terus kayak gimana, nana?!"
"Bacot!"
Liana menghirup nafas dalam, dan lantas ia berkata yang perkataannya membuat sisi gelap Nadewa muncul.
"Gua udah mutusin sebaik-baiknya! Kalo lu sama gua bakal bikin kesepakatan! Lu bantu gua untuk jadi cewek bener, dan gua bakal bantu lu buat jadi cowok tangguh!"
"Dan caranya.... Kita harus pacaran! Tapi inget, pacar boongan! Gimana? Deal?"
"Deal!"
"Awal-awal emang boongan, tapi seterusnya bakal gua bikin jadi kenyataan!"
******
Satu-satu. Aku sayang, nana
Dua-dua. Juga sayang, nana
Tiga-tiga, tetep sayang nana.......
Satu dua tiga, kita cuma temenIa menggoyang-goyangkan tangannya kesana-kemari, di nyanyikannya lagu tentang kasih sayang kepada orang tua yang ia ganti menjadi sayang kepada nana.
"Berisik, ogeb! Suara lu bagus banget, agak-agak mirip sama suaranya Lucinta Luna"
Mengerucutkan bibir, Nadewa berkata "Ish pacar! Kamu gak boleh gitu sama aku, jangan galak-galak. Nanti aku gak sayang sama kamu lagi loh!"
Deg
Lu sayang sama gue, dew? Gak mungkin kaleng-kaleng macem elu bisa suka modelan kek gua
"Udah diem ah! Sebentar lagi bel ke tiga bakalan di bunyiin! Jadi lu diem aja oke?" Kepalanya mengangguk lucu "Iya, enggak oke"
Di raihnya buku tulis yang berada di atas meja, ia daratkan mulus kepada kening Nadewa. Sehingga pria itu menjadi "Awh mamih! Nadewa tuh gak bisa di giniin!"
Liana mengerutkan dahi bingung, kenapa suaranya seperti di paksakan? Dan itu, kenapa bisa ada tahi lalat di ujung mata Nadewa. Apakah? Nadewa sendiri yang menggambarnya?
"Nadewa" Yang di panggil menolehkan kepala, suasana kelas begitu bising, mengakibatkan suara Liana harus terkoar-koar nyaring.
"Apa?"
"Kok di uju--
Kringgggg!
Bel si alan
KAMU SEDANG MEMBACA
Liana
Teen Fiction"Yang harusnya berjuang tuh elo! Bukan gue. Yang harusnya ngelindungin tuh elo! Bukan gue. Takdir mainin perasaan kita berdua! Hubungan ini gak bisa gua lanjutin. Sekarang! Anggap aja kalo kata Kita, gak bakal pernah ada setelah ini" "Tapi kalo sete...