Suara bel pertanda surga dunia akan di kunjungi berbunyi nyaring. Bel pertanda jam istirahat berbunyi itu di pencet tiga kali oleh guru meja piket. Memberitahu supaya semua murid bisa mengunjungi kantin pada jam istirahat.
"Pacar! Keluar yuk!" Pekikan nyaring Nadewa membuat seluruh siswa atau siswi jadi menoleh kepadanya.
Saina sudah tau, malah orang pertama yang mengetahuinya adalah Saina sendiri. Dia tau karna Liana membertahunya lewat Chat. Tetapi gadis itu juga bilang jika ia dan Nadewa hanya berpura-pura saja.
Salah satu dari mereka ada yang berteriak nyaring, seakan akan memancing singa Liana tuk
"NADEWA SAMA LIANA PACARAN?!"
Saina sudah tau, malah orang pertama yang mengetahuinya adalah Saina sendiri. Dia tau karna Liana membertahunya lewat Chat. Tetapi gadis itu juga bilang jika ia dan Nadewa hanya berpura-pura saja.
DEG!!
Nadewa Asu!
Ia memejamkan matanya erat, melawan bisikan-bisikan gaib yang ternyata sudah mengganggu ketenangannya.
"Sumpah demi apa?! Kok Liana mau sih pacaran sama dia?"
"Heem, kesannya kayak gak laku gitu"
"Apa jangan-jangan Liananya yang ganjen, mentang-mentang Nadewa ganteng terus dia di kasih pelet?"
"Bisa jadi, soalnya kan ya lu tau sendiri"
"Galak-galak tapi muna!"
"Diem-diem menghanyutkan!"
Brakk!
"GUA EMANG PACARAN SAMA DIA! KALO MAU PROTES SILAHKAN DI DEPAN ORANGNYA--"
"MULUT DI TARO DI DEPAN, BUKAN DI BELAKANG! ITU MENGAJARKAN SUPAYA LU NGOMONG DI DEPAN, BUKANNYA DI BELAKANG!"
Meja yang berada di hadapannya ia gebrak keras, di remasnya kertas putih yang berisikan gambar-gambar Abstrak yang sekarang sudah tidak berbentuk menjadi kertas lagi.
"Pacar! Udah..."
"DIEM! LU JUGA SAMA-NYA! GUA UDAH PERNAH BILANG! KALO HUBUNGAN INI CUMAN----" mulutnya membungkam cepat, lututnya seakan lemas tak bertenaga.
Dia hampir keceplosan.
Semua orang menatapnya bingung, tetapi tidak lagi berbisik-bisik seperti sebelumnya "Huft......tahan Liana tahan!" Nafasnya ia atur se-stabil mungkin. Tidak mungkin kan ia menonjok orang di sini?
Itu sama saja mencari kesialan sendiri tanpa di panggil.
Tok
Tok
"Permisi, Liana nya ada?"
Menolehkan kepala, Liana mendengus keras. Emosinya memang hampir stabil, tetapi naik lagi setelah kedatangan titisan planet Mars!
Para mata yang menatapnya bingung, kini menjadi mengalihkan tatapan mereka ke arah ambang pintu. Disana sudah berdiri sosok Most Wanted sekolah yang tidak pernah di kenali Liana sebelumnya.
Tetapi kalau sekarang ia sudah mengenalnya.
Rasyid
"Ada! Dia lagi ngamuk!" Di tatapnya tajam seorang Saina, ia mengkode melewati matanya agar Rasyid di suruh pergi saja.
Mengetahui arti tatapan itu, Saina tersenyum jail "Kenapa, na? Lu nyuruh gua usir, Rasyid?" Dia membuka mulutnya lebar, tanpa sadar semua kaum Adam menatapnya kagum.
Dia terlihat sangat lucu. Mata bulat yang bertambah bulat ketika ia melotot, dan juga mulutnya yang terbuka sangat lebar.
"RASYID! GUA DI SURUH NGUSIR LU SAMA LIANA! KATANYA LU TERLALU GANTENG UNTUK DIA LIAT! JADINYA DI---HMPPPPH!!!"
Liana membekap cepat mulut lemes Saina, tak perduli jika sang empu memberontak lantaran kehabisan nafas. Liana kampret! Rutuk Saina dalam hati.
"Owh gua di suruh pergi, ya udah gua--"
"Eh JANGAN!" Tersenyum penuh arti, Rasyid berjalan mendekatinya. Ketika sudah sampai, di raihnya jemari-jemari mungil itu sampai sangat pas di genggamannya. Ada rasa hangat setelahnya.
Menatap Rasyid gugup, Liana bertanya "Ma-u- ke-mana?"
"Kantin" Suaranya sangat lembut, dia jadi baper. Semua kaum Hawa juga sama. Mereka baper.
Namun, baru ingin berjalan, ia merasa jika tangan yang terbebas dari genggaman di tarik kencang dari belakang. Menyebabkan dia jadi terjungkal menabrak dada bidang seseorang.
Brukk
"Pacar! Kamu sama aku aja"
Kembali ke awal, Liana menaruh rasa curiganya pada Nadewa. Tidaklah Nadewa sekuat ini ketika menarik tangannya, dan mengapa suaranya seakan di paksakan?
"Kan kita itu pacaran, ya jadi harus sama-sama--"
"Siapa?" Menatap Liana jenaka, Nadewa bertanya "Siapa maksudnya?"
"Lu siapa?!"
Di alihkannya pandangannya kepada luar jendela, ia tak berani menatap Liana "Na-dewa lah! Emangnya siapa lagi!"
"Boong!"
"Apa--"
"PERHATIAN! WAKTU ISTIRAHAT SEBENTAR LAGI AKAN HABIS. SILAHKAN DI MANFAATKAN WAKTU TERSEBUT SEBAIK-BAIKNYA. TERIMAKASIH!"
Shit! Kenapa selalu bel yang ngengganggu?!
Dia berlari, tetapi sebelum itu ia hempaskan tangan Nadewa dan semakin mempererat genggamannya pada tangan Rasyid. Sekali lagi, adegan mereka seperti Drakor.
Romantis tetapi menyakitkan.
*****
"
Gua gak tau harus gimana! Dia bukan dia yang sebenarnya! Nadewa itu lugu tapi bloon, Nadewa itu manis tapi ngeselin! Nadewa itu--"
"Ekhem! Mendingan kita makan dulu, sayang makanannya nanti mubazir. Kayak hati gua, mubazir, gak ada yang mau nempatin" Di ambilnya sendok aluminum dan ia langsung memakan bakso pesanannya dengan gerakan cepat.
Ia cemburu
Apalagi melihat raut wajah Liana disaat gadis itu tengah menceritakan tentang Nadewa. Penuh kegembiraan, namun tersirat luka pedih di dalamnya.
"RASYID! GUA PUNYA IDE!" Dia menggebrak meja, memang kebiasaannya dari kecil yang suka menggebrak meja, jadinya terbawa sampai besar.
Para mata memandanganya jenaka, di lihatnya pergerakan Liana se-detail-detailnya sebelum Rasyid mencela
"GAK USAH NGELIATIN! DIA PUNYA GUA!"
Deg. Deg. Deg
Liana menatap Rasyid tajam, berbeda dengan jantungnya yang sedang berdetak cepat. Aliran darahnya seakan di berikan Listrik bertegangan tinggi.
Mengetahui tatapan Liana, Rasyid terkekeh pelan "Bercanda!"
Mengapa rasanya sakit?
"Tadi mau ngomong apa?"
Malas menjawab, Liana hanya menatapnya bingung.
"Tadi katanya mau ngomong!"
Dia tertawa, berbanding terbalik dengan hatinya yang tersenyum getir "Owh itu-haha-itu ya..gu-e lupa!" Ia merunduk, tak mau menatap sekeliling yang tampak indah.
"Gua punya ide!" Dia mendongak, melihat Rasyid yang sekarang sudah berdiri dan berjalan ke arahnya.
Di saat sudah sampai, pria itu merunduk, mendekatkan mulutnya kepada telinga Liana. Apakah Rasyid tidak sadar jika perlakuannya membuat hati Liana berdesir hebat?!
"Lu minta ke dia buat main ke rumahnya, kalo dia gak ngijinin...."
"Kalo dia gak ngijinin?"
"Gua siap nganter!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Liana
Teen Fiction"Yang harusnya berjuang tuh elo! Bukan gue. Yang harusnya ngelindungin tuh elo! Bukan gue. Takdir mainin perasaan kita berdua! Hubungan ini gak bisa gua lanjutin. Sekarang! Anggap aja kalo kata Kita, gak bakal pernah ada setelah ini" "Tapi kalo sete...