RADHEIRA 50

917 22 2
                                    

'Tidak ada yang benar benar terlambat. Kita tata hati kita bersama sama, kita perbaiki diri kita dengan seksama. Sampai saatnya kita pantas untuk memulai cerita.' 

*****

Dheira berdiri merenung di jendela kaca pada kamarnya. Meminum matcha hangat kesukaannya sembari menatap jalanan yang basah karena jejak hujan.

Pikirannya melayang pada sosok lelaki yang sudah berhasil mencuri hatinya, yang katanya juga sudah mencintai dirinya. Tapi Dheira kembali dibuat ragu. Dua hari berlalu bahkan ujian pun sudah selesai tapi lelaki itu tak kunjung memberikan kepastian apa apa.

Dheivin seperti sudah melepaskan dan tak berjuang apapun untuknya. Meskipun Dheira mencoba melupa namun ia tidak bisa. Hatinya masih saja mengharapkan orang yang sama.

Entahlah, Dheira lelah. Ia lelah dengan semua drama, ia lelah dengan semuanya. Berharap dalam hati, Tuhan dapat membantunya menata hati.

Suara ketukan pintu membuat Dheira kembali sadar, ia berjalan mendekati pintu itu dan membuka kuncinya.

"Kenapa mas?" Tanya Dheira saat tahu itu adalah Rival. Tanpa menjawab, Rival melenggang masuk ke dalam kamar adiknya. Duduk di sofa seperti biasanya.

"Mas ihhh aku tanya juga!" Kesal Dheira.

"Mas mau ngomong sesuatu, sini duduk." Rival menepuk samping ia duduk.

Dheira pun menuruti, "Ngomong apasih?"

Rival mengelus puncak kepala adiknya sebentar, lalu menghembuskan nafas berusaha mencari kata yang pas untuk disampaikan. Karena Rival tahu, apa yang akan ia sampaikan ini bukanlah sebuah hal mudah bagi Dheira. Atau mungkin saja akan sangat susah untuk Dheira menerimanya.

"Mas...?" Tanya Dheira bingung. Agak aneh melihat tingkah kakaknya. "Lama deh," cibirnya.

Sampai beberapa detik kemudian kalimat itu berhasil Rival utarakan, membuat Dheira tak punya kata yang tepat sebagai jawaban.

*****

Danu, Ari, Rangga dan Gilang sedang menikmati dinginnya malam disebuah tempat Billiard langganan mereka. Mereka sangat merasa bebas karena sudah menyelesaikan ujian. Namun, ada yang kurang. Dheivin tak ikut bergabung.

Keempatnya sadar, Dheivin sedang tidak baik baik saja. Lelaki itu benar benar kembali menjadi sosok yang dingin dan cuek. Dheivin seperti sedang berusaha memahami dirinya. Tapi, yang keempatnya lihat, Dheivin justru seperti orang kelelahan, frustasi dan rapuh yang kapan saja bisa hancur.

"Gimana? Nyambung ngga, Nu?" Tanya Gilang saat Danu berdecak untuk yang kesekian kali karena nomor Dheivin yang tidak aktif.

"Ngga anjir. Sumpah gue khawatir sama si Dheivin."

Mendengar itu Gilang dan yang lainnya menghela nafas gusar, "bukan Lo doang Nu yang khawatir, tapi kita semua juga. Lo semua tau kan keadaan terakhir Dheivin kayak gimana pas hari terakhir ujian, dia keliatan ancur banget." Tutur Gilang.

"Bener banget Lang. Ditambah juga dua hari ini dia nggak ada on medsos, di grup juga dia nggak pernah nyampur," Rangga ikut bersuara.

"Kita ke rumah nya sekarang. Kita samperin dia, gue yakin banget Dheivin lagi nggak baik baik aja." Kata Ari yang langsung disetujui.

Saat keempatnya sudah berniat untuk melangkah pergi, tiba tiba saja ponsel Danu berbunyi, "tunggu bentar." Titahnya.

Danu menyerngit melihat nama yang tertera pada ponselnya, "Alena? Tumben banget nih orang nelfon gue."

RADHEIRA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang