Awal Dari Semua

155 50 12
                                    

“Maaf Zian, kamu gagal dalam tes buta warna ini.”

“G… gagal dok? Kenapa?”

“Kamu mengalami buta warna parsial”

Deg.

Aku tersentak mendengarnya. Tak percaya dengan kata-kata itu.

Ibuku menatap diriku, “Kamu buta warna yan?”

Aku menggeleng. Menatap ibuku dengan sendu.

“Tidak. Aku tidak buta warna.”

Ingin rasanya aku mengatakan hal itu. Namun lidah ku terasa kelu. Nafasku tercekat. Aku tak mampu mengucapkannya.

Ibuku meminta kepada dokter untuk mengulang kembali tes tersebut. Tapi hasil yang kudapatkan tetap sama. Aku tetap gagal dalam mejalani tes ini.

Dan aku pun harus menerima kenyataan bahwa aku mengalami buta warna parsial.

Di dalam ruangan besar ber cat putih ini terasa menyesakkan. Rasanya aku tak mampu bernafas dengan baik. Dan orang yang berlalu lalang di sekitar ku, mereka hanya seperti sebuah siluet.

Cuaca hari ini terlihat cerah di luar. Namun bagiku kini, semuanya terasa kelabu. Semuanya gelap. Tak ada secercah cahaya.

Ini adalah hal yang tak pernah kuduga dalam hidupku. Rasanya mimpi-mimpi ku hancur seketika.

Mungkin aku harus mengucapkan selamat tinggal kepada sekolah impian ku. Sekolah yang aku idam-idam kan sejak dulu.

Haha. Lucu sekali. Aku harus mengorbankan mimpi ku hanya karna mengalami buta warna parsial.

Entahlah, kini aku merasa bingung akan hidupku.

Siapa yang harus aku salahkan dalam hal ini? Tuhan? Tidak mungkin.

Ibuku? Atau diriku sendiri?

***

Aku menarik napas panjang. Mengumpulkan semua kekuatan dan keberanian.

Hari ini adalah hari pertama diriku masuk ke sekolah baru. Dengan jenjang yang lebih tinggi.

“Akuntansi”. Ya, inilah jurusan yang kupilih di SMK.

Sebenarnya bukan jurusan inilah yang ku mau. Aku tidak pernah berharap sekalipun untuk masuk ke jurusan akuntansi.

Apa boleh buat, hanya di jurusan ini yang tidak memakai surat keterangan buta warna.

Terpaksa? Mungkin.

Tapi ini lebih baik jika dibandingkan dengan aku yang harus masuk ke SMA.

Aku datang pagi-pagi sekali ke sekolah ini. Ternyata, sekolah sudah ramai dengan anak-anak baru yang masih memakai pakaian putih biru.

Raut wajah mereka terlihat gembira, namun juga cemas.

Ah… memang, awal masuk sekolah adalah saat-saat yang menegangkan.

Dan kini, aku sedang berharap bahwa ini hanyalah sebuah mimpi di tidurku. Yang akan menghilang jika aku membuka mataku.

Be PatientTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang