7 - Harta Yang Paling Berharga Adalah Keluarga

59 5 5
                                    

Cahaya matahari yang menyorot dari jendela kamar membuat gue terbangun kemudian menutup gorden karena silau. Suara alarm di bawah bantal menghentikan gerakan gue menarik selimut untuk kembali tidur dan betapa terkejutnya gue saat mengambil ponsel lalu melihat jam yang tertera di sana.

07.25




Mampus.





Gue telat.




Telat banget.


Mengabaikan alarm yang masih menyala gue langsung ngibrit lari ke kamar mandi. Nggak ada acara bengong-bengong dulu meratapi kehidupan sambil main air kayak biasanya. Gue harus cepet, pokoknya gue nggak boleh ketinggalan ulangan Ekonomi pagi ini.

Setelah mandi secepat kilat dan siap-siap pergi sekolah gue turun ke bawah yang ternyata sepi nggak ada siapa-siapa.

Biasanya kalau pagi duo racun yang bangunin gue buat sekolah, tumben tadi nggak.

Udah pada ngampus kali, ya?

Sambil menunggu ojol datang, gue keluar lewat dapur nyari ibu di halaman belakang.

"Mau kemana Dip?"

Gue noleh liat Faisal mematikan motor yang dibawanya.

"Sekolah, Sal."

Kedua alis Faisal mengkerut, "jam segini?"

"Iya."

"Serius?"

Ya emang kenapa?

Telat juga manusiawi kali.

Ponsel gue bergetar ada notifikasi dari ojol yang gue pesan katanya dia sudah sampai.

"Udah telat, duluan Sal." Pamit gue meninggalkan Faisal yang terbengong di tempatnya.

Gue menutup pintu rumah menghampiri ojol di depan pagar.

"Adipa Salsabila?"

Gue mengangguk nerima helm yang ojol itu berikan.

"Sekolahnya emang jam segini, teh?"

Gue nyerinyit denger pertanyaan ojolnya.

Apa, sih?

Kayak nggak pernah telat aja.

Gue cuma senyum nggak menjawab terus naik ke atas motor.

"Kalau sekolah sore gini biasanya pulang jam berapa?"

"Hng?"

"Tetehnya kalau sekolah sore suka pulang jam berapa?"

Gue menggaruk pipi yang tiba-tiba gatal, "kurang tau ya A, saya sekolahnya pagi semua nggak pernah sore."

Bukan menyalakan motornya dan mengantar gue ojol itu bicara lagi.

"Terus sekarang ngapain?"

Masih menggaruk pipi gue menghela nafas. "Ya sekolah, masuk pagi." Ucap gue mencoba sabar.

Elah, banyak nanya nih ojol nggak tau apa gue udah telat.











"Tetehnya ini ngigo ya? Sekarang kan udah sore, udah jam 4 lebih."










Gerakan tangan gue terhenti natap mas nya lewat spion.

"Jam 4 lebih?" Ucap gue mengulang perkataannya.

"Iya."

Gue melongo.

"Tuh lihat kalau nggak percaya." Ucapnya memperlihatkan jam di ponsel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When I Was 17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang