Pertemuan Tak Sengaja

650 17 2
                                    

Sabtu ini, Mey telah bersiap - siap untuk pergi ke toko buku untuk mencari bahan tugasnya. Namun sayangnya Siska tak bisa ikut karena ada acara keluarga. Jadi terpaksa Mey pergi sendirian. "Mey, kamu mau kemana?" tanya  Irma. Tak biasanya Mey keluar rumah Weekend ini. Jadi Irma sedikit heran melihat Mey yang sudah rapi seperti sekarang. 
"Mau ke toko buku ma, sebentar. Buat nyari bahan tugas" jawab Mey.
"Sendirian?" tanya Irma lagi. Mey hanya mengangguk. "Kemarin sih janjian sama Siska, tapi tadi Siska telpon katanya mau k Bandung, ke rumah neneknya gitu" jelas Mey pada Mamanya. Irma mengangguk paham. 

"Ya udah, kamu hati - hati aja." kata Irma. 
"Iya mamaku sayang. Pergi dulu ya ma" sahut Mey sembari mencium tangan mama. Lalu melangkah pergi.

Mey pergi ke toko buku yang biasa ia kunjungi. Ia sering kesini karna toko buku ini sangat lengkap. Dan harganya pun terbilang standar. Mey menyusuri setiap rak buku di toko tersebut. Mencari - cari buku yang menurutnya cocok untuk di jadikan bahan tugas persentasi kuliahnya. Tiba - tiba, tak sengaja ia menabrak seseorang, hingga buku yang ia bawa pun jatuh. "Ehh, sorry sorry,. Gak sengaja" kata Mey pada pria yang ia tabrak. Pria itu hanya tersenyum, "Gak apa - apa kok. Gue juga yang salah" jawab pria itu.  Mey pun berjongkok, dan membantu mengambil bukunya yang  berserakan. Pria itu pun ikut berjongkok. 
"Sekali lagi maaf ya" kata Mey lagi. Pria itu pun berdiri. "Iya, gak apa - apa kok" jawab pria itu. Mey menatap salah satu judul buku yang tengah di pegang pria itu. "Love story?" seru Mey. Pria itu menatap Mey heran. Namun sadar saat melihat buku yang ia pegang sejak tadi. "Oh ini?" tanya pria itu seraya mengacungkan bukunya. Mey hanya mengangguk. 

"Gue emang suka baca novel. Ini salah satu novel yang baru terbit. Kebetulan juga udah nunggu novel ini lama banget" jelasnya. Mey ber - "Oh" saja seraya manggut - manggut. Pria itu mengulurkan tangannya pada Mey. Mey menatap bingung. "Gue Dirga" ucapnya memperkenalkan diri. Mey terperangah. Namun akhirnya menjabat tangan Dirga. "Gue Mey" jawab Mey singkat.  

"Mey?" tanya Dirga meyakinkan. 
"Iya, nama gue Mey. Kenapa emang?"
"Ehh, gak apa - apa. Kayak pernah denger aja gitu"
"Oh ya? Dimana?"
"Ahh, gak tau. Lupa. Hehehe"

Mey pun terkekeh. Dirga melihat buku yang Mey bawa. "Loe lagi nyari buku ya? tanya Dirga. "Iya, ada tugas presentasi gitu. Jadi ini nyari buku buat bahannya" jelas Mey. Dirga mengangguk - angguk paham. "Ya udah, gue bantuin ya?" tawar Dirga. "Gak usah, nanti ngerepotin" tolak Mey. 
"Udah gak apa - apa" tawar Dirga lagi. Mey pun akhirnya mengangguk. Mereka pun berbincang - bincang ringan. Dirga juga sesekali memberikan ide untuk bahan persentasi Mey. Dan tentu saja Mey menanggapinya dengan hangat. Tanpa Mey sadar bahwa sedari tadi ia sudah membiarkan Dirga menjadi temannya. Tanpa Mey tau, bahwa sejak tadi Dirga tak pernah melepaskan pandangannya dari Mey. 

Setelah mendapat semua buku yang ia perlukan, Mey pun pamit pulang pada Dirga. "Gue pulang dulu ya" pamit Mey. "Loe pulang naik apa?" tanya Dirga. "Naik taksi" jawab Mey sekenanya. 
"Taksi?" Dirga tak yakin. Mey hanya mengangguk. "Kalo gitu gue antar loe pulang gimana?" tawar Dirga. "Gak usah Ga, gue bisa pulang sendiri kok" tolak Mey. Bukan Mey tak suka diantar Dirga. Tapi Mey merasa khawatir saja karna Dirga begitu baik padanya. Apalagi mereka baru kenal beberapa jam yang lalu. Itu membuat Mey sedikit risih. Melihat kecemasan di wajah Mey, Dirga hanya tersenyum. Ia paham jika Mey  menolak. Mana ada sih wanita yang mau diantarkan oleh orang asing. "Tenang aja Mey, gue bukan orang jahat kok. Gue cuma niat anterin loe doang. Gak ada maksud lain lagi" jelas Dirga. Mey terkejut. Dirga seperti membaca semua isi pikirannya. 
"Kalo loe gak mau gue gak maksa kok" kata Dirga lagi. Mey menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Emang gak ngerepotin?" tanyayakin. Akhirnya Mey mengangguk setuju. Ia pun mengikuti langkah Dirga ke tempat mobil Dirga terparkir. 

"Loe tinggal dimana?" tanya Dirga setelah mereka melaju. "Eumm, di perumahan Melati" jawa Mey. "Wah kebetulan aku lewat sana juga" kata Dirga. 
"Oh ya? Brarti aku gak ngerepotin dong?" tanya Mey
Dirga tertawa. "Sama sekali gak" jawab Dirga. Ada rasa hangat dari balik senyum Dirga. Itu membuat Mey merasa aman. Mey tak pernah sedekat ini dengan seorang pria selain Gilang. Apa lagi saat Gilang pergi meninggalkannya, ia sama sekali tak pernah merespon pria manapun yang mencoba mendekatinya. Berbeda dengan sekarang ketika ia bertemu Dirga beberapa jam yang lalu. Ia merasa tertarik untuk menjadi teman Dirga. 

Mobil Dirga berhenti tepat di depan rumah Mey. "Ini rumah kamu?" tanya Dirga. "Iya. Mau mampir dulu?" tanya Mey menawarkan. Dirga menggeleng. "Gak usah, lain kali aja" jawab Dirga. Mey mengangguk. "Kalo gitu gue masuk dulu ya. Makasih udah nganterin gue" pamit Mey. Dirga hanya mengangguk. Namun saat Mey hendak melangkah masuk, Dirga segera meraih lengan Mey. Mey terkejut. Lalu menatap menoleh Dirga. Ia menatap Dirga heran. Dirga yang menyadari bahwa sedari tadi mencengkram lengan Mey jadi salah tingkah. Ia pun melepaskan lengan Mey. "Sorry Mey, gue gak__" kata - kata Dirga terhenti ketika Mey tersenyum padanya. 
"Gak apa - apa kok" sahut Mey. Dirga menghembuskan nafas lega. 

"Gue boleh minta nomor WA loe gak?" tanya Dirga akhirnya. Mey tersenyum. "Boleh" sahutnya. Ia pun menyebutkan nomor WA nya. "Thanks ya Mey. Kalo gitu gue balik dulu" pamit Dirga. "Ok, hati - hati ya" ucap Mey disertai anggukan Dirga. Dirga masuk kedalam mobilnya. Menurunkan kacanya sebentar lalu melambai pada Mey. Mey membalas lambaian Dirga. Lalu mobil Dirga pun melaju meninggalkan rumah Mey. 

****

"Itu siapa Mey?" tanya Irma pada anaknya begitu Mey telah masuk ke dalam rumahnya. "Oh, itu Dirga  temen Mey" jawab Mey sekenanya. "Temen cowok?" tanya Irma penuh selidik. "Iya ma. Beneran cuma temen kok" jawab Mey lagi. Mey merasa seperti mamanya sedang mengintrogasi dirinya.
 "Kalo bukan temen juga gak apa - apa Mey. Lagian kamu juga udah dewasa. Udah seharusnya cari pacar Mey" kata Irma. Mey berdecak kesal. "Ma, itu cuma temen. Bukan siapa - siapa Mey. Lagian Mey juga gak mau pacaran dulu ma" sahut Mey lirih. 

"Mey, kamu itu gak seharusnya menunggu orang yang gak ada kepastian kayak gilang. Kamu juga harus punya kebahagiaan sendiri Mey. Mau sampai kapan kamu kayak gini terus?"
"Ma, cukup! Jangan bawa - bawa nama Gilang lagi ma. Mey mau lupain dia. Please ma, jangan sebut nama itu lagi." 
Mey kembali menangis. Irma menatap Mey sendu. Ada rasa bersalah dalam dirinya karna membuat Mey kembali menangis. Irma memeluk Mey erat seraya mengelus puncak kepala Mey lembut. "Maafin mama sayang, mama gak maksud buat bikin kamu nangis lagi" sesalnya. Mey masi terus menangis hingga sesegukkan dalam pelukan mamanya. 

"Aku mau lupain dia ma" ucap Mey lirih. 
"Iya sayang. Iya" sahut Irma menenangkan Mey. Irma lalu menggiring Mey menuju kamarnya. Tangis Mey sudah mereda. Ia mengusap air matanya kasar. "Maafin mama ya" ucap Irmapenuh penyesalan. Mey tersenyum. "Gak apa - apa kok Ma, Mey juga udah belajar untuk kuat" sahut Mey lirih. Irma mencium kening Mey. "Kalo gitu kamu siap - siap dulu gih. Papa ngajakin kita makan bareng sama Om Irwan, temen papa" kata Irma
"Aduhh,, mey gak ikut ya ma. Mey di rumah aja ya?" pinta Mey. Irma menggeleng tegas. "Pokoknya kamu harus ikut, gak ada protes apa - apa lagi." jawab Irma tegas. 
"Tapi Ma__"
"Udah, kamu siap - siap dulu ok? Mama tunggu di bawah" ucap Irma lalu meninggalkan kamar Mey. Mey berdecak. Mau tak mau ia harus menuruti kemauan mamanya. Ia beranjak dari sofa lalu melangkah malas menuju kamar mandi. 


IN MEMORY ( Lengkap )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang