Wooseok mendengar itu, nafas pendek yang terputus di setiap tetesan yang mengalir ke tenggorokkannya. Iris matanya yang berwarna merah pekat menggelap sesuatu yang akan terjadi saat mangsanya sudah hampir kehabisan darah. Denyut nadi di ujung jari telunjuk kirinya berkedut panjang.
Berhenti!
Satu bisikkan di kepalanya menyadarkan Vampire mungil itu dan mendorong keras tubuh tegap Jinhyuk yang langsung meluruh ke lantai saat ia menjauh beberapa langkah dari tubuh itu.
Lelehan darah mengalir dari kedua sudut bibirnya, kilatan di matanya tak berhenti memancarkan sinar mengerikan seakan ia baru saja dirasuki sesuat. Tapi pupilnya bergerak acak, panik.
Jinhyuk yang terduduk lemas di lantai marmer kamar sang pangeran beberapa kali menarik nafas panjang sesaat setelah di lepaskan. Bibirnya memucat tapi pria itu masih bisa menaikkan salah satu sudut bibirnya saat menatap hampir seluruh tubuh Wooseok bergetar setelah hampir membuatnya mati kehabisan darah.
Kedua belah bibir Jinhyuk memucat, hampir membiru. Berbanding terbalik dengan Woosoek yang merah merekah tapi ekspresi keduanya bisa di bilang terbalik.
"Kemarilah." Dengan suara lemas.
Wooseok melangkah pelan, ia tidak pernah sudi untuk di perintah siapapun tapi di situasi seperti ini ia membiarkan tubuhnya di komando Jinhyuk.
Pria itu menarik tubuh mungilnya hingga Wooseok terduduk di atas kedua kaki Jinhyuk. Aroma Feromon Jinhyuk masih menguar tajam.
"Apa kau sudah puas?" Jinhyuk berkali-kali mengarahkan mata sayunya pada bibir merah merekah di depannya. "Bagaimana jika sekarang aku mengambil bagianku?"
Wooseok baru saja membuka mulut untuk menanggapi ucapan alpha setengah sadar itu saat kedua belah bibir Jinhyuk membungkamnya.
Ia tidak pernah merasa kalah seumur hidupnya. Tapi kali ini, di saat lidah Jinhyuk menyapu sudut bibirnya seakan pria itu mengambil sisa darah miliknya di sana. Ia merasakan kekalahan yang paling nelangsa. Ia dikalahkan oleh nafsu dan egonya sendiri.
Jinhyuk melepaskan pangutannya bersamaan dengan lenguhan panjang saat kepalanya kembali menyentuh tembok.
"Tak apa" Ibu jari Jinhyuk menghapus sisa lelehan pangutan mereka. "Keteraturan dan semua yang membosankan ini harus segera di sudahi, cepat atau lambat."
......................
Bagi seseorang yang sering menjadi pemimpin dalam membuat onar, kesan pertama yang Seungyoun peroleh saat bertemu dengan Sejin adalah rasa bosan. Vampire yang tubuhnya lebih kecil dari badan bongsor Seungyoun dan segala ocehan tentang apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan salama berada di Academi membuat serigala itu hanya terus menguap di hari-hari pertama mereka memulai semuanya.
Tapi, saat tubuh mungil berambut bak mawar merah muda itu menceritakan sesuat tentang kegemarannya pada ornamen-ornamen dan lukisan mau tak mau Seungyoun memancarkan binar atensi pada matanya.
"Kau menyukai lukisan tapi tidak pernah menggambar apapun? Bagaimana bisa?" Suatu sore saat mereka untuk ke empat kalinya menjadi pusat perhatian karena Seungyoun terus mengeluh dengan suara keras, alhasil mereka keluar menyusuri lorong bebatuan panjang menuju entah kemana.
"Aku bukanlah seseorang yang berwenang untuk melakukan itu."
"Bahkan untuk melakukan hal remeh seperti itu kalian harus memiliki wewenang? Alasan konyol macam apa itu. Kau tahu di Floland aku memiliki kamar khusus untuk menyimpan semua lukisan dan ukiran-ukiran kayu yang sering ku buat saat sedang bosan dan tidak ada yang melarangku untuk itu."
Sejin mengeddiknya bahunya. "Aku hanya mengikuti apa yang sudah di gariskan oleh keluargaku secara turun-temurun."
"Apa itu?"
"Menjadi pengasuh keluarga kerajaan."
Seugyoun berhenti saat lawan bicaranya mengentikan langkah kakilnya di depan sebuah ruangannya yang terbuka tidaklah lebar. Seungyoun melongok mengikuti arah pandang Sejin, mendapati beberapa Vampire tengah menggoreskan kuas dengan warna-warna magenta di atas kanvas.
"Cih, lukisan-lukisanku bahkan lebih bagus dari gumpalan warna-warna gelap itu."
"Sseshh."
"Aku serius, apa kau ingin bukti?" Wajahnya merengut sebal saat Sejin seolah meremehkannya.
"Coba buktikan."
......................
Ini ke sekian kalinya Byungchan mendatangi kamar Seungwoo selama ia di sini. Tapi ada sesuatu yang aneh, Vampire itu seperti sedang menghindarinya. Beberapa kali ia memalingkan wajahnya saat di tatap, bahkan tak jarang Seungwoo terlihat mengepalkan tangannya keras selama ia menjelaskan.
"Apa kau baik-baik saja?"
"Aku tak apa."
"Jika tingkahku memang membuatmu terganggu aku bisa memperbaikinya jika kau mengatakannya kau tahu."
"Tidak, tidak ada yang perlu kau perbaiki." Lagi, mata itu bergerak menghindarinya saat Seungwoo bicara.
Ingat, Jika Byungchan adalah serigala salah satu makhluk yang paling peka terhadap pergerakan sekecil apapun.
"Kau bisa berhenti mengajariku jika memang tidak nyaman Seungwoo hyung. Aku tidak akan keberatan toh aku juga benci isi buku ini" Byungchan menutup buku di depannya, membiarkan benda itu tergeletak di karpet beludru sang putra mahkota.
"Baiklah, kau bisa pergi sekarang." Garis rahang pria itu mengeras setelah mengatakannya. Byungchan tidak ada pilihan lain selain keluar dari tempat itu dengan kebingungan di kepalanya.
"Sialan." Kepalan jari-jemari yang hampir memutih seluruhnya itu menghantam buku yang terbuka di depannya. Setelah apa yang dikatakan Wooseok semalam sesuatu yang ia sebut bunga itu sepertinya mulai berduri, duri yang muncul bernama rasa khawatir.
Khawatir jika cintanya yang mulai tumbuh pada Byungchan memang akan membawa mala petaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Academy || Pdx
Fanfiction[Fantasy] [AU] [Mistery] [Romance-comedy] Generasi baru menentukan takdir baru BXB Produece x 101 Alternative Universe