Be wise, Zea.

39 8 0
                                    

Karena, benci itu beda tipis dengan cinta.

♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤♤


Fachrel terkekeh- kekeh mendengarkan Zea bercerita tentang pertemua mereka yang pertama di pelatihan Bengkel Sastra dua tahun yang lalu. Sesekali ia pun membantah perkataan Zea yang menyebut dirinya manusia tersongong sejagad.

"Aduh Zee, kalau gini tuh rasanya pengen ikut lomba sama ikut seminar lagi ngga sih?" Fachrel membuang botol minuman Pocary Sweat yang baru saja habis ia teguk.

"Iya Rel. Dua bulan lagi UN kan ya. Ga terasa udah mau kuliah aja."

"Mau ngelanjut kuliah dimana?"

Zea tak berminat menjawab pertanyaan Fachrel perihal kemana ia akan melanjutkan kuliahnya.

"Eh bentar deh. Itu minuman kamu beli buat aku atau buat sendiri?" Zea mulai merasa haus.

"Tadinya sih buat kamu, tapi aku haus juga hehehe." Fachrel menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Uh dasar. Engga boleh gitu Rel, ga baik."

"Sama kamu ya gak apa- apa." Fachrel pun berdiri dari posisi duduknya.

"Yuk, aku anterin pulang. Udah sore nih." Fachrel merasa kasihan meninggalkan Zea sendiri.

"Beneran?" Zea antusias mendengar tawaran Fachrel.

"Ya benerlah. Entar aku tinggalin disini sendiri makin mewek, jelek tu muka!" Jelasnya dengan nada mencaci.

"Wah songong lu!" Zea pun bangkit dan berjalan dibelakang Fachrel ke tempat parkir sepeda motor.

Di perjalanan ke rumah Zea, Fachrel memberikan banyak arahan perihal 'cinta' ia membuka pikiran Zea selebar- lebarnya agar dapat melupakan Rafa Syahputra secepat mungkin.

Fachrel tahu persis bahwa Zea memiliki perasaan yang rapuh, mudah patah, mudah goyang. Apabila  Zea tidak menyadari kerapuhan dirinya, maka kehancuran akan mengulurkan tangannya untuk merangkul gadis mungil itu.

Fachrel memutar haluannya menuju tepi pantai di ujung kota. Zea yang menyadarinya spontan menepuk bahu Fachrel dan bertanya.

"Rel.. kita mau kemana? Ini belok ke ujung kota?"

"Iyaa, refreshing sebentar. Nenangin hati yang lagi berantakan. Aku juga lagi banyak pikiran kok." Jelas Fachrel.

"Oh lagi banyak pikiran juga, kenapa ngga cerita?" Tanya Zea dengan polosnya.

"Kamu kan lagi galau, mikirin Rafbul."

"Hah? Rafbul? Siapa tuh?"

"Hee loading lambat! Rafbul itu Rafa bullshit loh!"

"Oh, pinter kamu ya."

Fachrel sedikit mengusili Zea dengan melepaskan tangannya dari setang sepeda motor dan mengangkat kedua tangannya keudara. Zea yang melihatnya langsung histeris tak karuan.

"Udah deh, sama aku aman kok. Udah profesional." Fachrel pun memegang kembali setang sepeda motornya.

"Sekarang coba kamu tutup mata, rasakan angin yang menyentuh pipimu, lalu teriak sekencang- kencangnya. Rasakan semua beban lepas bersamaan dengan suara yang keluar dari hati. Mudah-mudahan tenang, Zee." Fachrel mengatakannya dengan tulus. Zea pun mampu merasakan ketulusan dari temannya itu. Dan ia mengikuti arahannya juga.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa." Zea berteriak sekencang- kencangnya.

"Mau bikin aku tuli, ya?!" Fachrel pun tertawa. "Badan kecil tapi suara melengking ya, Zee." Lanjutnya.

"Woiya harus dong! Biar disegani Rel."

"Disegani orang bukan dengan suara lantang yang melengking, Zee. Orang- orang akan menyegani kita apabila kita memberikan kesan yang bermanfaat bagi orang banyak." Fachrel memberikan sedikit wawasannya pada Zea.

Zea merenunginya sedikit. "Apa yang kamu bilang ada benernya ya Rel."

Fachrel melirik Zea melalui kaca spion sebelah kiri. Ia melihat ekspresi Zea yang setengah melamun.

"Iss, kok ada sih? Ya emang bener yang aku bilang loh Zee! Ihh telmi itu jangan dipelihara!" Fachrel memancing Zea supaya ia kesal.

"Hah? Telmi itu apa?"

"Telat mikir." Ia kembali melirik Zea dari kaca spion, dan rupanya gadis itu tidak berniat untuk 'gebuk- gebukan' dengannya. Istilahnya lagi kalem. Wkwkwk

Zea memandangi pinggiran air laut yang berwarna biru muda yang kilat karena terpancar oleh sinar matahari. Sungguh sore yang mengesankan batinnya.

"Zee, perempuan itu ibarat mawar. Kenapa mawar punya duri? Supaya kumbang tak menghisap madunya. Nah, kalau kita kembalikan filosofi itu ke kamu, kamu itu ibaratnya mawar yang melupakan durinya!" Fachrel menjelaskan dengan pandangan yang lurus kedepan.

"Maksud kamu apa, Rel?" Zea kurang paham rupanya.

"Ibaratnya Rafbul itu kumbang, dia datang ke kamu tujuannya untuk bertahan hidup. Menghisap sari madumu. Lalu kamu memberikannya, dan akhirnya dia berkembang, kamunya layu! Kenapa kamu enggak memanfaatkan duri yang ada ditubuhmu supaya kamu dipandang kuat oleh kumbang- kumbang? Supaya yang mampir bukanlah kumbang bullshit, tapi pendekar rajawali yang memetik tangkaimu." Jelasnya panjang lebar.

"Sumpah ya, aku tuh ngga paham." Kali ini Zea yang melihat Fachrel melalui kaca spion, berharap Fachrel mau menjelaskannya kembali.

"Ahh kamu ya! Udah deh, pahami dirumah aja waktu mau tidur!" Fachrel menolak menjelaskan.

"Jelasin dong! Kan aku penasaran~" rengek Zea kemudian.

♡●♡●♡

Zeandira menutup paksa laptopnya. Padahal ia sudah mempunyai banyak ide untuk dituangkan kedalam sebuah novel, tapi ia urungkan niatnya. Terlintas dipikirannya apa yang disampaikan oleh Fachrel ketika mengantarnya pulang sore tadi. Perlahan, ia membuka gallery foto di HPnya, ia melihat satu album foto yang ia beri judul 'orang songong sejagad' dan ada 497 lembar foto didalamnya.

"Ihh, kok jadi banyak ya foto sama orang songong satu ini? Padahal kalau di ingat- ingat kebelakang, gak mungkin akan sampai sedekat ini." Gumamnya sendiri.

Fachrel :
Woi Zea, ingat ya, jangan pedulikan apapun yang berhubungan dengan Rafbul!

"Nah kan. Baru juga dipikirin, maen masuk aja pesan dari dia!" Zea pun membuka aplikasi Whatsapp miliknya. Ia mengetikkan sesuatu disana.

Zea :
Iya. Iya. Orang songong sejagad T_T

Fachrel :
Hahaha gak tau diri ni anak.

Dan Zea pun mengirimkan emoji mengejek untuk Fachrel. Begitulah, kedekatan dua sejoli yang awalnya seperti kucing dan tikus.

Fachrel:
Awas aja kalo lagi-lagi jadi bucin akut, beneran ku museumkan manusia kayak kamu!

Zea menghembuskan nafasnya kasar. Merasa risih, tapi diam-diam malah menyukai perlakuan Fachrel padanya. Hanya saja ia terlalu gengsi untuk mengaku.

AnonymousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang