Ketika matahari menyisih perlahan di tepi kota
Kita sama-sama termangu
Pada jalan-jalan kota yang bercerita lewat cuaca
Pada poster-poster kedaluwarsa yang bercerai pada tuannya
Permulaan kata mengantarkan kita pada sekat-sekat tua
Yang tiap tubuhnya menyangga gedung tak bertenaga
Rumput-rumput menyelinap di sela-sela pangkat
Dan debu menjelma baju sebagai penghangat
Aku teringat pada surat pertama kita
Kau bertanya tentang sajak tak bernada
Aku tak menjawabnya
Bagiku
Memang, mengulang masa lalu adalah hal pandir untuk mengubur diri
Dan tiba masanya
Ketika kenangan menjelma udara
Sesaklah dada karena terlalu banyak menghirupnya
Memilih mati atau berlari mencari udara yang lainnya
Dan memang, segala hal yang pandir membuat terlena
Gulma-gulma makin sukar sirna
Kini beranjak menjadi pohon yang kokoh akarnya
Tentu, aku menyerah
Maghrib di tepi kota mulai membuka jalannya
Aku tersadar ada jiwa yang meminta merdeka
Tak terkekang masa lalu
Tak terpenjara dalam klausa yang dibuatnya
Perlahan kuberanikan menatap matamu
Sebuah tanda keteguhan dari ketakutan yang tak beralasan
Dan ketika kau balas tatapanku
Kita menjelma kata
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Menjelma Kata
PoetryKata-kata seringkali diakuisisi sebagai hal yang mendasar dalam kehidupan manusia. Manusia terlalu sibuk berkata-kata tanpa mendengar kata-kata. Kehidupan dan cinta adalah dua keajaiban serta anugerah Tuhan yang diberikan kepada makhluk Nya, khususn...