(i)
Dua bulan jatuh ke talam
Lazuardi melengkung―cahaya menghilang
Siang berganti malam dan petang menjadi singgahan
Kau memilih jauh dari pangkuan
Berkelana aku dalam pikiran
Melintasi ruang yang telah tertuang
Rumpun kau tebar dikala ranah terkekang
Aku binasa di liang
(ii)
Ujung malam
Telah kucapai ujung malam ketika roda-roda terdiam
Alih-alih terjaga dengan dalih tatap muka
Diriku lelap dalam keranda
Cintamu kini adalah selimut yang telah usang
Tak lagi menghangatkan
Tak lagi menenangkan
Baiknya aku buang, meski dingin merasuk ke tulang
Hipotermia telah mengubahku menjadi hipokrit
Tertawa dan terus tertawa
Hingga lupa, mungkin memang saling lupa
Tentang kisah yang pernah ada
(iii)
Telah kuseberangi sungai-sungai yang menawan bulan malam itu
Baiknya kususuri saja bayang ranting-ranting, semak belukar, lampu taman, tembok sekolah, gang-gang tikus, dan taklupa lorong-lorong tempat proletar terlelap
Dan terhenti di tempat yang kau tahu; matamu
Desis adzan mulai berkumandang dari kejauhan
Berbaring aku di peristirahatan
Membiarkan halimun bermain dalam pelukan-pelukan
Yang membasuh wajahmu ketika pagi menjelang
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Menjelma Kata
PoetryKata-kata seringkali diakuisisi sebagai hal yang mendasar dalam kehidupan manusia. Manusia terlalu sibuk berkata-kata tanpa mendengar kata-kata. Kehidupan dan cinta adalah dua keajaiban serta anugerah Tuhan yang diberikan kepada makhluk Nya, khususn...