"Njun? Kayaknya kamu udah gabisa deh bohongin aku,"Aku menatap iris matanya, "aku tahu, aku sudah terkena penyakit itu, mungkin lebih sedikit parah?"
Renjun kehilangan keseimbangan, dia duduk bersimpuh. Menggumam banyak sekali kata maaf, lontaran kata kata itu membuat hatiku berdenyut sakit. Ternyata benar ya? Sudah tidak lama lagi.
"Hey, kemarin aku abis baca weyb-t00n loh. Kamu mau tau ngga quotes favorit aku?"Renjun mengangguk lemah.
Aku mengambil gitar di sebelahku, sejujurnya aku tidak pernah mengajak laki laki masuk ke kamarku. Eh pernah! Jeno pernah aku ajak masuk, sayang dia ngga mau.
"Hey, Jun! Slow down."
"Don't make it bad, take a sad song!"Aku memetik nada asal di gitarku.
"And make it better, don't cry."Aku tersenyum, senyum terbaikku mungkin? Aku bahagia, tapi aku juga sedih karena aku akan meninggalkannya?
"Fa, udah."Dia menahan tangisnya, memelukku.
"Njun, ini titik puncak aku. Cowok kok nangis, cemen ah!"Aku setengah berbisik, dan saat itu pula punggungku terasa basah.
Malam itu kuhabiskan dengan berpelukan dengannya layaknya sahabat, untuk pertama dan terakhir kalinya.
Mentari mulai keluar dari ufuk timur. Mataku sedikit sembab tadi malam karena ikut menangis.
GAWAT! Hari ini kan kak Rosie sama Jisung pulang dari rumah sakit. Aku berusaha membangunkan badanku, ah kenapa sakit sekali ya? Oke, Arfa kamu harus berusaha! Ayo semangat dong!
"Aw, apa nih?"Renjun terbangun di sebelahku sesaat kemudian menatapku khawatir.
"FA! KOK BERDARAH LAGI?"
"Njun boleh nggak aku minta tolong sama kamu? Kali ini aja tolong bantu aku."
(((Sorry euy kelas akhir siboook)))