02. Objek di Sore Hari

120 17 1
                                    

"Assalamualaikum. Dinda come's home!," seruku begitu tiba di dalam rumah.

"Waalaikumsalam. Kebiasaan teriak-teriak Kakak ini. Nggak baik, anak perempuan masa gitu," respons Ummi yang muncul dari arah belakang rumah yaitu dapur.

Ku kembangkan senyum atas perkataan Ummi seraya berjalan menghampirinya yang tengah berdiri di depan buffet untuk ku salami. Entah lah, aku tak tahu apa yang sedang dikerjakan Ummi.

"Zibral mana, Mi?," aku menanyakan keberadaan adik lelaki satu-satunya yang ku punya. Lobang hidungnya tak tampak, biasanya dia selalu ada di depan aquarium yang berisikan ikan-ikan kesayangannya saat aku pulang sekolah.

"Ada tuh. Di belakang," kata Ummi, "udah gih kamu bersih-bersih dulu terus makan."

"Siap!," aku melangkah terlebih dahulu ke dapur untuk minum karena haus mendera sejak di sekolah tadi. Sekalian memastikan Zibral sedang apa siang-siang terik begini berada di luar rumah.

Usai meneguk air, aku berjalan ke luar dapur menuju kolam kecil yang ada di rumahku. Pemandangan Zibral yang sedang jongkok di depannya menyambut indera penglihatanku.

"Ikan baru lagi? Iss ... padahal ikan di dalam udah banyak. Ngapain coba beli lagi. Zibral, Zibral...," aku mendesis. Tak habis pikir mempunyai saudara yang maniak ikan. Sebenarnya, tidak masalah, sih. Tapi kan sayang, kalau mereka-mereka(ikan) mati, gimana?.

"Kakak tau nggak? Yang ini namanya Almond. Yang ini namanya Selendang. Tiga-tiga ini namanya Katong. Sama yang satu lagi, yang itu namanya Giant (Jayen)," alih-alih menggubris perkataanku, anak itu justru memperkenalkan satu persatu ikan barunya.

"Kenapa namanya Katong?," tanyaku karena unik dengan nama itu. Lucu, sampai membuatku tertawa. Ikan-ikan yang disebutkan bernama Katong pun mirip-mirip.

"Karena warnanya hitam," jelas Zibral.

"Kalo Almond? Kenapa namanya Almond?."

"Karena ekornya kuning. Tuh lihat," Zibral mengarahkan telunjuknya pada ikan dengan ujung ekor berwarna kuning.

"Selendang?."

"Karena di badannya ada kayak selendang. Tuh kakak lihat deh sendiri," tunjuk Zibral pada ikan yang mempunyai sisi-sisi berwarna bening dan berkibar-kibar bagai kain tipis yang ditiup angin.

"Kalo Giant?," tanyaku lagi.

"Karena gendut," itu jawaban penutup yang sudah dapat ku tebak.

Giant merupakan salah satu tokoh berbadan gemuk di salah satu film kartun jepang. Hmm ... maka dari itu Zibral menamai ikannya Giant karena mungkin terinspirasi dari nama tokohnya.

🥀🥀🥀

Tadi siang aku berniat untuk ke perpustakaan yang ada di pusat kota saat sore hari tiba. Dan kini, waktu ashar telah berlalu. Ku sambar kunci motor yang ku taruh di atas nakas dan melangkahkan kaki keluar rumah setelah pamit pada Ummi dan juga Abi yang baru saja tiba dari masjid.

Aku tak langsung ke perpustakaan melainkan ke rumah Faza terlebih dahulu karena kami sudah janjian pergi bersama agar tidak kesepian. Tak sampai limabelas menit, scoopy putih kesayanganku telah terparkir di dalam area perpustakaan.

Aku dan Faza langsung menuju ruang baca setelah menyimpan tas di dalam loker.

Mataku mencari-cari segala jenis buku yang dapat aku pelajari  untuk UN kali ini yang tinggal menghitung hari. Aku akan segera mengangkat kaki dari bangku Sekolah Menengah Atas. Dan kembali menduduki bangku pendidikan yang lebih tinggi.

Beberapa buku sudah kudapatkan. Begitu pun dengan Faza. Kami duduk saling berhadapan dengan mata yang fokus membaca hingga tanpa sadar kursi kosong di sebelahku sudah ada yang menduduki. Dan itu cogan! Aku harus apa sekarang? Pindah? Tidak tidak. Kelihatan sekali aksi hindar-menghindar.

Baiklah. Aku akan tetap di tempatku. Mencoba tenang walau merasa sedikit tak nyaman karena duduk bersebelahan dengan lawan jenis.

"Dinda."

Ku angkat pandangan ke arah Faza. Sekilas dia melirik lelaki di sampingku.

"Hm?," aku bergumam.

"Nggak jadi," katanya.

Aku mendengus halus. Kebiasaan Faza, yang udah manggil terus digantungin tanpa ada kalimat lanjutan. Hal itu, terkadang membuatku kesal.

🥀🥀🥀

Sebelum pulang dari perpus, aku dan Faza menyempatkan diri  berkeliling kota untuk menjelajahi tiap inci jalanan disore hari ini. Di pertengahan roda motorku berputar, mataku tak sengaja menangkap sosok Ammar beserta kawan-kawannya di sebuah masjid terkenal yang terletak di pusat kota.

"Liat apa, sih?," ternyata Faza menyadari kemana arah pandangku saat ini, "oh.. hati-hati keserempet," katanya sambil terkekeh.

Sementara kini, yang ada di dalam kepalaku adalah kenapa Ammar ada di masjid? Terlihat aneh bagiku karena Ammar terkenal sebagai siswa populer yang kadang bandel. Tapi, itu tadi ... apa aku salah lihat orang? Aish ... selagi dia muslim, apa salah masuk masjid!. Sudah lah. Semua muslim normal kok ketika masuk masjid. Terus, sekarang kenapa aku yang jadi kelimpungan memikirkan Ammar berada di masjid?.

🥀🥀🥀

To be Continued...

Dear Allah Am I Beautiful(?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang