Pagi hari akhirnya tiba setelah tenagaku habis terkuras karena memimpikan suatu hal yang dapat dikategorikan horor.
Aku mendudukkan diri di kursi kepemilikan seperti biasa. Namun, terasa ada sesuatu yang janggal. Perasaanku tak enak sudah ketika stigma negatif mulai menyerang pada objek yang tengah aku duduki.
Lantas, dengan segera ku alihkan kepala untuk melihat gerangan apa yang ada di posisi duduk ku saat ini. Tak cukup dengan tolehan kepala, aku berdiri dan mendapati permen karet yang telah menempel tepat sasaran.
Secara refleks tanganku beralih memegang rok bagian belakang. Aku meringis diiringi decakan ketika tahu bahwa permen karet itu sudah ikut menempeli rok yang ku kenakan.
"Kenapa, Din? Tembus?," tanya Mifta, teman sederet yang duduk di belakang ku dan Faza. Aku melirik Mifta sekilas, masih dengan wajah masam karena ketiban cobaan pagi-pagi.
"Bukan," kataku.
"Jadi, kenapa?," tanyanya lagi. Aku sudah biasa dengan kekepoan teman-teman sekelasku. Jadi, hal tersebut tak jadi masalah.
"Orang kurang tugas kali ya. Masa' permen karet ditempelin ke kursi gue," aku mulai menyerocos karena kesal.
Mifta tertawa mendengarnya, "Kayaknya tugas-tugas belum cukup, deh. Sempat-sempatnya ngerjain orang, yak? Heran gue," kata Mifta yang kusambut dengan dengusan disertai kekehan.
"Ya udah gih. Nggak niat cuciin? Itu rok lo udah bisa nempel kertas," timpalnya lagi. Aku pun berlalu pergi meninggalkan kelas menuju toilet khusus siswi.
🥀🥀🥀
Dua mata pelajaran telah ku lalui dengan penuh kefokusan. Kini, saatnya jam istirahat! Aku bergegas melangkahkan kaki keluar kelas tanpa Faza karena anak itu sedang ada rapat OSIS sejak jam ketiga pelajaran.
Namun, saat akan menuruni tangga, di bawah sana, tepatnya di belokan tangga kedua, netraku menangkap Ammar dan satu orang siswi yang pernah mengatai Faza sok cantik. Seingatku namanya Kalila.
Kaki ku mulai menuruni beberapa anak tangga guna dapat mendengar hal apa yang sedang mereka bicarakan. Tidak, bukan karena Ammar sedang berdua dengan si Kalila itu yang membuatku cemburu lantas penasaran hingga berakhir dengan menguping begini.
Bukan karena itu.
Aku mencuri dengar karena heran dengan Ammar yang begitu tajam menatap Kalila. Raut Ammar pun tampak berbeda dari yang biasanya selalu datar. Ditambah si Kalila, perempuan itu memasang tampang judes dengan kedua tangan yang ia lipat di dada.
"Bukan gue kan pelakunya? Terus, apa hak lo ngelaporin gue?," Kalila bertanya dengan songongnya.
"Hak gue sebagai saksi atas tindakan lo!," Ammar berkata santai namun tersirat ketegasan yang tak dapat dibantah dalam intonasi kalimatnya.
"Kenapa sih lo ngotot banget belain si sok cantik itu? Apa jangan-jangan, lo suka juga ya sama dia?!," Kalila mengarahkan telunjuknya ke wajah Ammar. Ammar hendak menjawab, terlihat dari gerak bibirnya yang akan terbuka. Namun, terhenti oleh kemunculan Faza dan perkataan Kalila.
"Ini nih. Baru aja dibilangin, panjang umur ya, lo?," Kalila menatap Faza berharap Faza mau menggubrisnya.
"Hm?," Faza tampak mengernyit. Langkahnya pun terhenti di antara Ammar dan Kalila.
"Bentar. Bentar," seru Ammar tiba-tiba.
"Oh, gue ngerti sekarang!," dia menjentikkan jari, "Lo pasti salah sasaran, deh. Oke. Nih ya, biar gue kasih tau. Teman lo salah tempat waktu lagi ngerjain tugas dari bos nya. Mereka naroh permen karet bukan di tempat duduknya dia...," Ammar melirik Faza, mengartikan bahwa si dia dalam pembicaraannya ini merujuk pada Faza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Allah Am I Beautiful(?)
EspiritualAdinda merupakan siswi biasa di sekolahnya. Dia tak cantik, jelek pun tidak. Dapat dikatakan siswi yang memiliki image dibawah standart. Namun, ada seorang lelaki yang menaruh hati padanya. Lelaki itu melihat Dinda dari sudut pandang yang berbeda. M...