SoL 2

2.8K 301 12
                                    

Lena melirik untuk kesekian kalinya ke arah ponsel di atas nakas yang sejak satu jam lalu terus saja berdering tiada henti. Hanya satu orang. Siapa lagi kalau bukan Alan?

Lena mendesah lesu. Gadis dua puluh lima tahun itu menumpukan kepala nya di atas meja kerja miliknya. Meskipun ini hari Sabtu, namun rupa nya sang atasan Lena tampak sangat baik memberikannya job dadakan untuk nya.

"Hei, kok lemes gini sih? Semangat dong."

Lena melirik sekilas sebelum mencibir pada sosok wanita cantik di hadapannya yang tengah meletakkan segelas kopi ke atas meja nya. "Harusnya kan gue libur Mbak hari ini"

Perempuan itu tertawa merdu. "Nama nya juga kerja, Len. Kita nggak bakal tau kapan kita ada ekstra tambahan waktu."

"Tapi ada untung nya juga sih hari ini gue kerja." gumam Lena sambil menyeruput kopi pemberian dari perempuan cantik di hadapannya.

"Emang kenapa?"

Lena tergeragap begitu sadar kalau gumamannya mungkin terlalu keras hingga bisa di dengar oleh rekan kerja nya. "Nggak apa-apa kok Mbak. Oh iya, Mbak Heni kapan acara tujuh bulanannya?"

Heni tersenyum sumringah sambil mengelus perut nya yang buncit. "Rencana nya sih Minggu besok, Len."

"Ck, nggak ngundang!"

Heni nampak meringis. "Tujuh bulanannya di kan di rumah mertua gue, Len. Jauh di pesisir pantai. Lagian Mbak yakin lo pasti nggak akan mau juga mengorbankan hari libur lo, kan?"

Kali ini berganti Lena yang meringis. Ucapan Heni sepenuhnya benar. Hari liburan itu bagaikan harga mati bagi Lena, kecuali panggilan mendadak seperti ini dan juga panggilan mendadak dari Alan.

Ngomong-ngomong tentang Alan, Lena jadi teringat dengan nasib ponsel nya yang sejak tadi terus saja di bombardir oleh telepon dari Alan.

Lena membuka kunci ponsel nya dan melihat ada 175 panggilan tidak terjawab serta 128 chat masuk ke whatsapp nya.

Mata Lena seketika meredup. Ia rindu Alan. Sungguh. Namun ia tidak mungkin meminta bersama dengan Alan di hari pertama kepulangan sahabatnya itu ke tanah air. Saat ini pastilah quality time antara Lala dan Alan. Pasangan yang serasi, sangat cocok dan juga manis.

Usapan lembut di bahu menyadarkan Lena dari keterpakuannya pada layar ponsel. "Lo mau cerita?"

Inilah yang Lena suka dari Heni. Rekan kerja nya itu tampak sangat peka pada segala keadaan di sekitar.

"Gue nggak apa kok Mbak." balas Lena disertai senyum tipis.

Heni menghela napas. "Mbak udah cukup berpengalaman buat tau kalo lo ada masalah."

Sesaat Lena menunduk, namun tidak lama kemudian, sebuah tawa getir lolos dari bibir yang terpulas lip cream nude itu. "Gue rasa gue butuh ke Sky, Mbak."

Heni tercekat saat mendengar ucapan Lena yang ingin mengunjungi Sky, sebuah klab malam terbesar di kota ini.

"Len, lo boleh ada masalah, tapi lo nggak boleh dateng ke tempat terkutuk kaya gitu. Mbak nggak suka, Len." tegur Heni tegas.

Lena semakin menunduk. Kini sebuah isakan lolos dari bibirnya. "Gue capek, Mbak. Gue pengen banget bisa buang perasaan gue."

Heni memeluk erat tubuh bergetar Lena dan mengusap nya lembut. "Lo bisa bagi cerita lo ke Mbak, Len. Mbak temen lo, kan?"

Lena mengangguk di sela tangis nya. "Apa salah Mbak kalo sampai saat ini gue tetep pertahanin perasaan gue diam-diam?"

Sesaat, Heni terdiam. Mencerna ucapan Lena yang kaya akan makna. Dan sampailah pikiran Heni pada satu kesimpulan, Lena tengah mencintai seseorang secara sepihak.

"Kalo menurut Mbak, itu semua tergantung, Len. Selama lo bisa menata hati lo, it's okay buat mencintai orang. Itu hak lo. Tapi sekira nya itu akhirnya nyiksa lo, lebih baik lo berhenti. Cukup buat nyiksa diri lo dengan orang yang bahkan nggak tau gimana perasaan lo."

Lena termangu mendengar petuah dari sosok Heni. Inikah saatnya untuk melupakan Alan setelah selama ini mencintai sosok lelaki penuh kasih sayang itu dalam diam?

⏺⏺⏺

Lena mengecek kembali pintu butik tempat nya bekerja. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam ketika ia mengunci pintu butik selepas selesai jam shift nya.

Lena mendengus pelan menyadari jalanan yang sudah terlihat sepi. Taksi bahkan sudah tidak lagi terlihat wujudnya. Lena memilih mengeratkan jaket nya dan berjalan menyusuri trotoar di tengah hening nya malam.

Baru beberapa langkah ia bergerak meninggalkan butik, tangannya tiba-tiba dicekal dengan erat dari arah belakang.

Lena menjerit keras karena kaget. Ia nyaris memberontak jika saja sebuah aroma harum yang familiar tidak singgah di penciumannya. Harum maskulin yang selalu membuai nya.

"Alan?" Lena terkejut merasakan pelukan erat Alan padanya. Alan bahkan menyandarkan kepala Lena tepat di depan dada bidang yang kini terdengar berdegup sangat kencang.

"Kenapa kamu nggak jawab teleponku, Len? Kamu nggak tau gimana khawatirnya aku sama kamu." ucap lelaki itu dengan napas memburu.

Lagi dan lagi, Lena kembali di buat luluh oleh ucapan sarat akan perhatian dari sosok Alan. Lena memejamkan mata nya, meresapi kedekatan mereka yang sudah lama sekali tidak ia rasakan. Lena ingin egois sekali saja. Bolehkah ia menganggap Alan sebagai miliknya saat ini? Perdebatan otak dengan hati Lena akhirnya dimenangkan oleh hati gadis manis itu.

Ia memberanikan diri melingkarkan tangannya pada pinggang Alan dan semakin melesakkan wajahnya di atas dada bidang nan harum Alan.

"Aku nggak mau ganggu kalian." bisik Lena lirih.

Lena bisa merasakan pelukan Alan bertambah kuat. Lalu sebuah kecupan mendarat di atas puncak kepalanya. "Kamu sahabatku, Len. Nggak ada kata mengganggu selama itu kamu."

Jawaban Alan memang sangat lembut penuh dengan keteduhan di tiap ucapannya, namun lagi-lagi, sebuah goresan baru kembali menyayat hati Lena. Ia tersenyum hambar. Sahabat ya....

"Tapi aku yang nggak mau mengganggu quality time kalian. Lagipula, aku ada kerja tambahan."

Sekali lagi, Alan mengecup puncak kepala Lena sebelum menangkup wajah bulat nya. "Lain kali, kabari aku apapun aktifitas kamu. Bisa?"

Jika bisa, Lena ingin sekali menampar wajah Alan. Menangis, meraung sejadi-jadi nya karena perlakuan lembut lelaki itu yang memperlakukannya bak kekasih. Namun itu semua hanya bisa Lena pendam dan tahan seorang diri.

Di sini ia yang salah karena berani mempertaruhkan kewarasan hati nya pada sosok tampan yang setahun terakhir sudah dimiliki oleh wanita cantik yang tak lain adalah sahabat nya sendiri.

"Len, kamu denger aku?"

Sebuah guncangan pelan di tubuhnya kembali menyadarkan Lena. Gadis itu tersenyum tipis sebagai jawaban. "Aku usahakan."

⬜⬜⬜

Story ini mungkin akan tamat dalam beberapa part aja. Aku sadar kalo sekarang lagi sibuk2nya kuliah. Belum lagi minggu depan sudah mulai uts😂 tapi keinginan ngetik emang kadang nggak tau diri karena ikut2an nimbrung juga😣

Sorry for typos.

27 Oktober 2019

Xylinare.

Slice of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang