SoL 6

2.2K 277 24
                                    

Alan merebahkan tubuh lelah nya setelah seharian ini berupaya menghibur Lala atas insiden yang membawa-bawa nama Lena.

Alan tersenyum lembut mengingat nama Lena. Lena nya yang baik dan juga pengertian. Lena nya yang lucu, Lena nya yang cerewet. Entahlah apalagi yang bisa Alan sematkan untuk sosok sahabatnya itu.

Ia sadar kalau kedekatan mereka memang di luar batas normal. Banyak orang yang sering mengira kalau mereka adalah pasangan. Tentu saja Alan lebih senang dianggap seperti itu. Ia bisa menjaga Lena dari sergapan buaya darat di luaran sana.

Ia amat sadar kalau Lena teramat baik dan manis. Setiap saat ia bahkan selalu memikirkan dan mengkhawatirkan Lena melebihi rasa khawatir nya pada Lala yang notabene adalah kekasihnya.

Sebetulnya Alan memaklumi kecemburuan Lala, kendati mereka bertiga bersahabat. Namun terkadang, ada rasa kesal pada Lala karena sering nya ucapan gadis itu yang dirasa menyinggung perasaan Lena.

Tidak ada seorangpun yang boleh menyakiti Lena. Ia akan memasang badannya untuk menghajar siapapun penyebab kesedihan Lena.

Membicarakan tentang Lena membuat Alan rindu pada gadis manis nya yang sejak acara makan bersama tadi terlihat murung. Sungguh, Alan begitu khawatir. Namun ia menahan dirinya untuk tidak bersikap berlebihan di depan Lala. Ia ingin menjaga perasaan kedua wanita yang berharga di hidup nya itu.

Masih dengan rebahan, tangan berotot Alan meraba sisi kanan ranjang nya dan meraih ponsel nya yang tergeletak di atas nakas tersebut.

Alan membuka sandi ponsel nya yang berupa tanggal lahirnya dan Lena. Senyum Alan terbit ketika melihat wallpaper ponsel nya yang berupa duck face nya bersama Lena berlatar bianglala di sebuah taman bermain.

"Manis banget sih kamu." gumam Alan, refleks mengusap lembut tepat di wajah Lena.

Alan menggelengkan kepala nya dan melanjutkan tujuan awal, yaitu menelpon Lena. Jemari nya menekan tombol speed dial nomor satu dan menempelkan ponsel nya ke telinga.

Deringan itu terdengar cukup lama tanpa adanya respon dari Lena. Dahi Alan mengerut bingung. Tidak biasanya Lena mengabaikan teleponnya seperti ini, kecuali kejadian tempo hari.

Panggilan pertama masih tidak di respon, maka Alan tak menyerah. Untuk kedua kalinya, ia kembali menekan speed dial nomot satu dan menunggu di balik sambungan.

"Halo."

Diangkat!

Alan tersenyum lebar mendengar suara merdu Lena yang seketika menyejukkan hati nya. "Hai Len." sapa lelaki itu sumringah.

Terdengar deheman dari ujung telpon. "Ya Lan. Ada apa ya?"

Alan tanpa sadar mencebikkan bibirnya. "Emang nggak boleh ya aku telpon kamu? Kok kaya nggak seneng gitu aku telpon."

"Ish apaan sih! Kamu lebay deh. Kan aku cuma nanya ada apa."

Alan terkekeh, gemas mendengar nada merajuk dari Lena yang aneh nya tidak pernah membuat nya jengah. Ia begitu menikmati tiap ekspresi dan juga suara gadis itu.

"Gitu aja ngambek. Kalo aku gemes gimana coba?" kikik nya geli.

"Ck, aku tutup aja deh kalo nggak jelas gini."

Mata Alan melebar mendengar ancaman Lena. Entah lah, tiap ancaman Lena, baik itu hanya gertakan atau sungguh-sungguh, mampu membuat Alan ketakutan sekaligus linglung. "Jangan dong. Aku tuh kangen tau nggak sama kamu." kini gantian Alan yang merajuk.

Hening untuk sesaat sebelum deheman kembali terdengar. "Gombal ih. Udah ah aku mau siapin list belanja dulu."

"Kamu mau belanja? Ada acara apa?"

Slice of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang