SoL 5

2.2K 256 16
                                    

Usai acara makan siang bersama di rumah Lena beberapa saat lalu, Alan dan Lala kini sudah dalam perjalanan pulang.

Sejak awal Alan mengeluarkan mobil nya dari halaman rumah minimalis keluarga Lena, lelaki itu tidak bersuara sedikitpun, terkesan mengabaikan segala celotehan Lala yang memancing rasa kesal kekasihnya itu.

"Alan! Kamu denger aku ngomong nggak sih?!"

Teriakan Lala memancing kesadaran Alan. Lelaki itu menghela napas panjang dan menoleh, mendapati wajah kekasihnya yang terlihat kesal karena diabaikan.

"Sayang, jangan marah-marah gitu ah. Aku denger kok. Kamu mau tas baru yang tempo hari kita lihat itu kan?"

Lala yang awal nya merajuk kini berubah penuh sumringah. Kepala berhiaskan jepit mutiara itu mengangguk penuh semangat. "Iya. Sayang, kapan-kapan beliin aku ya?"

Alan tersenyum lalu mengangguk. "Iya, nanti aku beliin. Sekalian buat Lena juga."

Raut semangat Lala secepat kilat berubah menjadi raut tak suka mendengar nama Lena meluncur dari bibir sang kekasih. Lena Lena dan selalu saja Lena! Memang benar kalau Lena itu sahabatnya, namun siapa sih perempuan yang tidak kesal jika sosok tercinta nya selalu saja menyebut-nyebut nama sang sahabat?

"Bisa nggak sih Lan kalo sehari aja kamu nggak bawa-bawa Lena di obrolan kita?" Lala tidak bisa lagi menahan gemuruh cemburu di hati nya. Lama-lama, rasa muak semakin merasuk di dada nya.

"Kamu ngomong apa, sayang?" tanya Alan dengan raut bingung. Apa maksudnya ucapan Lala? Membawa-bawa nama Lena? Bukankah itu wajar? Apalagi Lena itu sahabat mereka berdua.

Dengusan kesal begitu keras terdengar dari Lala. "Kamu nggak sadar kah kalo selama kita pacaran, nggak ada hari tanpa nama Lena di tiap obrolan kita? Apa-apa Lena, dikit-dikit Lena. Aku nggak suka Lan. Yang pacar kamu itu aku, bukan Lena!" sentak gadis dua puluh lima tahun itu penuh emosi. Dada nya bahkan berkembang naik turun menahan amarah tertahan.

Alan yang awal nya melongo karena terkejut, kini secepat kilat berubah. Wajah nya mengetat menahan amarah. "Kamu sadar nggak sama omongan kamu?" desis Alan dengan suara rendah. Jemari nya terlihat sangat erat mencengkeram kemudi mobilnya. "Nggak sepantasnya seorang sahabat bicara kaya gitu."

"Oh omonganku nggak pantas? Terus yang pantas itu yang tiap ketemu sahabatnya pelukan gitu kaya yang selau kamu lakuin? Iya? Kamu sadar nggak sih aku ada sama kamu waktu kamu pelukin Lena seolah dia pacar kamu? Kamu brengsek, Lan." cerca Lala dengan nada tinggi.

Alan memukul kemudi nya dengan kuat, Lala sampai terkejut di buatnya. Pasalnya selama menjalin hubungan, Alan sama sekali tidak pernah menunjukkan kemarahannya seperti ini. Dan itu sukses membuat dada Lala makin sakit. Pertama kali nya Alan marah, dan ini semua hanya karena unek-unek Lala pada Lena. See? Selalu saja tentang Lena.

"Kamu keterlaluan, La. Kita bertiga itu sahabatan. Aku sayang kamu, begitupun dengan Lena. Walaupun kita pacaran, kita nggak bisa terus melupakan keberadaan Lena. Dia penting di hidup kita, sayang." Lala terkejut ketika mendengar nada yang keluar dari bibir Alan justru nada rendah, padahal sebelumnya Alan sudah terlihat siap memuntahkan amarah nya.

"Penting di hidupmu, tapi nggak di hidupku. Kamu satu-satu nya orang yang aku prioritasin, Lan. Sakit rasanya waktu aku bukan prioritas kamu, sedangkan kamu prioritas di hidup aku." ucap Lala yang kini sudah terisak. Gadis itu menutup wajahnya dengan menggunakan kedua telapak tangannya, menangis sesenggukan.

Alan yang melihat Lala menangis karena dirinya seketika dilanda rasa bersalah. Ia menepikan mobilnya di pinggir jalan. Kedua tangan kekar itu dengan cepat menarik tubuh Lala untuk masuk ke dalam rengkuhannya, memantik tangis Lala yang kian menjadi.

Slice of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang