SoL 4

2.4K 272 21
                                    

Hari Minggu benar-benar hari nya Lena. Setelah enam hari berkutat dengan sibuk dan ramai nya butik, udara segar menyegari Lena begitu kalender menunjukkan tanggal yang di spesialkan dengan pemberian warna merah.

Sejujurnya, Lena tak ubah seperti para gadis lajang lainnya ketika libur tiba. Malam sebelum libur, ia akan bergadang demi marathon K-drama di kamar nya yang di sulap layaknya bioskop dengan berjejer aneka makanan dan tak lupa minuman berbagai rasa dan warna.

Lena akan sibuk kesengsem, marah, greget, bahkan menangis karena K-drama, yang berefek pada waktu ia terbangun. Paling cepat sekitar pukul sebelas, bahkan ia pernah rekor bangun pada saat jarum jam menunjuk pukul dua siang yang berimbas akan rentetan ocehan sang Mama.

Nah, liburan kali ini, Lena di paksa meniadakan ritual bioskop nya karena ancaman sang Mama yang akan mengguyur nya dengan air seember jika sampai bangun kesiangan. Lena bersungut-sungut kesal. Sudah liburan cuma sehari, masih di sabotase pula.

"Ma, ini kentang nya mau di apain lagi?" tanya Lena ketika membantu sang Mama memasak yang banyak nya bahkan bisa untuk syukuran satu rt.

"Itu di buletin aja, Len. Tengah nya di isi sama sosis, jangan lupa keju parut nya juga." titah Marini, sang Mama yang sibuk mengaduk kuah soto.

Lena mengangguk patuh dan berusaha fokus membuat bulatan lonjong dari kentang rebus yang sebelumnya sudah ia tumbuk. Lena kebagian jatah membuat snack, yaitu kroket.

"Ma, ini nggak salah ya kita masak sebanyak ini? Mubazir kalo nggak abis. Lagian kan yang makan cuma kita bertiga." Lena tidak habis pikir. Apa Mama nya sedang ngelindur ketika memasak masakan fantastis ini semua?

"Ck, ini bukan cuma buat kita. Mama udah panggil Lala sama Alan buat makan bareng di sini."

Deg.

Tangan Lena yang sedang bergerak menambahkan sosis sebagai isian di buat berhenti total oleh ucapan Marini.

"H-Hah?"

Marini terkekeh geli. "Nggak usah kaget gitu ah. Lagian kan Alan sama Lala juga sahabat kamu, orang terdekat kita. Lain lagi kalo acara makan sama calon mantu nanti."

Sudah jatuh, tertimpa tangga. Itulah istilah tepat untuk menjabarkan keadaan Lena sekarang. Urusan menantu memang topik sensitif bagi kedua nya.

Marini yang ngebet ingin punya menantu dan cucu seolah tidak patah arang untuk selalu mendorong Lena memperkenalkan calon nya ke hadapan keluarga.

Biasanya, Lena akan berakhir merajuk kesal dengan mengurung diri dalam kamar karena kesal beradu argumen dengan Mama. Bagaimana bisa membawa mantu kalau kandidatnya saja sudah sold out begitu?

"Jangan mulai deh Ma. Aku lagi nggak mood adu argumen sama Bunda." sergah Lena cepat

"Loh, Mama ini nggak ngajak berantem lho Len. Mama sebagai orang tua sekedar mengingatkan berhubung..."

"Umur aku udah matang, dan dulu Mama udah hamil aku waktu seumuranku." potong Lena cepat sambil sedikit menekan kentang tumbuk sebagai pelampiasan rasa jengkel nya.

"Nah itu tau." tukas Marini enteng sambil memindahkan segala pelengkap soto menuju meja makan.

Lena greget sekali rasanya. Jika saja berteriak pada Mama itu tidak dosa, mungkin sudah sejak jaman perjuangan ia meneriaki Mama nya. "Jodoh itu nggak sama tiap orang nya Ma. Mungkin memang Mama jodoh nya dateng lebih cepat ketimbang jodohnya Lena." jawab Lena kalem, berbanding seratus delapan puluh derajat dengan kondisi hati nya yang sudah ngedumel tidak karuan.

"Mama itu udah termasuk tua, Len! Menikah umur dua puluh empat itu sudah sangat telat. Masa kamu mau ikutin jejak Mama juga yang telat nikah?*"

Tuh kan! Bilang nya saja tidak mau ngajak berantem, tapi ujung-ujung nya pasti berantem juga!

Slice of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang