Bandar Udara Internasional Leonardo da Vinci
Tiga gadis yang sedang berjalan sambil bersanda gurau itu melewati kerumunan orang berlalu-lalang. Dari ketiganya seorang gadis kecil nan manis tengah menggenggam erat tangan ibunya, dengan sang ibu yang tengah memegang koper dan berjalan disampingnya.
"Bunda?"
"Ya, sayang." Ara berjongkok ketika Hana tiba-tiba berhenti dan memanggilnya.
"Apa kita akan menemui ayah?" Ara terdiam, tersentak kaget mendengar ucapan lirih dari bibir Hana.
Kiya menatap Ara dan Hana. Ia menunggu apa jawaban Ara terhadap pertanyaan dari putrinya itu.
"Sayang. Dengarkan bunda, nak. Sebenarnya--"
"Sudahlah, Ara. Kita akan lanjut bahas nanti. Sebaiknya kau hubungi temanmu yang berada di negara ini, agar Hana juga cepat beristirahat. Dia mungkin sudah sangat lelah karena perjalanan panjang." potong Kiya tidak bermaksud. Ara lantas menarik nafasnya dan lalu tersenyum mengusap rambut Hana. Ia tahu, dan sangat tahu bahwa Hana pasti sangat merindukan ayahnya. Seseorang yang telah tega meninggalkan dia.
"Kita bicara nanti lagi ya, sayang. Sekarang kita telpon Uncle Anton. Okay!" begitu mendengar nama Anton dengan penuh semangat Hana menganggukkan kepalanya dan lantas merapatkan badan kecilnya lebih kepada Ara. Kiya yang melihat itupun ikut melebarkan senyumnya.
"Ya. Aku, Hana dan temanku, Kiya. Kami sudah sampai di Bandara.."
"Benarkah. Kenapa tak menelpon aku di pesawat tadi. Kalau begitu aku bisa lebih cepat menjemput kalian."
"Haha. Tidak perlu menjemput kami, Anton. Aku sudah memanggil taksi, dan aku minta tolong padamu carikan aku apartemen terdekat. Heum ... dan juga aku minta bantuanmu, aku butuh pekerjaan. Sebagai chef, apapun yang terpenting tidak berat dan aku mempunyai waktu untuk Hana."
"Baiklah Nyonya. Akan aku kerjakan. Setelah aku menemukan lokasi apartemen yang baik dan cocok untukmu, aku akan langsung mengirim alamatnya padamu. Hehe."
"Ya-ya, terserah padamu Anton. Aku berhutang banyak padamu, terima kasih ya."
"Tidak perlu berterima kasih, Ara. Sudah tugasku. Baiklah, aku tutup telponnya dulu. Sepertinya seseorang membutuhkan bantuanku."
"Iya. Pokoknya aku tetap berterima kasih padamu."
"Oke-oke Nyonya. Bisa ku tutup telponnya, akan aku hubungi lagi nanti."
"Oke. See you, Anton."
"See you too, Ara. And the spirit.." Ara tersenyum tipis mendengar ucapan terakhir Anton.
"Yeah. I'm spirit."
Tut
Setelah menutup telponnya dan meletakkan ponselnya kedalam tas. Ara lalu menuntun Hana untuk digendong nya dan iapun bersama Kiya yang menyeret koper lantas berjalan meninggalkan bandara menuju dimana taksi sudah menunggu mereka.
Di perjalanan, Ara kembali lagi memegang dadanya yang berdetak kencang. Hal itupun tak luput dari pandangan Kiya yang sedari tadi bingung akan tingkah temannya itu.
"Kau baik-baik saja, Ara?" tanya Kiya. Yang dibalas Ara dengan anggukan kepalanya.
"Mukamu pucat. Apa kau membawa obatmu?" Ara kemudian tersenyum tipis pada Kiya yang nampak khawatir akannya. Dengan pelan ia mengeluarkan cermin mini dari dalam tas nya dan bercermin disana.
"Aku lupa membawanya. Tertinggal dirumah Mom." Kiya lalu menghela nafasnya kasar.
"Bagaimana bisa lupa?"
"Aku tak tahu Kiya. Sebaiknya kita berhenti di apotek terdekat." ucap Ara yang langsung menyuruh sopir taksi untuk berhenti sebentar di tepi jalan yang kebetulan di seberangnya terletak apotek kecil yang terbuka.
Dengan langkah segera, Ara lalu turun dari mobil dan berjalan pergi kearah apotek untuk membeli obatnya. Sedangkan Kiya dan Hana menunggu di dalam mobil bersama sang sopir taksi.
Setelah beberapa menit Ara pun sudah kembali dengan menenteng sekantong plastik kecil ditangannya. Saat sudah memasuki mobil mereka pun kembali melanjutkan perjalanan untuk menuju kearah apartemen yang sudah Anton carikan dan kirimkan alamat jalannya.
🍃🍃🍃
Florence, Italia.
Tuk!
Tuk!
Tuk!
Sudah berapa kali ujung pena nya itu ia mainkan diatas meja dengan menimbulkan suara yang mengalun tak sedap penuh tanda tanya.
Pria yang dengan menggunakan kaos abu-abunya itu lalu berdiri dan membalikkan badannya menghadap kearah luar jendela ruangan kerjanya.
Ia memejamkan kedua matanya, erat bersama tetesan air matanya yang jatuh rapuh di kedua pipinya.
"Aku sangat merindukan kalian.."
"Sayang, anak ayah ...."
"Maafkan ayah, Hana. Maafkan ayah."
"Bos?" Regan mengelap air matanya yang masih menetes walau hanya sedikit. Pria itu lalu berdehem menerima panggilan Sam yang tiba-tiba berada diruang kerjanya itu.
"Temannya Anton sudah datang," ucap Sam. Regan mengangguk pelan dan menyuruh Sam untuk pergi meninggalkannya terlebih dahulu.
Regan terdiam, ia mengelus baju kaos abu-abunya yang masih melekat dibadan nya dengan lembut dan penuh hati-hati. Lalu ia pun segera keluar dari ruang kerjanya masih dengan pakaian santainya saat dirumah.
Ia penasaran melihat teman perempuan Anton yang kata Anton sangat manis itu.
《Don't COPY PASTE》
-+×÷<>📚Salam Jauh dari Author📚
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER MY WIFE (END)
Romance(Cerita Mini Novel) Kehidupannya lantas berubah saat ia tak menemukan sesosok yang berdiri diatas altar dan menyambutnya. Sementara sesosok itupun bersembunyi dibalik dirinya, merasakan rasa sedih juga kesakitan tanpa ia ketahui. Mampukah ia menjaga...