Part -4-

2.8K 145 0
                                    

Tap

Tap

Tap

"Ehem!" deheman itu menyentak nya kuat. Seorang gadis dengan sweater polos berwarna merah yang melekat nyaman ditubuhnya itu, lantas ia membalikkan badannya dan langsung menundukkan kepalanya hormat.

"Angkat saja wajahmu. Tak perlu menunduk lebih seperti itu, kau bisa tersungkur kedepan." ujar Regan dengan senyum tipisnya.

"M-maaf tuan." Regan mengangguk pelan dan lantas berjalan melalui gadis itu dan lalu ia duduk nyaman di sofa dekat perapian. Tangannya terangkat lantas memerintahkan agar gadis itupun duduk tepat di depannya.

"Siapa namamu?" gadis yang ditanya itu dengan serba salah duduk disofa, ia pun tak sadar sudah menghiraukan pertanyaan dari Regan.

"Siapa namamu, Nona?" sekali lagi Regan bertanya dan kali ini dengan tegas, hingga membuat gadis itu kembali menundukkan kepalanya dan mengangguk.

"A..a-ara. Nama saya Ara, tuan." Regan mengernyitkan dahinya. Seperti teringat sesuatu.

"Kau berasal darimana? Benar, kau temannya Anton Maxsel?" gadis itu mengangguk dengan cepat dan menyebutkan asalnya.

"Kota Tern. Aku pindah ke Kota Florence untuk merubah kehidupan ku. Kumohon terima aku sebagai chef masak dirumahmu, maksudku di mansion mu, tuan."

Regan menatap kesamping, lagi-lagi kata-kata Ara membuatnya teringat akan sesuatu. Regan meringis menahan sakit diarea kepalanya, dengan helaan nafas kecil Regan lalu berdiri dan memandang Ara.

"Kau, aku terima kerja dirumahku. Bukan hanya sebagai chef, tetapi asisten personal ku. Mulai nanti malam, kau tinggal dimansion ku. Dan aku tidak menerima bantahan apapun, sekali kau memohon aku akan mengabulkannya tetapi tanpa permohonan kedua." ucap Regan jelas dan tegas. Lantas setelah itu iapun berlalu meninggalkan Ara yang nampak mematung kaget di tempat duduknya.

"Regan.."

🍃🍃🍃

"Ara, kau bersungguh-sungguh akan bekerja disana. Aku tahu kau kuat, tapi kau juga lemah Ara. Kalau kau mau, aku akan menggantikan mu bekerja disana," Ara menggigit kuat bibirnya, ia menggeleng kecil dengan tersenyum kecil menghadap pada Kiya.

"Tidak apa-apa, Kiya. Mungkin, ini sudah jalannya kami bersatu kembali."

"Bersatu? Ara, kau waras heh! Love has blinded you." ucap Kiya, lalu tanpa berkata lain ia pun meninggalkan Ara, Hana yang menatap bingung pada mereka, dan Anton yang menundukkan kepalanya merasa bersalah pada Ara.

"Ara. Aku sungguh minta maaf, aku tidak tahu bahwa dia adalah mantan kekasihmu yang...." Anton tak sanggup melanjutkan ucapannya saat Ara pun hanya menatapnya dengan senyuman dan ketulusan.

"Aku baik-baik saja , Anton. Tidak perlu berlebihan. Oh ya, aku dan Hana harus pergi sekarang, dan kau tidak usah mengantar kami. Pergilah, tenangkan Kiya. Aku tahu ia pasti sedang menangis dikamar."

"Tapi, Ara.."

"Anton, sekali ini saja. Setelahnya kalau aku tetap tak bisa mendapatkan dia, aku akan menyerah. Dan mencoba untuk melupakan dia." Anton menghela nafasnya pelan dan lalu ia menganggukkan kepalanya. Anton tersenyum berlutut dihadapan Hana, gadis kecil itu juga tersenyum mengusap wajah Anton.

"Jaga bunda disana ya, Princess Uncle yang manis. Kalau bunda menangis, maka peluk dia. Okay!" Hana dengan kuat menganggukkan kepalanya.

"Uncle?" Anton tersenyum manis saat Hana yang hendak menciumnya namun ragu untuk melakukannya.

"Boleh, sayang." kata Anton yang langsung membuat Hana senang dan lantas Hana bergerak cepat memeluk leher Anton, dan mengecup bibir tipis milik pamannya itu.

"Hana sayang, Uncle."

🍃🍃🍃

Regan berjalan menuruni anak tangga dengan gerakan tangannya yang mengancing jas hitamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Regan berjalan menuruni anak tangga dengan gerakan tangannya yang mengancing jas hitamnya. Pria itu pun lalu mengambil ponselnya yang sejak tadi berdenting dalam saku celana bahannya.

Masih terus menatap kearah ponselnya, Regan yang tak melihat bahwa didepannya kini ada seorang gadis kecil, yang menatapnya bingung bercampur senang.

"Ayah!?" Regan tersentak mendengar teriakan nyaring dari gadis kecil itu. Dan dengan gerakan cepat ponselnya pun langsung terlempar dan jatuh ke lantai.

Regan terkaget-kaget mendapati bahwa dirinya pun kini sudah berada didalam dekapan tangan mungil gadis itu, gadis yang masih memakai piyama bunga-bunga dan juga memeluk erat dirinya bersama kikikan lucu disana.

"Hihi. Ayah lama sekali perginya. Untunglah bunda dengan cepat menemukan ayah, dan kita kini sudah berkumpul bersama lagi. Hana, bunda, dan ayah." ucap gadis itu yang Regan kini tahu ialah bernama Hana. Hana, ia seperti mengingat sesuatu hal lagi.

"Ayah?" Regan mengernyitkan dahinya menatap mata bulat Hana yang melengkung tersenyum padanya. Hati Regan sungguh menghangat melihat senyuman itu.

"Namamu Hana?" tanya Regan yang kini sudah terlepas dari pelukan Hana dan kini Regan berlutut mensejajarkan tubuhnya pada badan mungil milik Hana.

"Iya, ayah. Ayah lupa ya, kalau ayah yang memberikan namaku ini. Ayah, aku rindu ayah. Tolong, jangan pergi lagi. Jangan tinggalkan aku dan bunda, ayah. Kasihan bunda menangis."

"Hana!?" Regan dan Hana yang mendengar seruan nyaring dari arah samping itu dengan bersamaan menatap pada Ara. Ara dengan gerakan cepat menarik Hana dari tangan Regan, dan lalu memeluk erat Hana tanpa menatap pada Regan.

"Maaf, tuan. Maafkan atas ketidaksopanan putri saya. Saya akan membawanya kembali ke kamar belakang." ucap Ara yang langsung membawa Hana dalam gendongannya. Sebelum ia benar-benar pergi, Ara sejenak menoleh kebelakang dan menatap Regan yang juga menatapnya.

"Sarapan tuan, sudah saya sajikan di meja makan. Jangan lupa untuk makan siang dirumah." setelahnya tak ada lagi kata dari bibir Ara. Ara pun sudah berlalu meninggalkan Regan yang lantas berjalan menuju pada ponselnya yang untung saja masih utuh, walau hanya dalam keadaan daya yang mati. Dengan gerakan pelan Regan kembali menyalakan ponselnya, dahinya pun mengernyit dalam.

"Hana...."



















《Don't COPY PASTE》
-+×÷<>

📚Salam Sumpah Pemuda dari Author📚

FOREVER MY WIFE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang