4 - I Found U!

30 5 0
                                        

Rebahan. Satu kata pewakil perasaan semua remaja masa kini. Ya, berbaring di atas kasur empuk nan nyaman, bermain HP, sambil sesekali berhalu memimpikan impian yang tak akan pernah terwujud. Kecuali keajaiban yang menjawabnya.

Kini, Dimas sibuk menggeser layar ponselnya. Entah apa yang ia scroll, sedari tadi bosan di benaknya tak kunjung pergi. Badannya terasa sangat berat untuk digerakkan. Dan, ia bingung harus melakukan apa untuk mengusir rasa bosan.

Bermain game, menonton video, belajar, semua dirasa tak lagi penting bagi Dimas sehabis beribadah solat maghrib. Ia benar - benar jenuh. Ia lapar, tapi malas turun ke dapur untuk makan malam. Sungguh tak ada tujuan hidup. Dibunuh saja orang seperti itu.

Tiba - tiba, Dimas teringat kembali dengan perkataan Cara pagi tadi. Bahwa, Ninda tengah dirundung masalah. Masalah keluarga. Saat ini, Ninda tengah memainkan perannya di drama kehidupannya. Luka yang di dapat oleh Ninda di lutut tersebut adalah hasil usahanya menyelesaikan masalah dirinya dengan ayah tiri. Satu fakta yang baru Dimas ketahui, Ninda mempunyai ayah tiri. Yang Dimas tahu, ayah kandung Ninda telah berpulang sehingga Dimas harus bisa tak menyinggung topik tersebut saat sedang bersama Ninda. Ia tak ingin membuat Ninda semakin tertekan.

Dimas kembali teringat dengan pesan Cara tadi. Ia memutar otaknya agar bisa mencari cara untuk dapat menolong Ninda dengan keadaan apa pun.

"Ninda bakal nolak kalo ada yang nawarin bantuan ke dia. Apalagi anak seumuran, yang mungkin bisa jadi temen. Tapi, Ninda terlalu nutup diri. Dia gak pernah pengin ada orang baru yang jadi temennya, karena alasan Ninda udah sering dikecewain.

Dulu, pernah Ninda nyoba bersosialisasi sama temen satu sekolah kita, pas SMP. Tapi, Ninda di situ dimanfaatin doang. Pas dia butuh, mereka malah ngilang. Pas mereka seneng, Ninda dilupain. Juga, parahnya, mereka lagi susah malah dateng ke Ninda. Akhirnya, Ninda nutup diri deh, jadi introvert ke semua orang. Oh, iya. Satu lagi, Ninda bawaan sifatnya emang dingin. Tapi kalo cuek, itu karena kekecewaannya yang bikin dia gak peduli lagi sama sekitar. Jadi, Mas. Kalo lo beneran mau bantu Ninda, minimal, tolongin dia 3 kali. Tapi, yang tulus nolongnya, jangan lo ngarep juga dia bakal bantu lo. Ninda jadi orang yang gak mau bales budi semenjak dia ngerasain kejadian itu di kelas 9."

Omelan panjang lebar itu kian panjang terulang - ulang hingga Dimas merasa pening. Seberat itukah bebannya untuk bisa, sedikitnya 'dekat' dengan' Ninda? Tak apa, ia bukan pengecut yang mudah menyerah.

Lamunan Dimas ambyar ketika papanya mengetik pintu, kemudian masuk. Papanya masih berbalut dengan pakaian kerjanya sehari - hari, kemeja dan celana dasar hitam. Jasnya telah ia lepas sebelum masuk ke kamar anaknya.

"Kok udah pulang, pa?" tanya Dimas heran. Ayahnya selalu tiba di rumah sehabis isya. Itulah rutinitas ayahnya setiap hari.

"Iya, tugas papa udah selesai. Daripada papa nganggur di kantor, mending pulang," terang Benni, "kamu udah makan? Papa mau ngajak kamu makan di luar."

Sontak, Dimas bangkit dari tidurnya. Entah kenapa ia selalu senang ketika papannya mengajaknya keluar. Jalan - jalan refreshing sejenak mungkin bisa membuat otaknya lebih jernih setelah melewati banyak kegiatan seharian ini.

"Mau! Tunggu, pa. Dimas salin," ujar Dimas ceria.

"Nggak perlu. Pake gitu aja. Udah, ayo. Jaco juga tadi papa ajak," Benni beranjak, lalu berjalan keluar kamar.

HOLLANDAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang