5 - A Little Happy

43 3 1
                                    

Langkah per langkah Dimas ambil dengan santai. Kali ini, ia sudah hadir di sekolah lebih lambat dari sebelumnya. Ia datang dengan senyum lebar yang membuatnya langsung dilirik siswi yang berlalu di dekatnya. Namun, untuk sekarang, ia tak merasa risih dengan tatapan - tatapan itu.

Di koridor kelasnya, Dimas menemui teman - teman sekelasnya dulu. Ia bercengkrama sebentar sebelum kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas.

"Duluan, cuk!"

"Yo!"

Dimas melihat punggung seorang cewek. Rambut cewek itu keriting sebahu. Dimas bisa menebak bahwa itu adalah Cara.

Dimas menyusul Cara dan berjalan di samping cewek itu. Ia ingin menanyakan sesuatu kepada Cara beberapa hal, tentang Ninda.

"Car," ucap Dimas.

"Wow, lo bikin gue kaget!" seru Cara sedikit terkejut melihat Dimas yang berada di sampingnya.

"Hehe. Eh, Car. Lusa kemaren gue lihat kaos favoritnya Ninda. Emang bener yang itu?" tanya Dimas membuka topik.

Alis Cara mengerut, "yang pas itu gue jelasin ke elo?"

"Iya, gue liat. Sama persis," Dimas merogoh ponselnya, "nih."

Cara memperhatikan kaos abu itu dengan seksama. Desainnya, tulisannya, ukurannya. Sama. Persis milik Ninda setahun lalu.

"Ini lo ambil fotonya kapan? Bajunya dicuri? Sama siapa?" Cara balik bertanya karena penasaran.

"Oh, itu. Nggak. Ada insiden lewat kemaren," Dimas tersenyum simpul. Cara tak boleh tahu dulu bahwa foto itu ia ambil saat ketiga penjahat perusak itu datang. Tapi, yang menarik perhatian Dimas adalah salah satu dari mereka yang berbadan kekar ketika jaket kulit hitamnya dibuka. Kaus ini Dimas perkirakan berukuran L. Namun, pria itu memiliki badan melebihi batas ukuran kaus tersebut sehingga mengetat saat dikenakan pria itu. Dimas juga belum mengetahui siapa pria itu sebenarnya.

"Insiden? Insiden apa?"

"Anak kecil gak boleh tau,"

Cara menatap Dimas dengan raut sebal, "bisa ae kamu, kutu Jenglot," Dimas terkekeh mendengar gerutuan Cara.

"Eits, hampir kelupaan. Kaos itu emang penting banget ya buat Ninda?" tanya Dimas di ambang pintu kelas mereka.

Cara tersenyum miring, "kasih tau nggak ya?"

"Please, gue mohon sekali ke lo!" bujuk Dimas.

"Kalo lo beneran mau tau, cari tau sendiri!" ujar Cara, kemudian ia berjalan ke bangkunya dan meninggalkan Dimas yang masih berpikir.

"Bonus clue, baju itu pemberian almarhum ayahnya Ninda. Sekarang, jawaban boleh mulai lo cari," tukas Cara di tempat duduknya. Bangku sebelahnya tampak kosong. Ninda agaknya datang lebih terlambat pagi ini.

Apa hubungan antara kaus itu dengan almarhum ayah Ninda? Dan, mengapa bisa kaus itu, dicuri mungkin?

🕷️

"Mas, ke kantin yok," ajak Jaco.

Dimas mengangkat kepalanya menatap Jaco, "lo aja. Gue nitip,"

"Yee, kerjaan lo mah tiap kali diajak, nitip terus. Sekali - kali kan, keluar. Menikmati pemandangan sekolah kita yang sejuk nan indah ini," ucap Jaco.

"Oke juga bahasamu, nak. Mau jadi sastrawan, ya? Puitis sekali kata - kata anda barusan," puji Dimas ogah - ogahan.

"Terima kasih hinaannya. Sama sekali tidak membantu," balas Jaco kesal, "ayo, mau gak?" ajaknya sekali lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 23, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HOLLANDAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang