08

40 3 9
                                    

Eh gais, fyi, part sebelumnya w rada nangis nulisnya wkwk:')

•••

Satu bulan berlalu semenjak perpisahan kelas dua belas. Sekarang sekolah menjadi sepi karena hanya ada kelas sepuluh dan sebelas. Sebentar lagi Dinda akan duduk dikelas sebelas.

Sebisa mungkin Dinda berusaha untuk melupakan Adnan. Meski belum terbiasa, masih banyak kenangan yang Adnan tinggalkan disekolah ini.

"Ih biasanya jam segini kelas Kak Adnan olahraga, sekarang sepi deh" ujar Meila pada Dinda yang tengah asik bermain ponsel. Dinda menyetujui, karena memang benar. Mereka belum benar-benar terbiasa tanpa kelas dua belas.

"Dih sepi amat nih sekolah," ujar Zila, salah satu teman Dinda.

"Ya iyalah, kan nggak ada kelas dua belasnya ogeb!" cecar Meila.

"Hehehe" kekeh Zila dengan nada super menyebalkan.

"Eh gue masih inget kemarin Zila mau ngajak foto Kak Fatir eh malah dikacangin" ucap Dinda tiba-tiba.

"Hisss Dinda jangan diingetin lagi" Zila memasang ekspresi sedihnya.

"Ngakak woi, dipanggil-panggil malah kagak nyahut, kasian banget Zila Ya Allah" kekeh Dinda. Beberapa orang teman lainnya ikut terkekeh.

"Pengalaman tak terlupakan," sambung Meila.

"Eh lo, fotoin orang juga nggak jelas! Blur woi foto gue sama Kak Fatir, dasar kutu" omel Dinda.

"Iya anjir, Meila nggak niat fotoin, onta emang" timpal Zila. Lalu Meila pun dibully habis-habisan oleh korbannya, yaitu Dinda dan Zila.

"Udah udah ah, mending kekantin yuk, mumpung jamkos" lalu mereka pun setuju dan langsung keluar meninggalkan kelas bersamaan.

Didalam pikiran Dinda, merangkai kata, untuk disampaikan kepada Adnan. Meski tak benar-benar tersampaikan, setidaknya Dinda telah menyatakan ini.

Sekolah terasa berbeda saat tidak adanya kamu. Sekolah terasa sepi tanpa kalian. Bagaimana aku bisa menjalani kehidupan sekolah dua tahun kedepan tanpa hadirnya kalian. Khususnya Adnan, pertemuan kita terlalu singkat, tapi kamu menetap dihati terlampau dalam. Maka susah untuk dihapuskan.

Sampai sekarang, ketika mataku menangkap sosokmu dalam galeri. Ketika netraku menemukan namamu diinstagram, aku terguncang. Kini tersedu, sebab hanya bisa menatapmu dibalik layar. Ada wajahmu dipostingan. Ada sosokmu diinstastory. Ya Kak, aku rindu.

"Eh, Kak Adnan kuliah dimana?" tanya Dinda pada Meila.

"Denger-denger sih jauh,"

"Jauh? Dimana emangnya?"

"Bandung."

Lantas jantung Dinda serasa melorot, terlepas. Tak lagi pada tempatnya. Lalu tersenyum getir. Sudah jauh ternyata. Lalu flashback ingatan-ingatan tentang Adnan terlintas dikepalanya.

Laki-laki itu sudah jauh. Inikah waktunya untuk aku melupakan? Pikirnya.

Dirasa iya. Karena harapan pada Adnan sekarang sudah tergantung tinggi, tak bisa diraih kembali. Adnan beda pulau, sudahlah, biarkan harapan itu musnah dengan sendirinya.

Simpan saja Adnan disisi pinggir hatimu. Jangan diharap terlalu tinggi, nanti rasanya juga terlalu sakit. Mengingatnya boleh, toh dia hanya kakak kelasmu.

Dari aku, untuk aku.


•••


Dari aku untuk aku. Hehe. Di part ini aku ngomong sama diri aku sendiri loh gengs, duh kan jadi rindu beneran sama abang yang udah beda pulau iniii.

Sehat-sehat ya bang, mwah. Eh.

Ohiya nih sedikit reminder sekaligus tamparan (?) buat kalian;

Dia yang deket aja nggak bisa digapai, apalagi kalau udah jauh. Jadi, udahlah, simpan aja, tapi nggak usah diharapin yang terlalu. Nanti sakit sendiri, jadi, move on yuk! Hehe

Eh gadeng, aku ndiri aja belum move on betul wkwk, sok banget dah ah.

EH GAIS AQ UP DOUBLE PART WKWK BAIQ KAN AQ. IYA, SAMA SAMA.

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang