"Gue tau lo gak punya duit, nih gue beliin mi goreng buat lo" kata Bagas, meskipun wajahnya pas-pasan tapi ia benar-benar perhatian."Ihh bagas lo tau aja kalo gue lagi laper hehehe" ucapku sambil cengengesan. Kemudian aku langsung memakan mi goreng yang sangat menggoda itu tanpa berpikir panjang.
"Iyalah. Apasih yang enggak buat lo? Lo kan calon ibu dari anak-anak gue di masa depan nanti" jawabnya sambil duduk di sampingku, lebih tepatnya di atas bangkunya sendiri. Namun entah kenapa jawabannya membuatku kesal.
"Ihh apaan sih lo malah ngomongin anak, masa depan kita itu masih panjang" kesalku.
"Persetanlah sama masa depan masih panjang. Intinya gue pengen punya empat anak sama lo, dua cewek dua cowok hahahaha" Ia tertawa dengan keras, membuat kedua lesung pipinya tercetak dengan jelas.
Sementara aku hanya menatapnya dengan datar sambil mengunyah mi goreng rasa rendang yang sangat nendang bumbunya.
"Empat anak nanti elo yang hamil sama ngelahirin. Gue mah ogah hamil sampe empat kali" ucapku datar.
"Kodrat lelaki itu menanam benih, sementara kodrat wanita itu sebagai tempat untuk tumbuhnya benih. Jadi terima aja takdir lo dan juga lo harus nurut sama suami. Lo gak mau jadi isteri durhaka kan?" kata Bagas bak penyair abal-abal.
Rasanya aku ingin muntah mendengarkan hal semacam itu.
"Brisik lo. Gue jadi pengen muntah" ketusku.
"Pengen muntah? Lo... morning sick? Kan belum gue apa-apain. Masa udah hamil duluan?"
"Apaan sih lo brisik ah!" kesalku karena sikapnya semakin menjadi-jadi dari hari ke hari.
Apapun yang sedang kita bicarakan pasti ujung-ujungnya ia akan membicarakan tentang mimpinya untuk menikah denganku dan punya anak.
Bahkan kemarin saat istirahat, kami sedang membicarakan tentang Revolusi Amerika karena minggu depan kami akan menghadapi ulangan harian sejarah, namun entah bagaimana ceritanya dari Revolusi Amerika itu kami jadi membicarakan tentang pernikahan dan memiliki anak.
Bagas bilang ia ingin punya anak kembar, dan sekarang ia bilang ingin punya empat anak? Luar biasa!
Mungkin besok ia akan bilang ingin memiliki 20 anak kembar. Fantasinya benar-benar liar. Aku tak mengerti dengan pikiran kotornya.
"Jujur siapa?" ucapnya berapi-api bak seorang lelaki yang memergoki pacarnya selingkuh.
Sudah cukup!!!
"Dasar gila!" Umpatku kesal.
Aku tak bisa menahan diri untuk tak mengumpat.
Aku pun langsung keluar meninggalkan Bagas dan mangkuk berisi mi goreng rendang yang tinggal sedikit.
"Loh beb lo mau kemana?" teriak Bagas, namun tak aku acuhkan. Aku langsung berlari karena aku tak ingin Bagas mengikutiku.
Setelah cukup jauh dari kelasku aku melihat ke belakang, ternyata Bagas tak mengejarku, aku pun langsung berhenti dan menetralkan degup jantungku. Sepertinya setelah ini aku harus membawa Bagas ke rumah sakit jiwa. Pikirannya benar-benar kacau.
Setelah dirasa tenang, dengan langkah gontai aku pun melanjutkan langkahku, secara kebetulan aku berpapasan dengan Aaron. Ia berjalan sendirian padahal tadi ia diseret ke kantin oleh Dhea yang selalu terobsesi dengan anak baru.
"Hai!" tiba-tiba Aaron menyapaku sambil tersenyum.
"Hai" balasku ramah. Bagaimana mungkin aku bisa tak ramah dengan sosok bule dihadapanku ini? Selain segar dan tampan untuk dilihat, sepatu puma yang membungkus kakinya semakin meyakinkanku bahwa ia berasal dari kelas sosial yang tinggi.
Sudah pasti aku mengetahui mana sepatu yang mahal ataupun murah meskipun dari brand yang sama. Ingat! Dulu aku pernah kaya raya.
"Lo Theresa kan? Yang kemarin di perpustakaan kota?" tanyanya.
"Iya, dan lo Aaron kan cowok yang kemarin ngobrol sama gue?" tanyaku balik, namun ia malah terkekeh mendengar pertanyaanku. Apa ada yang salah?
"Lo mau kemana?" tanyanya lagi tanpa menjawab pertanyaan ku meskipun aku sudah tahu jawabannya nya.
"Mau ke perpustakaan" jawabku padahal aku pun tak tahu akan kemana.
"Hmm gue mau ikut boleh?" ia terlihat seperti berharap dan mana mungkin bisa aku menolak seorang cowok ganteng yang ingin menemaniku.
"Bole bole, ayo!" kataku semangat.
Jarang sekali ada orang yang mau menemaniku ke perpustakaan. Bahkan Bagas saja yang selalu menempeliku tak sudi menginjakkan kaki di tempat yang menurutnya seperti neraka jahanam.
Namun sepertinya sekarang berbeda, Aku tak akan sendirian lagi ke perpustakaan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
LELAKI BIADAB! MOR!
Random⚠17++ Awalnya dia mengenalku, menyukaiku, mencintaiku lalu terobsesi denganku. Hanya satu hal yang pasti! Dia benar-benar gila untuk ukuran manusia.