6

1.3K 40 3
                                    


Tiba-tiba pintu rumahku dibuka dan ternyata Thristan telah datang. Huh akhirnya.

"Sasa sayang nih martabaknya" kata Thristan sambil masuk ke dalam rumah namun langkahnya berhenti saat melihat Aaron.

"Malam kak" sapa Aaron sambil berdiri setelah melepas kacamatanya. Senyum Thristan mendadak hilang saat melihat Aaron. Ia meliriku berusaha meminta penjelasan siapa makhluk yang ada di hadapanku ini.

"Perkenalkan saya Aaron, teman Theresa" Aaron mengajak Thristan untuk bersalaman dan Thristan membalasnya dengan tatapan penuh selidik.

Aku lega Thristan tak meneriaki Aaron dan mengusirnya seperti yang pernah ia lakukan dulu kepada Bagas. Saat itu aku sedang sendirian di rumah menunggu Thristan datang dari tempat les lalu Bagas datang ke rumahku dan aku menyuruhnya masuk. Kami mengobrolkan banyak hal hingga Thristan datang dan ia sangat marah melihat ada lelaki asing di rumah ini. Ia meneriaki Bagas dan mengusirnya, bahkan ia hampir meninjunya jika aku tak menyuruh Bagas untuk cepat pergi.

Thristan duduk di sebelahku dan menggenggam tanganku, bahkan tubuhnya sangat menempel denganku padahal sofa yang aku duduki saat ini besar dan panjang. Sifat overprotective nya mulai muncul lagi.

"Jadi apa tujuan kamu datang ke sini?" tanya Thristan datar.

"Saya datang kemari untuk berkenalan dengan keluarga Theresa" jawab Aaron formal sambil tetap tersenyum ramah.

Aku yang melihat situasi canggung ini bingung harus berbuat apa. Aku ingin ikut berbicara karena merasa tak enak dengan Aaron atas sikap dingin Thristan tapi di sisi lain aku juga takut dengan Thristan yang saat ini tak jauh berbeda dengan hulk.

"Berkenalan? Kamu gak berniat untuk melamar adik saya kan?" Tanya Thristan dengan nada mulai meninggi.

Aku merangkul lengan Thristan, berusaha untuk meredam emosinya. Sementara Aaron tetap tenang dengan senyumannya. Kakaku ini sangat sensitif dengan lelaki yang dekat denganku.

"Ya jika anda mengijinkan" kata Aaron membuat mataku membulat, sepertinya ia sudah tak sayang dengan nyawanya dan ingin segera kembali ke rumah tuhan.

"Apaa?!?!?" Thristan mendadak berdiri membuatku ikut berdiri dan menahannya agar tak menyerang Aaron. Nafasnya menderu, amarahnya semakin naik.

"Kakak...." cicit ku takut.

Aku melihat ke arah Aaron dan memelototinya agar ia berhenti bercanda. Sepertinya ia ingin merasakan tinjuan Thristan yang sangat mematikan.

"Saya hanya bercanda" kata Aaron sambil terkekeh pelan.

Aku menarik Thristan agar duduk. Ia menatap Aaron seperti ingin meninjunya.

"Saya cuma mau ngasih sedikit oleh-oleh dari ayah saya"

Thristan menatap barang-barang pemberian Aaron yang ada di meja.

"Terima kasih dan kamu boleh pulang" kata Thristan dingin. Ia mengusir Aaron secara halus.

Aku menatap Aaron tak enak  akibat kelakuan Thristan, namun ia malah tersenyum seperti orang idiot.

"Kalau begitu saya permisi, Sa gue pulang dulu ya" kata Aaron sambil menatapku.

"Iya, ati-ati ya Ron"

Aaron keluar dari rumahku dan aku berdiri ingin mengantarkannya namun Thristan menahanku agar tetap diam.

"Udah diem di sini!" Thristan keluar mengantarkan Aaron, ia terlihat berbincang sebentar bersama Aaron sebelum menutup pintu dan duduk kembali di sebelahku.

"Lain kali misalnya ada tamu cowok jangan dibuka pintunya, apalagi kalo gak ada kakak" omel Thristan sambil menatapku kesal.

"Dia masuk sendiri kak" jawabku membela diri.

Dalam hati tapi, mana berani aku berbicara seperti itu. Yang ada nanti Aaron masuk berita karena tewas secara tiba-tiba.

"Iya kak maaf" ucapku sambil melihat ke bawah dan tak sengaja aku melihat Thristan memakai sepatu yang belum pernah aku lihat, lebih tepatnya sepatu baru. Cih! Aku tak dibelikan.

"Yaudah ayo makan!"

Aku pun memakan martabak keju yang dibelikan oleh Thristan namun entah kenapa rasanya hambar.

***

"Aku masuk dulu ya kak" ucapku setelah turun dari motor matic milik Thristan.

"Iya, belajar yang serius jangan pacaran!" nasihatnya dengan ketus setelah membuka helmnya, sepertinya ia masih kesal perihal Aaron kemarin.

Cih! Aku benar-benar tak mengerti. Kenapa ia harus sekesal itu? Tak biasanya ia seperti ini. Biasanya kan aku yang ketus kenapa sekarang malah terbalik.

"Iya sayang" jawabku lalu mencium tangannya dan

Cup

ia mencium pipiku dan hal itu membuat beberapa siswi memekik kaget dengan perlakuan Thristan padaku. Ternyata sejak tadi banyak yang memperhatikanku dan Thristan.

Ya bagaimana tidak? Thristan tampan dan aku adalah salah satu siswi terkenal di sekolah ini. Aku yakin tak ada satupun orang yang tak mengenalku di sekolah ini, mereka bilang aku adalah most wanted dan banyak yang menjadi penggemarku meskipun tak pernah merasa begitu.

Dan satu hal yang pasti, mereka tak tahu jika Thristan adalah kakakku. Biasanya Thristan hanya mengantarku sampai perempatan jalan yang tak jauh dari sekolah lalu menyuruhku berjalan lagi dengan alasan agar aku sehat.

Sialan memang! Padahal aku tahu itu hanyalah alibinya agar ia bisa mengantri terlebih dahulu di tempat jualan kopi favoritnya yang cukup digemari oleh banyak orang sehingga ia harus mengantri lebih awal agar tak kehabisan. Ya! ia melakukan itu setiap hari sebelum pergi ke sekolah, tempat ia mengajar.

Namun entah setan mana yang merasuki Thristan hingga ia mengantarku masuk ke dalam sekolah sampai ke tempat parkir. Dan ia menciumku di depan banyak orang.

Sialan! Bagaimana jika mereka nanti berpikir yang tidak-tidak? Bahkan meskipun mereka tahu jika Thristan adalah kakaku, tak menutup kemungkinan bahwa mereka akan menganggap kami mengidap penyakit brother-sister complex, karena menurutku tak wajar jika kakak dan adik bermesraan di tempat umum. Tidak! Lebih tepatnya hanya kakak bobrokku ini.

"Ihh kakak apaan sih?" kesalku. Sementara Thristan hanya tersenyum dan hal itu semakin sekses membuat orang-orang semakin memperhatikan kami.

"Lagian kakak kenapa sih nganterin aku sampe ke sini, biasanya juga kan sampe belokan?" kesalku menahan malu.

"Gak papa" jawabnya tanpa dosa.

"Kakak gak ngantri buat beli kopi?"

"Kamu tau darimana?" tanya Thristan balik dengan wajah kaget. Tercyduk kau titisan merlin!

Aku mengetahui itu dari Bagas yang minggu kemarin tak sengaja bertemu dengan kakakku di kedai kopi sebelum pergi ke sekolah, lalu ia mengatakannya kepadaku. Padahal Thristan bilang setiap hari ia harus berangkat pagi-pagi agar bisa menjadi guru terdisiplin di sekolahnya. Cih!

"Jadi bener?" tanyaku balik.

"Udah ah katanya mau masuk, nanti kamu telat" ucapnya sambil membalikkan motor.

"Kakak berangkat ya"

Ia pergi mengendarai motornya dan tatapan orang-orang tak bisa lepas dari Thristan.

Awas saja kau Thristan! Di rumah nanti aku akan merajuk!
***

LELAKI BIADAB! MOR!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang