y n w a;

1K 159 48
                                    

Dengan tatapan tajamnya, Hwall berdecak kesal. Matanya menggelap. Selalu ada Yunseong di antara ia dan Chaeyoung. Jika sudah seperti ini, Hwall tidak bisa diam lagi, Yunseong setidaknya harus diopname di rumah sakit jika masih diberi kesempatan untuk hidup.

Tidak ada yang boleh menghalangi ia untuk mendapatkan Chaeyoungnya, tidak satupun, siapapun, bahkan Eric sekalipun.

"Tau dari mana kalo gue gak suka sama Kak Chaeyoung? Lo dukun?"

"Sekalipun lo beneran suka, rasa suka lo gak sebanding sama rasa suka gue." Yunseong menatap tajam. Memberi penekanan pada setiap kata.

"Gue tanya sekali lagi, lo tau dari mana isi hati gue, Hwang Yunseong?"

"Lo stalker, kan? Diem-diem nguntit, nyari segala sesuatu tentang Kak Chaeyoung, fotoin dia diem-diem. Itu lebih pantes disebut obsesi dibanding cinta."

Lagi, tatapan mematikan itu kembali dilayangkan keduanya.

Chaeyoung memijit keningnya pelan, ia pusing. Chaeyoung bahkan merasa dirinya tidak terlalu spesial untuk jadi bahan rebutan, apalagi oleh kedua orang yang pantas mendapat sebutan pangeran sekolah.

Jika menolak, Chaeyoung pasti akan mendapat julukan sok jual mahal. Jika menerima, masa iya Chaeyoung harus memacari keduanya?

"Udah deh gak usah berantem! Gak banget deh ngerebutin remahan biskuit kayak gini!"

"Siapa remahan biskuit?" Oh, keduanya bahkan bicara bersamaan sekarang.

"Yunseong! Kamu bukannya lagi deket sama Chaewon? Lo juga Hwall, lo cocok tau sama Heejin. mereka cantik, mereka lebih pantes buat kalian." suara Chaeyoung nyaris tak terdengar di akhir kalimat.

Bukan tanpa sebab Chaeyoung merasa minder pada seseorang. Pengalaman dibully saat ia mencoba mendekatkan diri dengan pangeran sekolah membuat Chaeyoung sedikit trauma.

Chaeyoung cukup tau diri sekarang. Ia tidak mau kejadian dulu terulang, cukup sekali saja.

"Kak Chaeyoung kenapa ngomong gitu, sih? Aku sama Chaewon cuma sebatas kenal, gak lebih."

"Cukup bahas soal Heejin. Cantik itu relatif. Lo lebih cantik, lebih baik, dan itu fakta."

"Jangan ada keributan lagi! Udah cukup, gue gak mau dibully lagi! Gak mau!"

Setelah nyaris berteriak, Chaeyoung berlari menuju toilet. menangis sepuasnya disana. Bisa dibilang, ini adalah titik terlemah Chaeyoung.

Bullying, hal paling menakutkan yang pernah Chaeyoung rasakan.








"Dibully?" Yunseong menggumam.

Kapan? Di mana? Oleh siapa? Yunseong merasa sudah lama mengenal Chaeyoung. Tapi– tapi kenapa Yunseong melewatkan hal sebesar ini?

"Jangan bilang lo gak tau soal bullying itu?" Suara Hwall sukses membuyarkan lamunan Yunseong.

"Bodoh. Gue ngerasa tau segalanya, tapi ternyata gue salah. Gue gak tau apa-apa tentang dia." Yunseong tersenyum miris. Merasa marah dengan dirinya sendiri.

"Lo terlalu nyepelein masalah. Bertingkah seolah lo tau segalanya, seolah lo bisa jagain Chaeyoung. Tapi nyatanya? Nol besar, Yunseong. Lo gak lebih dari seorang pengecut."

Yunseong diam. Ucapan Hwall membuatnya tertohok, sangat.

"Mundur sebelum kalah, Yunseong. karena yang bisa jagain Chaeyoung itu cuma gue." Hwall terkekeh meremehkan lalu berjalan meninggalkan Yunseong yang kini mengepalkan tangannya.

Mungkin Hwall bisa sedikit menunda rencananya untuk memberi sedikit pelajaran pada Yunseong. Toh, urusannya sekarang bukan dengan Yunseong. Tapi dengan si perundung yang sudah berani membuat gadisnya trauma.

Hwall bersumpah dalam hati untuk tidak mengampuni mereka. Meskipun nanti mereka memohon, dengan keadaan sekarat sekalipun.






🍂🍂🍂






"Eh?"

Chaeyoung terperanjat. Ini sudah jam sebelas malam dan ada suara aneh dari jendela kamarnya. Tentu saja Chaeyoung takut! Bagaimana jika itu hantu? Atau lebih parah lagi itu suara maling?

"Maaf bikin takut."

"Hwall?"

"Hyunjoon!"

Chaeyoung mengangguk paham. Hyunjoon atau Hwall, keduanya sama menurut Chaeyoung.

"Tadi di sekolah nangis, ya?" Hyunjoon berjalan mendekat lalu menangkup kedua pipi Chaeyoung. memperhatikan dengan teliti wajah Chaeyoung yang sedikit membengkak.

"Enggak,"

"Bohong! Ini buktinya mata kamu bengkak kayak abis dicium tawon." Hyunjoon masih setia memperhatikan Chaeyoung sambil merengut.

"Sembarangan!"

"Pacar aku jangan sedih-sedih dong, nanti aku ikutan sedih." Hyunjoon melepas sepatunya lalu berbaring disebelah Chaeyoung. merengkuh tubuh kecil itu ke dalam pelukannya.

"Pacar? Sejak kapan?"

"Sejak tadi pagi."

"Ta—" Hyunjoon mengecup bibir stroberi itu sebelum empunya melayangkan protes. By the way, ini ciuman pertama untuk Hyunjoon.

"Kerasa gak?" Hyunjoon mengarahkan tangan Chaeyoung untuk menyentuh dadanya. Merasakan detak jantung yang enggan berdetak normal jika sedang berada di dekat Chaeyoung.

"Berisik banget." Chaeyoung terkekeh pelan, memperlihatkan lesung pipinya. Membuat Hyunjoon ikut tersenyum melihatnya,

"Kalo ada masalah jangan sungkan buat cerita, ya? Termasuk ceritain hal paling nyakitin buat kamu sekalipun. Kamu harus bagi beban sama aku, sama Hwall juga. Meskipun Hwall keliatan gak peduli, dia sebenernya peduli kok. Mukanya aja kadang ngeselin."

Ucapan Hyunjoon sukses membuat Chaeyoung tertawa. Wajah mereka bedua padahal sama, kenapa harus membandingkan satu sama lain?

Melihat Chaeyoung sekuat ini membuat Hyunjoon jadi sedikit lega, "Jangan pernah ngerasa sendirian. Aku, sama Hwall, di sini, buat kamu."

Chaeyoung tidak merespon. Ia memilih untuk menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Hyunjoon. Chaeyoung menyadari jika Hyunjoon ataupun Hwall, adalah seseorang yang bisa ia percaya untuk membagi bebannya. Seseorang yang ia percaya bisa menjaganya.

"Hwall kemana?"

"Kok malah nanyain hwall, sih? Gak ada! Dia lagi istirahat. Dia abis nyenggol orang."

"Hah?"

Nyenggol pake piso.

Stuck; [Son Chaeyoung X Heo Hwall]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang