Ini adalah hari kedua persiapan PMP. Semua santri eksperimen sibuk dengan tugasnya masing-masing. Aku dan Fitrya bertugas di perpustakaan untuk menyusun paket-paket buku yang baru saja sampai beberapa menit yang lalu.
“Waw, banyak sekali ya?” aku terpukau karena hampir satu jam kami menghitung buku-buku ini, tapi belum selesai juga. Masih ada beberapa paket yang belum kami buka.
“Ini apa lagi?” Fitrya merobek sampul paket di tangannya.
Aku mendekatkan badanku ke arah Fitrya. “ Ta.. ri.. khul.. Islam,” eja kami bersamaan.
“Buku apa ini?” judulnya aneh sekali, menurutku.
“Entah,” Fitrya tak peduli. Ia memilih untuk kembali menyusun buku-bukunya.
“Sebanyak ini yang harus kita beli?” tanyaku. Menatap ke arah Fitrya.
“Off course,” jawabnya.
“Banyak sekali,” keluhku. “ Ini bahasa Arab semua loh,” aku mengerutkan dahi. “Enggak paham juga,” tambahku lagi.
“Besok juga paham sendiri,” ujar Fitrya. Santai.
“Susah dong, Fit,” bantahku.
“Kata siapa susah?” tiba-tiba seorang perempuan masuk ke Perpustakaan membekukan obrolan kami.
“Hati-hati loh, kalau mau bicara bahasa Indonesia!” ingat perempuan itu dengan senyumannya. “Jangan di tempat umum seperti ini,” ia mengambil salah satu buku yang kami susun dan membacanya.
“Buku ini?” tanyanya. Kami mengangguk bersamaan.
“Ini kitab Tariikhul Islam. Isinya, tentang sejarah. Jadi, selain belajar SKI kalian juga harus belajar kitab ini,” jelasnya. Kemudian beranjak ke rak-rak buku lain.
Ustazah Daniya. Dia adalah pembina baru di asrama kami setelah pindahnya Ustazah Isty. Tutur katanya baik dan lembut. Selalu berbicara dengan teliti. Jika didengar, kata yang diucapkannya seperti tersusun secara sistematis. Aku sampai bertanya-tanya dalam hati. Kenapa ada manusia sepertinya? Enak sekali mendengarnya berbicara.
“Ustazah,” aku menghampirinya.
“Kitab ini berbahasa Arab, lalu bagaimana kami bisa memahaminya?” tanyaku sambil memperlihatkan buku yang baru saja dibahasnya.
“Anak eksperimen kan?” tanyanya balik kepadaku.
Aku mengangguk. “Iya, Ustazah,”
“Seharusnya anak eksperimen tidak perlu mengkhawatirkan hal ini. Bukannya kalian sudah kursus Bahasa Arab selama enam bulan?” ujarnya.
Aku melongo sesaat. Benar, enam bulan ini kami seperti kursus. Belajar Bahasa Arab, Inggris, Tahfidz dan Hadist. Hanya itu. Tanpa ada pelajaran lain. Sepatutnya kami sudah mahir di bidang-bidang itu, bukan? Setidaknya, bisa. Aku bisa, tapi untuk Bahasa Arab? Kenapa sulit sekali ya? Kadang aku merasa tidak normal. Kenapa? Karena di saat semua teman-temanku menganggap Bahasa Arab itu mudah, hanya aku yang menganggapnya susah. Sebaliknya, di saat mereka menganggap Bahasa Inggris itu susah, hanya aku yang menganggapnya mudah. All right! Tidak ada yang salah, karena memang semua orang punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Bukan begitu?
“Kalau masih kesulitan dalam berbahasa Arab, datang saja ke kamar Ustazah!” Baik sekali. Saran bagus dari Ustadzah Daniya langsung menjawab kebingunganku.
“Ustazah serius?” tanyaku, antusias.“Ya, tentu saja,” tangannya menuntunku untuk kembali ke paket-paket.
💟💟💟
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengapa Kau Jatuh Cinta? (ON GOING)
Fiction généraleMeski tak jarang luka diterimanya, Aniqa tetap teguh memegang keyakinan bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika semuanya atas izin Allah. Jatuh cinta dengan seorang Rashfan, perlahan menumbuhkan kesabaran dan keikhlasan di hatinya. Sab...