007 Q

39 2 0
                                    

La Stupide Boy!

---

"Ehm, jadi, mengapa aku yang dipilih sebagai mentor orang ini? Bukannya itu tugas anggota inti atau setidaknya para senpai?"

Pertanyaan itu terlontar bersamaan dengan jemarinya yang menunjuk sebuah foto remaja laki-laki berambut kelabu. Foto itu tergeletak di atas meja kerja pemilik ruangan tersebut.

Dirinya merasa agak mendadak dengan permintaan ini. Tanpa mengetahui apapun, dirinya dipanggil ke ruangan kepala pelatih klub basket dan diminta menjadi mentor seorang anggota yang baru masuk.

"Belakangan ini anggota divisi pertama bertambah. Sesuai tradisi, anggota yang baru memasuki divisi pertama harus memiliki mentor. Tapi, banyak yang menyerah menjadi mentor orang ini. Ia terlalu liar dan sulit diatur. Jadi, cucuku, maukah kau melakukannya??"

Napas dihembuskan agak kasar. "Bagaimana dengan Nijimura-senpai? Frère? Atau si pendek itu juga bisa 'kan?"

Selain akibat faktor usia, kerutan di wajah lelaki tua tersebut semakin bertambah tatkala mendengar pertanyaan barusan. "Pendek?"

"Maaf, Akashi Seijurou maksudku. Masih ada mereka bukan? Kenapa aku yang ditunjuk?" bela Ayane pada dirinya.

"Tidak bisa, mereka dikonsentrasikan untuk bertanding. Lagipula kenapa kau menolak? Malas menunjukkan diri, hm?" terka lelaki tua tersebut tepat sasaran.

Wajah Ayane yang separuhnya tertutup poni memandang ke arah lain. Tidak mau memandang kakeknya. "Lagian kan aku cuma asisten." Ia mencibir dengan suara lirih.

"Ya kau benar, cuma asisten. Asisten seorang kepala pelatih. Jadi sebagai asistenku buktikan kau mampu menjinakkan yang satu ini." Kalimat tersebut membuat Ayane menyipitkan mata malas.

"Ayolah Ayane, sudah berapa lama kau bersembunyi? Kau harus membiasakan diri untuk berbaur." Bujuknya. Tapi kelihatannya belum mampu membuat gadis bersurai kapas tersebut luluh.

"Baiklah. Kali ini kakek meminta. 'Kau'," tunjuknya, "sebagai seorang asisten kepala pelatih klub basket Teikou, maukah menjadi pembimbing anggota baru, Haizaki Shogo?" pinta kakeknya dengan tatapan melembut.

Oh tidak. Tatapan itu mengingatkan Ayane akan mendiang kakeknya yang asli. Tatapan itu sukses membuatnya untuk tidak mengucapkan kata 'tidak'.

"Huhh~, baiklah," putusnya final, meskipun dengan wajah yang bersungut-sungut.

Senyum manis ditorehkan. "Nahh, baguslah. Kau bisa mulai membimbingnya hari ini, pastikan dia tidak terlambat latihan seperti kemarin-kemarin."

"Oke." Ughh! Tidaak!

Ucapannya mengiyakan tapi batinnya menjerit menolak.

'La stupide boyyaaa!!'

Ayane mengumpati orang yang tidak memiliki salah apa-apa pada dirinya.

---

Sebuah tangan seseorang baru saja memasukkan beberapa uang koin ke dalam vending machine, tidak lama kemudian sebotol soda jatuh dari rak. Tangan yang tadinya memasukkan uang sekarang tengah memegang minuman tersebut. Dibukanya tutup botol tersebut dan isinya di minum hingga timbul suara air yang mengalir ke kerongkongan.

Berpaling dari mesin minuman dihadapan sambil meneguk beberapa lagi, ia terse-

Glekk! "Uhuk uhukk!!"

-dak. Ia tersedak.

Persis saat ia berpaling, untaian warna putih mengageti penglihatanya hingga membuatnya berjingkat dan hampir jatuh kebelakang.

My Story Graphia (KnB Fan-fiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang