BAGIAN 3

299 22 0
                                    

Maret, 2018.

Suara lonceng berbunyi saat pintu kaca ini ku dorong. Aku melengokkan kepala, mencoba mencari seseorang. Beberapa orang disana menyapaku akrab. Aku membalasnya dengan memainkan jariku dan tersenyum.

"Hai, Nia." sapa seseorang kepadaku. Aku menoleh dan senyumku kembali melebar. "Hai, Sur." balasku menyapa laki-laki yang masih saja berambut gondrong ini.

"Nyari Bobby, ya?" tanyanya. Aku pun mengangguk antusias. "Masuk aja. Dia di dalem kok." kata Surya. "Oke. Makasih ya, Surya."

Cowok itu hanya mengacungkan jempolnya menanggapiku. Segera aku melangkahkan kakiku untuk menemui pacarku yang hampir 4 tahun ini menemaniku.

Aku sengaja masuk lewat pintu belakang untuk memberinya kejutan. Ku tutup matanya saat sudah berdiri di belakangnya.

"Sayaaang." ucapnya dengan tenang.

"Ih, kok kamu tau kalo ini aku?" balasku cemberut karena kejutanku gagal total.

"Aku kan nggak bilang kalo mau kesini."

Kulihat dia tersenyum. Ia menarik tanganku agar duduk diatas pahanya. Walaupun Bobby selalu melakukan ini sudah 3 tahun lamanya, namun aku tetaplah risi. Bukan karena pahanya tidak nyaman, tetapi terkadang aku malu dengan teman-temannya yang lain. "Parfum kamu nggak pernah ganti dari jaman SMA. Gimana bisa saya nggak hapal?" ujarnya sambil merapikan rambutku yang sebenarnya sudah rapi. Bobby lantas menyelipkan helai-helai rambutku ke belakang telinga. Hal kecil yang selalu aku suka. Dia selalu semanis ini. Aku sangat jatuh cinta padanya.

"Ya udah. Kapan-kapan kalo aku mau kesini, aku ganti parfum, ah.." kataku yang langsung mendapat pelototan darinya. "Jangan coba-coba." katanya memperingatiku. Ku julurkan lidahku, berpura-pura kesal dan merajuk. Bobby tersenyum lagi.

Ku larikan tatapan menyipit tajamku dari Bobby ke arah kanvas. Dan menghela napas. "Kenapa, sih? Dari 2 tahun lalu hobi banget ngasih aku lukisan wajahku sendiri. Kamu tiap hari kesini cuma ngelukis wajahku doang? Nggak ada inspirasi lain apa?" tanya ku saat ku lihat ada gambar wajahku yang masih belum selesai diatas kanvas.

Sejak 2 tahun lalu, tepatnya saat ulang tahunku di tahun 2016, Bobby mulai mengirimiku lukisan-lukisannya. Dan selalu lukisan wajahku. Bukan maksudku bilang kalau lukisan dia jelek. Tapi, apa tidak bisa, jika dia mengirimiku hasil karyanya yang lain? Aku suka hasil coretan kuasnya. Dalam bentuk apapun. Aku suka saat dia melukis wajahku. Namun, kenapa harus itu-itu saja disaat dia bisa melukis hal lain? Sungguh sangat disayangkan jika bakatnya hanya untuk melukis wajahku saja.

"Inspirasi terbesar dan terindah saya itu kamu." katanya sambil mengelus lembut rambutku.

Ku dengar dia menghela napas. "Bisa, sih, saya lukis yang lain. Tapi akhir-akhir ini lagi pengen lukis wajah kamu terus. Nggak tau deh kenapa. Apa karena saya sering kangen sama kamu ya?" ucapnya sambil pura-pura berpikir. Ku pukul pelan bahunya dan dia tertawa. Tuh, kan!

"Lukisin aku yang lain, dong. Aku bosen lihat lukisan wajahku." ucapku spontan. Aku sungguh menyesal mengeluarkan kata-kata itu saat melihat perubahan air mukanya yang tiba-tiba sedih. Apa dia tersinggung?

"Kamu nggak suka, ya?" tanyanya lirih.

Haaah.. Benar. Ternyata dia tersinggung.

"Bukan begitu. Cuman ya.. sayang aja kalo kemampuan kamu cuma di pake ngelukis wajahku aja."

"Iya, saya juga sayang kamu." balasnya. Ku pukul pelan lagi bahunya dan dia tertawa kecil. "Saya cuma pengen. Emang nggak boleh, ya?"

"Boleh kok. Boleh banget malah. Tapi aku pengen lihat hasil karyamu yang lain, Bobby." balasku dengan menggunakan kata-kata yang lebih bagus sedikit agar dia mengerti maksudku.

CERITA TENTANG KAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang