"Halo ayah.""Halo nak, kau sedang mengemudi?"
"Iya. Dalam perjalanan pulang."
"Jangan menelpon saat mengemudi itu sangat berbahaya."
"Astaga pekerjaanmu sebagai polisi membuamu sedikit cerewet ayah."
"Hei aku ini kuatir!"
Jungkook tertawa mendengar jawaban ayahnya. Mobilnya perlahan berhenti menunggu lampu berubah warna hijau.
Jarinya yang mengetuk-ngetuk setir berhenti ketika mendapat objek yang menarik di penglihatannya.
Itu Taehyung.
Duduk diatas motornya dan tunggu ... di depan gereja?
Jungkook tersenyum kecil.
Taat beribadah sepertinya."Hei kau masih disana nak?"
"Iya." jungkook masih mengarahkan pandangannya keluar jendela.
Tin .. Tinn
Jungkook terkesiap dan baru menyadari lampu sudah berubah warna hijau. Dia meringis pada pengemudi lainnya dan melanjutkan lajunya .
"Kau mau dengar sesuatu nak?"
"Hm."
"Tadi siang saat kau izin pergi ke tempat kos an itu .."
"Iya?"
"Ayah sedang di lokasi sekarang, ada mayat yang dibunuh disini."
"Lalu apa hubungannya denganku ayah?"
Jawab jungkook dengan nada jengah.
"Hei aku kuatir kubilang!"
Sekali lagi jungkook hanya berdehem.
---
Lingkungan kampus bagi jungkook tidak jauh-jauh dari dua hal, pertama dosen berkepala botak yang serasa seperti musuhnya dan yang kedua adalah yeri dengan wajah frustasi akibat skripsi.
"Jika kau tidak berniat membantu berhentilah menatapku jeon!" ucap yeri dengan nada frustasi.
Jungkook menghela nafas panjang. Pagi tadi dia sudah cukup sial harus berdebat dengan dosen kepala botak itu saat presentasi.
Sekarang dia rasanya lebih sial lagi harus menjadi pelampiasan rasa frustasi yeri.
"Hei terimalah saranku," ucap jungkook sambil memandang miris yeri yang menelungkupkan kepalanya di meja dengan rambut acak-acakan.
"Sudah kubilang aku ini tidak punya uang sebanyak itu untuk membayar orang," ucap yeri dengan masih pada posisi yang sama.
"Aku yang akan membayarnya kau hanya terima beres saja nanti."
Ucapan jungkook membuat yeri berdiri dari duduknya dengan raut wajah terkejut bercampur senang.
"Benarkah?"
"Tapi tidak ada yang gratis nona, kau harus menuruti satu permintaanku."
"Apapun jeon asalkan skripsiku lolos," ucap yeri dengan girang.
"Berikan ponselmu."
Yeri dengan tenang memberikan ponselnya pada jungkook tanpa curiga. Setelah sesaat mengotak-atik ponsel yeri jungkook mengembalikannya dengan raut wajah puas.
"Baiklah aku akan pulang akan kukabari hasil skripsimu nanti," jungkook melambaikan tangan pada yeri dan melangkah pergi.
Senyum ramah yang terpatri dibibirnya berganti menjadi senyum miring. Semua bisa dilakukan oleh jeon jungkook. Apapun itu.
Dia semakin merasa puas setelah melihat motor sport itu terpakir didepan kampus. Tidak ketinggalan pemiliknya yang nampak tenang menunggu.
"Taehyung?"
"Ya?"
Jungkook tersenyum kecil saat sapaannya direspon.
"Begini ... yeri tadi menghubungimu karena dia ingin minta tolong kau mengantarku, aku bermasalah dengan kendaraanku dan aku sedang terburu-terburu," ucap jungkook panjang dan masih ditatap datar oleh taehyung.
"Jadi apa kau keberatan?" tanya jungkook.
"Tidak, naiklah."
"Aku .. bukan perempuan," ucap jungkook dengan lirih.
"lalu?" jungkook tersenyum, menggeleng pelan dan perlahan naik motor taehyung.
Licik adalah definisi jungkook yang lain, bahkan mobilnya masih terpakir di kampus dengan keadaan baik. Tapi ketika dia sudah mengingikannya dia bisa berbuat lebih.
Motor itu melaju dengan sedang, senyum miring kembali terukir saat tangannya dengan sengaja memeluk taehyung dari belakang dan mendekapnya erat. Kepalanya menyandar pada perpotongan bahu taehyung seraya mengatakan ....
"Aku kedinginan taehyung-ssi."
#Day 2
Dorongan ini berasal dari diriku yang lain. Aku menginginkamu, walau sekedar hanya memeluk bayanganmu.
Tbc.

KAMU SEDANG MEMBACA
NOSENSE
FanfictionKetika obsesiku tidak pernah bisa membawaku meraih pijakanmu.