EMPAT - DIRA MANIS

44 11 9
                                    

Arion, cowok berkulit kuning langsat itu kini tengah duduk santai di teras depan rumahnya. Dia menyeruput kopi yang di bikin sendiri dengan tangannya itu. Mendengarkan lagu Cold Play favoritnya.

Hari ini cuaca sedang tidak mendukung untuk sekedar berjalan-jalan keluar rumah. Langit yang kian menghitam, dan awan yang sedang berkompromi dengan gemuruh petir diatas sana. Namun, rintikan hujan yang belum juga datang mengguyur tempat asalnya itu.

Sekelebat bayangan gadis pucat menghampiri pikiran Arion.

"Hm, lucu. Tapi, kaku."

Arion berpikir, dia akan jatuh cinta secepat itu dengan Dira. Tapi ternyata tidak. Dia hanya mengagumi, belum mencintai. Dia juga tidak ingin terburu-buru dengan hatinya. Hati yang belum sembuh sepenuhnya dengan luka yang seseorang perbuat. Dulu.

"Huft. Capek juga kayak gini terus-terus an." ucap Arion pada dirinya sendiri.

Cowok itu mengambil ponselnya yang tergeletak di meja sampingnya. Mengetikkan nama di salah satu kontak. Dia mengajak Gani untuk bermain PlayStation di rumahnya. Karena, rumah Arion hari ini terdapat seorang perempuan yang sungguh mirip seperti Kak Ros. Belum sempat terkirim ke Gani, suara menggelegar terdengar sampai keluar rumah.

"ARION! MANA MASKARA GUE?!"

Arion tergelak di luar rumah, sudah di pastikan sang Kakak akan teriak kesal ke arahnya.

"MANA GUE TAHU!" balas Arion tak kalah keras.

Arina, Kakak Arion. Berkacak pinggang di tengah pintu utama, memandang bengis adiknya yang kini tengah tertawa melihat Arina belum memakai Maskara.

Arina menjewer telinga adiknya.

"Heh! Kembaliin,nggak?! Itu mahal, setan!"

"Aduh! Sakit ini telinga gue! Copot dulu tangan lo dari telinga gue, baru gue kasih tahu!" Arion mengaduh sakit .

"BURUAN KASIH TAHU ATAU KASET-KASET BLUE PUNYA LO KEBONGKAR SAMA NYOKAP?!"

Arion segera menutup mulut kakaknya itu dengan kedua tangannya. Sungguh, kakaknya ini tidak bisa di ajak kompromi. Kaset-kaset itu bukan miliknya. Namun, milik Gani yang tertinggal. Gawat kalau kejadian ini di dengar oleh sang Bunda yang kini tengah bersantai di ruang tengah. Suara Arina bisa di katakan lebih keras daripada toa masjid. Dia mengeluarkan suaranya yang bisa di dengar hingga satu kilometer jauhnya. Arina memang wanita jelmaan toa.

"MULUT LO TOLONG DI KONTROL SEDIKIT,DONG! Kalo Bunda tahu, bisa mati berdiri gue!"

Arina mencibir. "Makanya, jangan sok-sokan ngelawab gue. Buruan siniin maskaranya, gue mau berangkat kuliah!"

"Lah? Kuliah mah kuliah aja, nggak usah pake dandan kali. Lo mau jadi biduan di kampus apa belajar,sih?"

Arina berdecak kesal. "Buruan kasih tahu dimana? Gue udah telat."

Arion yang sudah merasa perih di telinganya, kini berjalan menuntun sang kakak yang masih saja tangannya mengaitkan di telinga kanannya.

"Noh, masa lo nggak lihat?" Arion menunjuk meja kecil di sebelah sofa panjang ruang tamu.

Arina melepaskan tangannya dan berlalu menuju kamarnya kembali guna merapihkan make upnya yang masih belum sempurna.

Sedangkan, Arion menuju ruang tengah, bertemu sang Bunda yang sedang mencemili keripik singkong buatannya sendiri. Cowok itu duduk di sebelah bundanya dan menyenderkan kepalanya di bahu —Reva—.

"Bun." panggil Arion mengambil keripik singkong di pangkuan Reva.

Reva hanya berdehem.

"Di sekolah Arion ada anak baru. Cakep,sih. Tapi, aneh gitu."

"Aneh gimana?" Reva mengernyit tak paham.

"Ya, aneh aja . Pake masker sama sweater mulu."

"Kamu tahu nya cakep dari mana? Kan ke tutup masker."

Arion menimang. "Dari pancaran matanya udah keliatan kalo dia cakep,sih. Makanya Arion dag-dig-dug serrrr gitu."

Reva tak menjawab. Bahkan sedari tadi dia hanya fokus dengan sinetron di televisi yang sedang menayangkan azab bagi tetangga yang senangnya menguping pembicaraan orang lain dan menggosipkan yang jenazahnya tersangkut di pagar rumahnya.

Arion mendengus. Lagi-lagi dia tidak di gubris oleh sang Bunda. Dia kesal, Bundanya lebih memprioritaskan sinetron dari pada anaknya sendiri. Dia seperti di khianati oleh televisi .

"Bunda mah gitu! Arion berasa di anak tirikan sama televisi, tau nggak?!" kata Arion lalu berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Reva yang melihat tingkah anaknya hanya menggelengkan kepala.

***

Arion, Gani, dan Dimas. Tiga sejoli dari kecil itu kini tengah bersantai di kedai kopi tak jauh dari komplek rumah mereka. Ya, mereka bertiga satu komplek, rumah Arion lebih dekat dengan rumah Gani. Sedangkan Dimas, rumahnya terletak agak jauh dari mereka berdua.

Mereka tengah asyik bermain game di ponselnya masing-masing. Bisa di katakan, mereka bertiga tengah mabar free fire, game yang tengah ramai di mainkan. Tak hanya itu, mereka di kedai kopi ini juga tengah menikmati fasilitas yang berikan oleh kedai itu. Mumpun terdapat Wi-Fi gratis, tak salah jika mereka menggunakannya dengan secara ilegal.

Arion pernah menanyakan password Wi-Fi di situ, namun, pegawainya tidak memberitahu. Entah apa maksud tulisan besar di kaca depan yang bertuliskan 'Free Wi-Fi' .

Cowok berkulit kuning langsat itu merasa bosan. Dia menghentikan permainannya dan melihat keadaan sekitar. Tepat di tempat duduk pojok kedai, terdapat gadis bermasker dan ber sweater tengah meminum milkshake rasa coklat dengan santai sembari menuliskan sesuatu di diary nya itu. Sebutannya saja Kedai Kopi, padahal pada menu banyak sekali minuman dan makanan dari berbagai jenis.

Arion tampak tak asing pada sweater dan masker yang ia kenakan.

"Masker Spongebob? Sweater cream?" gumam Arion.

"Hah? Apa?" tanya Dimas yang kini sudah berhenti bermain game.

"Ah, enggak kok. Lo lihat cewek yang ada di pojok itu nggak?" Arion menunjuk gadis itu dengan membungkuk an badan agar tidak terlalu kelihatan.

Dimas melihat . "Oh, anak baru? Kenapa? Lo suka?"

"Arion suka cewek? Mustahil." cibir Gani menyesap kopinya.

Arion menoyor kepala Gani. "Omongan lo!"

"Dia kok sendiri mulu,ya? Padahal dia kan udah punya temen di kelas." tanya Arion.

"Ya, mana gue tahu. Kan gue nggak tahu."

"Hm. Gue juga nggak mau tahu, sih." sahut Gani .

Arion merasa dalam hatinya ingin sekali melindungi gadis itu. Entah apa yang ia rasakan jika bertemu gadis itu. Dia merasa bahwa gadis itu rapuh. Gadis itu perlu perlindungan darinya. Dia menganggap, dirinya itu seperti super hero yang bernama Iron-man. Sungguh, Arion merasa degup jantungnya melebihi ritme saat dia tengah berlari marathon.

Dira manis. Arion menggumam pelan.

***

TUNGGU KELANJUTANNYA 🤗

12Nov2019

ARRA--Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang