KETUJUH - lepas topeng

28 8 3
                                    



"Halo, Dira!"

Dira yang tengah memakan buah dalam bekalnya itu setengah terkejut karena kehadiran Arion di depannya dengan senyum sumringah membuat kedua matanya menyipit lucu.

Alis Dira terangkat satu menandakan dia bertanya 'ada apa?' . Dengan lugunya, Arion mencomot buah di kotak bekal dengan santai.

"Kamu ikut ekskul apa?"

Dira mengerjapkan matanya polos. Lalu membuka lembaran terakhir di bukunya dan menuliskan kalimat disana.

'Memang kenapa?'

Cowok berkulit kuning langsat itu membacanya lalu mengambil potongan buah mangga.

"Saya mau ikut ekstrakurikuler bareng kamu. Biar ada yang jagain kamu." Kata Arion tersenyum merekah.

Lagi-lagi Dira mengerjapkan matanya tanda bingung. Dia bingung harus berbuat apa, karena ini untuk pertama kalinya dia di gombalin seperti ini. Entah ini semacam gurauan atau betulan.

Dira hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab pernyataan Arion.

Suasana kelas kali ini sepi. Hanya ada Dira dan Arion di kelas. Hal itu membuat Arion semakin gencar mendapatkan hati gadis di depannya ini.

Entah suasananya yang sepi, atau Arion  yang kehabisan topik obrolan kini mereka mendadak canggung. Arion bertanya dalam hati, Dira ini tau tidak kalau hatinya kini berdegup lima kali lebih cepat dari biasanya kalau bertemu gadis seperti Dira.

Dia sudah hilang akal kalau melihat Dira, dalam jarak sepuluh meterpun Arion akan mendadak serangan jantung. Arion mungkin bisa di bilang alay, namun ini masalah hati loh. Masalah masa depan yang harus di tata serapih mungkin.

Arion kembali ke alam sadarnya dengan menggelengkan kepala.

Suasana kelas masih sepi. Hanya ada mereka berdua. Entah setan apa yang merasuki Arion. Dia dengan lancangnya menarik masker yang di kenakan Dira dengan cepat.

Tindakan Arion yang tidak mengenakan itu sontak membuat Dira terkejut.

Dia tidak apa jika Arion mendekati atau lancang memakan bekalnya. Namun, kali ini dia sudah keterlaluan. Dira sungguh malu, dan merasa dirinya terhina.

PLAK!

Satu tamparan telak mengenai pipi kanan Arion. Dira yang memang sangat enggan untuk keluar kelas kini berlari dengan menutupi wajah menggunakan kedua tangannya.

Semua murid sedang berada di area lapangan utama, sehingga lorong-lorong tidak ramai. Dira berlari menjauh dari kelas, dia tidak tau dimana tempat sepi yang cocok untuk menenangkan hatinya selain perpustakaan.

Dia ingin ke perpustakaan tapi takut kalau disana banyak orang. Namun, karena tak ada pilihan lain, ia bergegas ke tempat dimana banyaknya buku itu tersusun rapih.

Gadis itu membuka pintu secara pelan, tak ada tanda-tanda orang bernyawa di dalam sana. Ia bersyukur tempat ini sepi. Dira berjalan menuju pojok perpustakaan di tutupi rak-rak buku berbagas jenis kamus. Cukup untuk membuat dirinya tidak terlihat dari arah pintu.

Dia mengambil sembarang buku untuk menutupi wajahnya yang memerah dan sembab karena air mata yang disebabkan oleh Arion.

Tak ada tanda-tanda orang akan masuk, dan Bu Dewi penjaga perpus pun tidak terlihat. Lama kelamaan Dira merasa dirinya mengantuk karena telah menangis sampai dadanya kinu sesenggukan. Hingga akhirnya dia tertidur dengan menempelkan pipinya di meja dan buku yang menutupi wajah cantiknya.

***

Cowok berkulit kuning langsat itu berjalan menyusuri koridor yang ternyata telah ramai. Dengan membawa beberapa tumpuk koran bekas di tangannya tak membuat semua cewek disana berhenti menatapnya.

Aska hanya menggunakan kaos putih polos dengan celana training sekolahnya mampu membuat mata para gadis terpana akan pesonanya.

Namun, cowo itu hanya diam dan menatap lurus ke depan hingga tak lama sudah sampai di kelasnya yang sudah rusuh karena tak ada dirinya.

"La, mana Dira?"

Lula yang tengah mengecat kukunya mendongak polos ke arah Aska.

"Nggak tahu. Gue kira belom berangkat, eh ternyata udah."

"Yaudah, gue nitip kelas." Kata Aska lalu meninggalkan Lula yang masih bengong.

"Aska tadi ngomong apa ya?" gumam Lula pada diri sendiri.

***

Aska berlari dari lorong ke lorong, hingga ke setiap lantai dan kelas. Dia sudah berlarian hampir satu jam tapi sosok Dira tak ia temukan.

Tak jauh dari tempatnya berdiri, ia pergi ke dalam perpustakaan untuk menumpang ngadem. Bu dewi yang harusnya menjaga perpus pun tak ada batang hidungnya.

Dia berjalan menuju kursi panjang yang ada di salam sana, yang juga dekat dengan AC lalu mencari sembarang buku untuk mengipas-ngipas wajahnya.

Padahal kalau dipikir dia sudah menggunakan Ac namun kenapa harus pake buku untuk di kipaskan? Aska ini tampan tapi bego.

Masih santai-santainya menikmati udara dingin dari alat yang terpasang di dinding, Aska mendengar suara orang yang sesenggukan.

Bulu kuduk Aska mulai berdiri. Dia merinding di tempat. Apa gara-gara dia kemarin lupa menyiram pipisnya, penunggu kamar mandi mengikutinya untuk membalas dendam? Tapi, setan kan sukanya yang kotor.

Tak ingin lama-lama menikmati merinding, ia segera mengecek ke pojok perpus guna melihat siapa yang ada disana.

Dengan berjalan seperti maling, ia perlahan melihat seorang gadis dengan rambut terurai ke depan menambah kesan mistis bagi Aska. Namun, dia juga melihat sweeter berwarna mocca di samping gadis itu.

Dia langsung berlari ke arah gadis itu dan mendapati seseorang itu sedang menangis.

Matanya yang sembab, dan merah menambah kesan mistis bagi Aska.

Tapi, Aska mengenali siapa dia.

"Dira?!" Jerit Aska yang mampu membuat si punya nama itu terkejut.

Dira segera bangun dan mendapati Aska menatap Dira dengan ekspresi khawatir. Atau mungkin takut?

Tanpa banyak gerakan, Dira langsung menutupi wajahnya dengan buku yang ia ambil tadi namun segera di tahan oleh tangan kekar Aska.

"Jadi, ini ... lo?"

Dira hanya bisa nangis sesenggukan disana. Dia sudah hancur, dia sudah malu karena menampakkan wajahnya yang buruk itu.

"Lo... cantik, Ra."











***

#tbc
-16apr2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARRA--Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang