Hal yang sama terjadi pada Aaron. Di sisi lain ia merasa senang melihat kebahagiaan istrinya, tapi hatinya tertekan mengingat akan menikahi perempuan yang sama sekali tidak ia inginkan. Ia lebih banyak terdiam, mendengarkan istrinya bicara pernikahan. Seakan-akan, Alana sendiri yang akan menikah.
"Minggu depan kita ke puncak. Aku akan mengatakan pada seluruh keluarga kalau butuh istirahat." Alana meraih tangan Nara yang berdiri di sampingnya. "Kamu bisa membayar orang untuk merawat dan menemani ibumu selama kita di sana. Satu bulan sekali kita akan datang untuk menjenguknya."
Nara mengangguk. "Baik, Nyonya."
"Biasakan untuk memanggilku kakak mulai sekarang, jangan Nyonya."
"Ta-tapi."
"Kita akan menjadi saudara, punya suami yang sama."
Sikap Alana yang baik dan perhatian membuat Nara serba salah. Merasa tidak enak hati. Sementara ia tahu jika sang tuan yang akan menjadi suaminya, sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini. Dilihat dari sikap Aaron yang dingin, ia tahu kalau sebenarnya dia tidak diinginkan. Hanya saja, semua dilakukan demi permintaan sang nyonya.
Aku akan menikah dan akan punya anak dari laki-laki paling tampan dalam hidupku. Entah kenapa, rasanya tidak membuat bahagia.
Nara bergelut dengan pikirannya sendiri. Terbelah antara keinginan menyenangkan Alana atau menghindari sikap dingin Aaron.
**
Sesuai kesepakatan, Aaron membawa istrinya dan Nara ke vila mereka di puncak. Selama tinggal di sana, Alana menolak dilayani oleh Nara.
"Bersikaplah sebagai Nyonya rumah mulai sekarang. Besok adalah hari pernikahan kalian," ucap Alana tanpa beban. Seakan-akan, pernikahan suaminya dengan perempuan lain tidak mempengaruhi perasaannya.
"Tapi, Nyonya. Apa Anda yakin dengan semua ini?" tanya Nara sekali lagi.
"Iya, aku yakin."
Nara tinggal di vila yang lebih kecil. Disediakan sebuah kamar dengan tempat tidur besar. Ada jendela yang menampakkan pemandangan alam yang luar biasa. Vila itu dilengkapi dapur kecil dan ruang tamu. Sementara mereka tinggal bersama, Alana sering menyuruhnya dan Aaron menghabiskan waktu berdua.
"Sana, berjalan-jalanlah kalian. Jangan diam terus di rumah. Setidaknya, kalian harus saling memahami dan mengakrabkan diri."
Meski enggan, demi menghormati sang istri, Aaron mengajaknya berjalan-jalan mengelilingi kebun teh. Namun, sepanjang satu jam mereka bersama, tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut laki-laki itu. Sikap diam sang tuan membuat Nara melangkah dengan menunduk, menjaga jarak satu langkah di belakang tuannya. Rencana pernikahan mereka tidak mempengaruhi strata sosial yang membentang di depan mata. Antara tuan dan pelayannya.
**
Upacara pernikahan dilakukan secara sederhana. Secara agama tanpa mendaftarkan ke catatan sipil. Dengan penjaga vila mereka menjadi saksi pernikahan. Saat ucapan 'sah' terdengar, bukan hanya Nara yang menangis, melainkan Alana juga.
Dalam balutan kebaya putih, Nara mendengarkan Aaron mengucapkan janji pernikahan. Setelahnya ia, mencium tangan laki-laki tampan yang kini menjadi suaminya.
Dibanding dirinya, Alana terlihat sangat bahagia.
"Terima kasih, Sayang." Nara melihat Alana memeluk Aaron dengan bahagia. Sementara sang tuan, hanya mengangguk tanpa kata.
Sedangkan dia, berdiri gugup dalam balutan kebaya. Masih tidak percaya kalau dia sudah menjadi istri muda dari Aaron Bramatara.
Malamnya, Nara berdiri di dekat meja rias. Dengan gaun tidur yang dibelikan Alana untuknya. Berbahan sutra hitam yang transparan di bagian depan. Menonjolkan dadanya yang padat dan bulat. Bagian bawah gaun sebatas dengkul. Dengan tali tipis di bahu. Wajahnya memerah saat melihat bayangannya di cermin. Gaun tidur melekat pas di tubuh dan menonjolkan tidak hanya dada tapi juga pinggulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI RAHASIA
Roman d'amourAaron Bramasta, atas dorongan dan restu istrinya yang sedang sakit, menikahi Nara, seorang asisten rumah tangga untuk mendapatkan keturunan. *** Atas persetujuan Alana yang punya penyakit bawaan, Aaron akhirnya setuju menikahi Nara demi mendapatkan...
Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi